• Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

MAAF DI HARI YANG FITRI

Sabtu, 03 September 2011 0 komentar


Memasuki bulan Ramadhan dan semakin mendekatnya hari lebaran semakin mudah kita mendapati berbagai media memberitakan kegiatan-kegiatan dan iklan bertemakan bulan suci. Para pesohor berlomba-lomba mengelar kegiatan baik, dalam aneka bentuk. Berbuka puasa bersama dengan kaum yang perlu disantuni, membagi berkah untuk mereka yang berkekurangan dan semakin mudah mengucapkan kata maaf bagi siapapun.

Kesalehan tidak hanya ditunjukkan oleh orang perorangan melainkan juga oleh institusi perusahaan. Di bulan puasa berbagai perusahaan mengiklankan produk-produknya sebagai yang tepat dan bermanfaat untuk mendukung upaya kaum muslim menjalankan puasa dengan baik. Baik untuk menjaga kesegaran tubuh maupun kesehatan saat menjalankan kepenuhan masa puasa. Semua nampaknya berlomba-lomba menghubungkan produknya dengan konsumen dengan tema puasa dan lebaran.

Para penjual jasa dan barang beramai-ramai menunjukkan “kebaikan” dengan aneka program potongan harga (discount). Mereka tahu persis bahwa menjelang lebaran tiba, masyarakat akan berbondong-bondong belanja untuk menyambut hari yang Fitri sebaik dan semeriah mungkin. Potongan harga dan aneka program penjualan (paket) yang menarik dimaksudkan agar konsumen melirik apa yang mereka tawarkan.

Berbagai perusahaan berusaha menunjukkan dirinya mampu melampaui “mandat” usahanya. Salah satunya adalah perusahaan kertas, yang di masa puasa ini mengiklankan dirinya dengan kegiatan mewakafkan Kitab Suci Al Qu’ran yang diproduksi dengan kertas hasil usahanya. Ribuan kitab suci dibagikan melalui organisasi yang dikenal mempunyai jumlah anggota terbesar di negeri ini. Upaya lain adalah menyediakan sarana transportasi untuk mudik lebaran. Sebuah pilihan yang sangat bijaksana sebab mudik di saat lebaran memang jadi persoalan dan perjuangan bagi sebagian besar kaum muslim sebelum menikmati kemenangan di hari nan fitri. Tunjangan hari raya (THR) tidak hanya diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya melainkan juga kepada masyarakat baik yang merupakan konsumen atau tidak.

Niat mulia dan tindakan baik dari para pesohor (artis, pembesar, pejabat dan kaum kaya) dan sektor usaha serta organisasi lainnya pada bulan ramadhan tentu saja perlu disambut dengan gembira. Perangkat negara juga bekerja keras di masa-masa menjelang lebaran untuk mempermudah masyarakat melakukan ritual mudik. Siang malam petugas polisi dan perhubungan berada di jalan bertahan dalam panas, debu dan segala keruwetan lalu lintas.

Ucapan selamat Hari Raya Lebaran (Idul Fitri) juga mulai muncul dalam berbagai bentuk. Iklan baik “below the line” maupun “up the line” seolah berlomba-lomba mengucap selamat dan memohon maaf kepada khalayak. Sejurus dengan itu, nampak kini banyak orang saleh di negeri ini dan rendah hati untuk meminta maaf.

Akan tetapi maaf adalah sekedar ucapan saja apabila tidak jelas ditujukan untuk siapa atau pada siapa saja. Sebab maaf selalu berkaitan dengan kesalahan atau kekurangan dalam hubungan atau tindakan pada pihak lain. Maka permintaan maaf selalu harus ditujukan pada pihak yang dikecewakan, dirugikan, disakiti, diingkari dan lain sebagainya. Perusahaan Daerah Air Minum pantas meminta maaf pada konsumen karena air mengalir tidak lancar sepanjang hari misalnya. Perusahaan listrik negara, layak meminta maaf karena tak mampu menyediakan pasokan listrik meski calon pemasang sudah membayar jutaan rupiah. Perusahaan penerbangan juga perlu meminta maaf karena berkali-kali membuat calon penumpang kecewa dan rugi waktu karena keterlambatan jadwal terbang.

Kepada siapa permintaan maaf perlu ditujukan akan berbeda-beda, sebab pemangku kepentingan atau pihak yang terkait dengannya juga berbeda. Pejabat Publik barangkali lebih luas pemangku kepentingannya, sehingga bisa meminta maaf secara agak umum. Intinya yang sebenarnya adalah permintaan maaf yang terlalu umum hanya akan membuat mereka yang mendengar, membaca atau melihat menganggapnya hanya sebagai iklan atau tindakan kosong belaka, sekedar mengikuti kebiasaan di hari lebaran.

Ucapan atau permintaan maaf, pemberian bantuan (santunan) dari satu pihak ke pihak lain tidaklah secara otomatis akan mengoreksi atau menghapus kekurangan atau kesalahan di masa lalu. Permintaan minta maaf bersifat restoratif, artinya tanpa dibarengi dengan perubahan di hari sesudahnya dan janji tak akan mengulangi kealpaan yang sama di hari depan sungguh tidak akan bermakna apa-apa. Inilah pentingnya ucapan maaf, agar tidak sekedar menjadi ucapan belaka, kata-kata yang keluar dari bibir dengan senyum tersungging tanpa makna.

Idul Fitri adalah puncak dari sebuah siklus laku spiritual, mulai dari mati raga, refleksi hingga kesadaran untuk merubah perilaku di hari depan guna memperbaiki apa yang kurang di masa lampau. Setelah sebulan penuh menjalani puasa, seseorang baik sebagai pribadi, insan Allah maupun mahkluk sosial lahir kembali dalam kebaharuan agar hidupnya, pekerjaan dan pengabdiannya membawa manfaat. Puasa dari tahun ke tahun memperbesar dampak positif dari keberadaan seorang pribadi terhadap lingkungan sekitarnya.

Bagi para pejabat publik, siklus puasa adalah momentum memperbaiki diri, melihat kembali segenap pelayanan dan pelaksanaan mandatnya di hari yang lampau. Dengan meminta maaf kepada stakeholder berarti menyatakan dirinya pada hari ke depan akan lebih sensitif mendengarkan suara para pemberi mandat. Terutama suara-suara dari mereka yang terabaikan, mereka yang berada dalam posisi paling bawah, mereka yang paling membutuhkan pelayanan dan perlindungan. Ucapan maaf akan menjadi bermakna apabila pejabat publik mampu mewujudkan kebijakan yang memungkinkan mereka yang terlemah dalam masyarakat akan meningkat kondisinya, semakin sehat dan berdaya.

Semangat menahan diri dalam masa puasa dan berbagi di hari raya, tidak sekedar dipuncaki dengan acara “open house” yang megah dan meriah. Open House yang semakin tahun semakin marak, membuktikan bahwa para pembesar menunjukkan watak yang ajeg yaitu gemar didatangi dan bukan mendatangi mereka-mereka yang seharusnya dilayani dan dilindungi. Alangkah bahagianya bagi si miskin, mereka yang tergusur dari tanahnya, apabila di hari nan fitri didatangi oleh pejabat negeri, datang bersilaturahmi, mengucap selamat merayakan hari nan fitri dan meminta maaf atas kesalahan pemerintah negeri di hari yang lalu.

Selamat merayakan hari raya Idul Fitri sesungguhnya tidak mudah untuk mengucap maaf, sebab maaf akan punya makna jika bukan sekedar kata-kata belaka.

LA MASIA, Rumah Persemaian Barca

0 komentar


Buku itu hanya bungkusan, pengetahuan itu isinya. Begitu salah satu pesan seorang kawan yang mengingatkan soal betapa kita sering menghabiskan waktu dan energi, menguras tenaga dan pikiran untuk mengurus BUNGKUSAN-nya saja dan mengabaikan ISI-nya.

Saya bukanlah seorang penggila sepakbola, tetapi saya penyuka Barcelona. Kenapa Barcelona?. Tentu kekaguman saya pada FC Barcelona bukan dipengaruhi oleh indahnya nada-nada dan syair lagu Barcelona yang dinyanyikan oleh Fariz RM. Bagi saya Barcelona, dalam konteks analisis bungkusan dan isi, menunjukkan bahwa dinamika dan segala prestasi yang dicapai saat ini adalah hasil dari ketekunan dan konsistensi pengurus klub itu untuk memperkuat isi. Barca saat ini tidak terjebak oleh glamour dan membangun prestasi secara instan dengan mendatangkan pelatih dan pemain terkenal dari luar klub.

Apa yang dicapai oleh Barca pada saat ini adalah buah dari sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah filosofi dalam sepak bola. Dalam sepak bola kita mengenal istilah Jogo Bonito, yang muncul dari Amerika Latin, Kick n’rush dari Inggris, Der Panzer dari Jerman dan Total Football dari tradisi bola Belanda. Dan kini muncul filosofi Tiki Taka dari Spanyol (baca : Barca).

Tiki Taka bukanlah sebuah filosofi yang lahir begitu saja melainkan puncak dari evolusi yang dimulai 30 tahun lalu oleh Johann Cruiff pemain legendaris dari Belanda yang datang ke Barcelona dengan membawa prinsip total football-nya. Cruiff meletakkan prinsip ini bukan hanya di klub melainkan juga di sekolah sepakbola Barcelona yang dikenal dengan sebutan La Masia yang dalam bahasa Catalan berarti rumah petani ( tempat pembibitan/persemaian). Ditangan Cruiff, Barcelona berjaya namun tidak sedigdaya Barca saat ini. Cruiff pada masa kepelatihannya masih diwarnai oleh pemain-pemain produk luar La Masia. Meski demikian peran Cruiff sangat besar untuk membangun Barca sampai pada kondisi saat ini. Oleh karenanya dia tetap merupakan orang yang terhormat di Barcelona. Cruiff sampai saat ini tetap merupakan ketua kehormatan Barcelona dan memilih untuk tetap tinggal disana.
Kini di tangan Pep Guardiola, yang adalah produk asli La Masia, Barca menjelma menjadi klub bertabur bintang dan gelar yang kemungkinan besar sulit dicapai oleh klub manapun. Ditangan Pep, evolusi yang dibangun oleh Cruiff menuai buahnya. Dream team Barcelona baik secara kuantitas maupun kualitas secara dominan berasal dari para Canteras (anak didik atau lulusan La Masia).

Para Canteras semenjak berada di La Masia hingga masuk ke klub secara konsisten mempraktekkan hasil revolusi total football menjadi tiki-taka. Dalam total football semua pemain bergerak bebas ke segala posisi sesuai dengan kebutuhan sesaat dan pergerakan itu dilakukan dalam satu kesatuan utuh. Namun posisi dan spesialisasi tugas masih tetap penting, meski penyerangan dilakukan secara total dan bergelombang.

Sementara dalam tiki-taka penyerangan dan pertahanan dilakukan melalui penguasaan bola (possesion of the ball). Penguasaan bola diwujudkan melalui passing dan aliran bola yang efektif dan efisien. Pada titik ini tiki-taka juga mengadopsi kekuatan utama filosofi jogo bonito, yaitu teknik individual yang mumpuni. Bukan hanya aliran bola saja yang penting melainkan juga pergerakan pemain yang mulus. Disini tugas dan spesialisasi pemain menjadi nomor dua. Semua pemain dituntut bisa berada dalam segala posisi dan spesialisasi tugas agar mudah bertukar peran sesaat.
Karena prinsip ini maka Barca lebih senang mengumpulkan pemain tengah yang hebat. Sebab dikaki mereka penguasaan dan aliran bola akan dijaga. Messi misalnya bukanlah striker murni, dia kerap bermain sebagai false nine, turun ke bawah dan memberi umpan matang untuk dikonversi menjadi gol. Fabregas (anak hilang yang telah pulang) berlaku sebaliknya dengan memainkan posisi false ten, karena tidak berdiri di belakang penyerang. Assist matang Messi dalam beberapa pertandingan membuat Fabregas yang dikenal sebagai pemain tengah mampu menghasilkan gol yang bersih di masa perdananya berkostum Barcelona. Fabregas menjadi salah satu contoh dari transfer pemain yang paling berhasil di klub barunya. Namun hal ini tidak mengherankan sebab Fab adalah produk asli La Masia sehingga dalam darahnya mengalir tiki-taka. Walau kemudian bermain di Inggris, namun Arsenal klub yang lama dibelanya juga memainkan gaya bola yang hampir mirip-mirip tiki taka.

Sekali lagi ini menunjukkan bahwa dalam tiki taka posisi menjadi nomor dua, sebab serangan justru dibangun mulai dari belakang (bek dan kiper) yang kemudian perlahan mendekati daerah lawan. Pemain belakang bahkan kerap sampai berada di area dekat gawang lawan untuk memberikan umpan terobosan. Gaya seperti ini mulai ditunjukkan oleh Ronald Koeman yang merupakan salah satu punggawa dream team Barcelona dulu.
Bola di kaki pemain Barca diperlakukan sebagai sahabat dan dinikmati gerakannya. Cruiff dan Pep mengajarkan kepada para pemainnya untuk bergembira saat bermain bola. Pemain Barca ibarat anak-anak yang sangat riang saat diberikan bola sebagai mainannya, mengelundungkan kesana kemari, mengejar tiada henti dan menari-nari seiring pergerakannya. Maka bagi pemain Barca, gol adalah hasil bukan tujuan utama. Gol merupakan konsekwensi karena sudah tidak ada lagi ruang didepannya. Kemenangan dibangun lewat sebuah proses, bukan merupakan tujuan utama. Prinsipnya jika memainkan bola dengan benar maka kemenangan secara otomatis berada di tangan. Maka pemain Barca selalu merayakan gol dalam kebersamaan, jarang berekpresi berlebihan kala melakukan selebrasi pribadi. Salah satu dampak terpenting dari filosofi tiki taka adalah permainan keras bisa dihindari.

Gaya permainan Barca dan kemudian juga menjiwai permainan tim nasional Spanyol (dimana tim intinya sebagian berasal dari Barca) membuat keder banyak pelatih tim-tim lainnya. Bahkan pelatih tim nasional Belanda, tempat asal nenek moyang tiki-taka, kemudian memodifikasi total football dengan tambahan agresifitas. Bumbu permainan keras untuk menganggu konsentrasi lawan. Permainan keras yang ditujukan bukan untuk menyakiti lawan, tentu sah-sah saja. Dan atmosfer gaya seperti ini mewarnai kompetisi bola di Inggris. Namun saat pemain tidak bisa menahan emosi, tensi permainannya tinggi maka agresifitas bisa menjadi “kekasaran”, hasilnya seperti tendangan tae kwon do De Jong kepada Alonzo di laga piala dunia, atau Pepe yang setelah mendorong pemain lawan, lalu terjatuh ditendang-tendang badan dan kepalanya (saat melawan Getafe). Agresifitas tanpa sportivitas akan membuat wajah pemain menjadi beringas dihadapan lawan dan penonton. Ciri kick n’rush dengan sangat baik ditunjukkan oleh Wayne Rooney di Manchester United.

Mengalahkan Barca kini menjadi tujuan dari lawan-lawannya baik dalam kompetisi nasional maupun regional Eropa. Namun kedatangan Ces Fabregas, Alexis Sanches dan masuknya beberapa pemain muda dari Barcelona B dalam laga-laga perdana pembuka musim menunjukkan Barca semakin digdaya dengan tiki-takanya. Ketidakhadiran Puyol, Pique dan Dani Alves ternyata tidak berpengaruh banyak pada produktifitas dan kemenangan Barca.

Mungkin terlalu dini untuk meramalkan perjalanan Barca di kompetisi liga Spanyol dan liga Eropa, namun sebagai penyuka Barcelona, saya “mengimani” bahwa Barca hanya bisa dikalahkan oleh dirinya sendiri dan tim-tim lawan yang tidak “menghormati” sepakbola. Oleh karenanya lawan yang paling mengancam bagi Barcelona dalam kompetisi apapun adalah Real Madrid di bawah asuhan Jose Mourinho. Pelatih yang akan menggunakan jalan apa saja untuk memenangkan timnya meski telah dikalahkan di lapangan.


Petaka cinta dan tarian kematian di Kelian

Jumat, 19 Agustus 2011 1 komentar


Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang purnama. Bintang di langit juga terlihat berkilauan dalam sungai. Bahkan cahayanya bisa menerangi jari-jemari kayu yang menyentuh permukaan air sungai yang mengandung emas itu. Anak-anak kampung menggunakan malam purnama ini dengan bermain tradisional seperti begasing dan behempas. Sementara para pemuda bermain sampeq (gitar tradisional Dayak) dan berijoq (bernyanyi) mengiringi para gadis kampung yang sedang menumbuk gabah untuk dijadikan beras. Salah satu bait-bait syairnya dalam bahasa setempat, kira-kira bermakna seperti ini :

Purnama pandanglah kami
yang sedang bahagia bersama Kelian
dan gadis-gadis penyejuk jiwa.
Wahai Kelian, purnama
dan sampeq, sampaikanlah galau hati ini kepada gadis- gadis kami

Di kala malam beranjak larut, warga kembali beristirahat. Tak ada satu wargapun yang menyangka, kalau itu menjadi malam terakhir mereka berada di Kampung Long Ha. Lepas tengah malam di bulan April 1991, di saat warga terlelap tidur, segerombolan Brimob suruhan perusahaan tambang emas PT. Kelian Equatorial Mining (KEM) merengsek masuk ke perkampungan yang dihuni oleh mayoritas orang-orang Dayak Benuaq dan Bahau di Kecamatan Linggang Bigung (Sekarang Kecamatan Tering) Kabupaten Kutai Barat Kalimantan Timur.

Para Polisi Negara itu, bukan sedang berperang melawan musuh Negara. Tetapi sedang bertugas menumpas warga yang masih bertahan di Kampung Long Ha. Dalam kepala para polisi bersenjata itu hanya satu, Long Ha harus kosong. Sebab tambang emas harus segera beroperasi mengeruk emas di kampung itu.

Warga yang tak berdosa ini dipaksa untuk keluar dari Long Ha yang penduduknya hidup berladang berkebung dan pengerebok (pendulang emas tradisional) dari kampung halaman mereka yang sudah sekian lama mereka bangun. Mereka dipaksa pindah karena kampung itu akan dijadikan pertambangan Emas oleh PT KEM milik perusahaan Rio Tinto yang bermarkas di London dengan menguasai areal 285.233 hektar dengan potensi 105,4 ton emas.

Warga yang sedang lelap itu terkaget-kaget mendengar kegaduhan yang tak biasa itu. Teriakan, suara keras memecah keheningan Long Ha. Puluhan Polisi memukul dinding rumah warga, sambil berteriak dengan suara keras seperti orang yang kesetanan “Segera keluar, segera pindah,” teriak mereka.

Beberapa bulan terakhir orang-orang PT KEM memang sedang merazia sepanjang sungai Kelian, khususnya lingkaran yang dekat dengan konsesi tambang mereka di Prampus yang menjadi tempat eksploitasinya. Ada 500 ratusan pondok pengerebok milik warga di sekitar kampung Long Ha dibakar dan dihanyutkan kesungai. Sembilan kampung disekitarnya dibumi hanguskan. Termasuk kampung Long Ha yang menjadi target terakhir untuk dihancurkan

Pak Jelamuk dengan istrinya Yohana Seting juga sangat ketakutan mendengar kagaduhan itu. Yohana dan suaminya masing-masing memeluk kedua anaknya yang masih berumur 7 dan 8 tahun itu untuk mengusir rasa ketakutan. Yohana bersama kedua anak gadisnya Luciana dan Ilent tampak sangat ketakutan di malam itu. Ia khawatir terjadi sesuatu pada kedua anaknya.

“Kenapa ma kita harus pindah, memangnya kita harus pindah kemana?,”tanya Ilent ketakutan.

“sst, jangan keras-keras yang penting kita selamat, Ilent selamat. Tidak usah bersuara nanti kita jadi sasaran para polisi itu,” jawab Yohana

Belum lama setelah perbincangan Yohana dengan anaknya, tiba-tiba suara gerombolan dari luar kedengaran lagi. “Masih saja di dalam. Segera keluar. Segera kumpul di luar, sebentar lagi kami akan bakar semua rumah dikampung ini,” teriak para polisi itu.

Yohana Seting, suami dan kedua anaknya terpaksa keluar dari rumah mereka lalu bergabung dengan ratusan warga yang lain yang sudah berada di lapangan kampung. Dengan suara terputus-putus sambil berjalan menuju lapangan Yohana tak kuasa menahan air matanya. Perempuan Dayak itu menangis ketakutan sambil mengendong anaknya ke lapangan desa yang tak jauh dari rumahnya. Hanya pakaian dan beberapa peralatan masak yang sempat ia bawa serta.

Di lapangan mereka dipaksa naik kendaraan truk dengan berdesak-desakan seperti memumpuk barang. Mereka harus berada di satu tempat yang sudah di siapkan oleh perusahaan untuk menampung orang-orang kampung yang sebelumnya berada di kawasan areal pertambangan emas. Kampung penampungan itu bernama Murung Baru. Tempat baru mereka itu berada tepat di kaki gunung Kelian. Rencana perkampungan itu belum dibangunin rumah ketika mereka tiba di Murung Baru. Mereka ditumpuk dalam sebuah camp penampungan mirip gedung SD yang dibangun seadanya. Mereka dipindahkan dan dijauhkan dari akses pinggir sungai Kelian. Mereka tidak lagi berhak beraktivitas dan mencari penghidupan di dekat areal konsesi pertambangan emas KEM karena semuanya sudah menjadi hak PT KEM.

Yohana dan suaminya beserta dengan kedua anaknya dan ratusan warga lainya tak kuasa melawan perlakuan sewenang-wenang aparat berseragam polisi dan bersenjata lengkap itu. Mereka yang melawan pasti mendapat perlakuan kasar. Puluhan warga di malam itu memar-memar akibat pukulan dan tonjokan laras panjang para suruhan PT KEM.

Salah satu yang mendapat perlakuan itu adalah suami Yohana Seting, Pak Jelamuk. Mukanya hancur dan berdarah akibat hantaman pukulan dari para Polisi itu karena ia melakukan perlawanan dan mengelaurkan kata-kata protes kepada mereka.

“Pak kenapa kami diperlakukan seperti binatang, kenapa kami diusir dari tanah kami, tanah kelahiran kami. Kami tidak mau pindah,” protes Jelamuk di malam itu. “Kamu siapa, kamu berani melawan,” kata orang suruhan PT KEM. Istri Jelamuk dan kedua anaknya tak henti-hentinya menagis meraung-raung meminta ayahnya dilepas agar tidak berpisah dari rombongan. Jelamuk tetap diboyong ke kantor Polisi setempat karena dianggap bisa menjadi pemicu warga lain untuk protes terhadap pembumihangusan kampung Long Ha. Warga ratusan jumlahnya itu diangkut dengan menggunakan truk. Tidak lama setelah mereka meninggalkan kampung ketika 5 iring-iringan truk berada di puncak gunung Kelian, terlihat dari jauh lidah api besar yang berusah mencapai langit. Kampung Long Ha diluluhlantakan. Rumah mereka telah dibakar malam itu juga.

Jelamuk hanya semalam diintrogasi dikantor polisi dan mendapat perlakuan serta kata-kata kasar. Ia disiksa dan dipaksa untuk tidak lagi melawan dan berniat untuk membangkitkan semangat orang-orang kampung untuk kembali ke kampung Long Ha. Esok paginya, Jelamuk diperbolehkan untuk bergabung dengan warga lainya yang sudah berada di Murung Baru.

Sebulan sudah Yohana dan keluarganya berada di penampungan. Tapi mereka harus melewati hidup semacam itu. Mereka diperlakukan seperti pengungsi saja. Jelamuk yang penasaran bagaimana kampung Long Ha saat ini. Ketika pagi-pagi buta, ia pun berangkat masuk melewati hutan Kelian sekitar 5 Km menembus masuk penjagaan dari pengamanan tambang. Tidak jauh dari kampung Long Ha dipinggiran Kelian, ia mengamati dari jauh memandangi Long Ha yang kini sudah mulai dibanguni sarana dan prasaran tambang emas. Hatinya teriris melihat kampung itu. Ia mengenang seluruh rangkain hidupnya yang berhubungan dengan kampung Long Ha.

“Kami ini sudah diusir dari tanah sendiri, kuburan itu pasti mereka gusur juga,” hati Jelamuk bergumam. Hatinya berkecamuk. Ingin melawan tapi sungguh lemah karena intimidasi kian keras kepadanya. Untuk menghilangkan pikiran yang camuh, ia pun segera turun ke sungai Kelian dan mulai mengerebok ( mendulang emas tradisional) yang ia paham betul amat berat resikonya.

Benar saja, tidak lama setelah ia turun ke pinggiran sungai mencari butiran-butiran emas yang sudah menjadi kebiasaan sejak lama orang-orang di Kelian, tiba-tiba tanpa ia duga segerombolan pengawas dari perusahaan PT KEM memorgokinya mendulang emas di tempat yang sudah dinyatakan terlarang.

“Ini lagi, ini lagi bapak ini,”bentak keamanan tambang itu. Jelamuk tak bisa berbuat apa-apa. Ia ditangkap lalu dipukuli dan boyong ke kantor PT KEM. Begitu sampai di kantor PT KEM ia tidak langsung dibawah masuk ruangan kantor, tetapi ia diikat di tiang bendera dengan pakaian yang nyaris telanjang. Hanya bercelana dalam.

Tiga hari sudah Jelamuk di tiang yang berbendera Rio Tinto itu. Yohana Seting dan anak-anaknya galau bukan kepalang. Mereka sibuk mencari tahu dimana kini Jelamuk suami dan ayah mereka berada. Entah dari mana, kabar Pak Jelamuk ditangkap bahkan disiksa dan diikat di tiang bendera di Kantor PT KEM sampai juga ke telinga mereka di tempat penampungan. Yohana Seting marah dan bergegas menuju kantor PT KEM. Perempuan yang bersuku Bahau itu berusaha menuju kantor PT KEM dimana suaminya diikat dan disiksa. Wajah putihnya merah karena murka dan dari jauh dia sudah melihat suaminya diikat. Ia berteriak sekeras-kerasnya “Segera lepas. Segera lepaskan suami saya. Kalau tidak saya akan membuat sesuatu pada kalian. Dasar penjajah, kalian yang pencuri, kenapa suami saya kalian perlakukan seperti ini?,” teriak Yohana Seting.

Jelamuk pun dibebaskan dengan syarat ia tak boleh lagi mendulang emas dan memasuki kawasan PT KEM tanpa izin.

Nasib Jelamuk tidaklah sendiri, beberapa warga juga mengalami perlakuan yang sama. Mereka yang melawan dan memasuki kawasan KEM akan disiksa dan ditangkap. Bahkan dua tahun terakhir 2 orang warga meninggal karena perlakuan kekerasan oleh perusahaan.

Situasi ketika PT KEM mulai melakukan eksploitasi perlakuan kekerasan terhadap warga Kelian dan sekitarnya sudah menjadi pemandangan yang biasa. Seiring dengan waktu, pelan-pelan perlawanana warga terhadap PT KEM beralih dari mempertahankan tanah dan perkampungan menjadi tuntutan ganti rugi.

Kelian semakin ramai dengan kesibukan pertambangan emas. Ribuan orang-orang baru baik dari dalam negeri Indonesia maupun dari luar terutama orang-orang dari Inggris dan Australia bekerja di tambang emas yang berada di garis khatulistiwa ini. PT KEM juga mempekerjakan dari berbagai tenaga ahli. Mulai dari tenaga teknisi seperti Geolog, ahli bendungan hingga ahli antropologi. Geolog bertugas untuk memastikan tempat-tempat cadangan emas berada dan bagaimana cara mengeksploitasinya. Sementara Antropolognya bertugas merontokkan potensi perlawanan warga terhadap perusahaan.

Sepuluh tahun sudah PT KEM mengeruk emas di Kutai Barat. Riak-riak perlawanan warga lebih banyak bicara seputar ganti rugi. David yang juga antropologi asal Austaralia yang sudah ada sejak PT KEM mulai beroperasi dan menulis buku tentang kebudayaan Dayak Benuaq berteman dengan Handoko yang juga alumni Universitas negeri di Kota Bandung Jurusan Antropologi. Handoko bergabung di perusahaan yang berpusat di London ini semenjak lulus kuliah tiga tahun yang lalu. Ia dan David yang juga antropologi dari salah satu Universitas di kota Sydney, merancang relasi dan kegiatan kegiatan kesenian dalam melibatkan warga di sekitar Kelian.

Tak heran mereka juga yang memikirkan pentingnya simbol-simbol kebudayan Dayak juga hadir dalam ruang penting di PT.KEM. Misalnya ratusan blontang (patung) ukiran Dayak lalu dipasang di berbagai sudut pada setiap jalan dan di depan gedung-gedung milik PT KEM. Maksudnya agar warga tahu dan merasa memiliki dan dekat dengan PT KEM . Termasuk mempersiapkan dan mengundang warga di sekitar Kelian untuk ikut dalam setiap acara-acara di PT KEM dengan pertunjukan kesenian seperti tari tarian Dayak.

Sementara itu perkampungan Murung Baru juga hingar-bingar dengan suasana tambang emas ini. Ratusan pekerja tambang emas juga bergabung bersama warga yang dulu berasal dari Long Ha. Jelamuk dan Yohana Seting masih hidup dari aktivitas berladang dan mendulang emas. Walaupun terasa sangat berkurang penghasilannya karena sudah jauh dari Long Ha pinggiran Kelian yang terkenal banyak kandungan emasnya. Mereka tak bisa menyekolahkan anaknya dua-duanya. Kini Luciana dan Ilent yang perpaduan antara Dayak Benuaq dan Bahau tumbuh menjadi gadis manis dan ayu. Kedua gadis ini menjadi rebutan pemuda kampung dan para pekerja tambang emas di PT KEM. Walaupun demikian sulit sekali untuk menaklukan hati kadua gadis berparas ayu ini. Banyak pemuda yang patah hati dibuatnya. Ilent tak mau buru-buru menjatuhkan hatinya kepada seseorang dulu sebelum ia menyelesaikan kuliahnya yang sejak dulu menjadi cita-citanya.

Luciana mengalah untuk adiknya Ilent. Ia memilih untuk bekerja di PT KEM sebagai salah seorang pegawai di kantin umum setelah diajak oleh Mach salah seorang warga negara Australia. Pekerjaan itu ia terima untuk biaya adiknya sekolah. Karena lahan mata pencaharian orang tua mereka bertani dan mengerebok sudah hilang. Sementara Ilent tinggal bersama tantenya di Barong Tongkok karena ia bersekolah di SMU 1 kelas 3 . Ia sesekali pulang ke rumah ketika sabtu dan hari libur lainnya. Kedua adik kakak ini saling menyayangi dan satu sama lain saling mendukung.

Perusahaan tambang emas kerap mengundang warga dari sekitar Kelian untuk tampil dalam acara di kawasan PT KEM. Acara ini adalah 17-an untuk memperingati hari kemerdekaan. David dan Handoko yang juga petinggi di PT KEM mengangap penting untuk melibatkan komunitas lokal yang dulu pernah mereka usir dari tanahnya sendiri. Merekapun menyiapkan pertandingan dan pertunjukan tari-tarian dari masyarakat lokal. Mereka diundang ke PT KEM untuk menampilkan tari-tarian.

Kepala desa Murung Baru, Pak Mudin terlihat sibuk mencari penari-penari Dayak untuk tampil pada festival tersebut. Ia sendiri tidak mengerti siapa-siapa yang dulu pernah menari dalam upacara sewaktu di kampung lama Long Ha. Karena Pak Mudin tidak berasal dari kampung Long Ha. Pagi-pagi, di minggu akhir bulan Juli tahun 2001 Kepala desa itu berusaha menemui Ilent di rumahnya yang berada di ujung kampung sebelum ia berangkat ke rumah tantenya di Barong Tongkok. Ia berusaha membujuk Ilent agar mau manari pada peringatan kemerdekaan di PT KEM nanti.

“Kami berharap agar Ilent mau tampil dalam festival tari-tarian yang diadakan oleh PT KEM pada peringatan 17-an tahun ini. Ini bakal ramai soalnya tradisi Dayak, seperti manari, main sampeq dan sumpit serta tradisi lainnya telah diundang untuk turut meramaikan hari kemerdekaan kita,” bujuk Pak Mudin.

“ Iya pak, pasti menarik, cuma bukankah kita tahu bahwa tarian yang kita punyai ini khusus untuk acara bersih bumi dan untuk memperingati kematian. Apakah bisa tarian seperti itu tampil dalam acara-acara yang hanya untuk menyenangkan orang-orang PT KEM ?,” tanya Ilent.

Pak desa sesaat terdiam mendengar pertanyaan yang sulit itu, seolah mencari jawaban apa yang bagus agar Ilent tetap mau ikut dalam festival ini. “Ini hanya ditampilkan saja dalam rangka untuk memperingati kemerdekaan bangsa kita,” kata Pak Mudin. “Coba bayangkan pak !, kita juga akan semakin jauh dari makna peringatan itu, karena yang aku pahami justru mereka itu telah merampas kemerdekaan kita, pada waktu yang bersamaan justru kita menari dan menyanyi untuk mereka, bapak coba pertimbangkan lagi kembali lah ?”, Ujar Ilent.

Pak Mudin tidak ingin memperpanjang ceritanya dengan Ilent gadis Dayak yang pandai menari Dayak. Ia menilai pandangan Ilent itu terlalu jauh. Tak kehabisan akal, ia juga menemui ayahnya Ilent, Pak Jelamuk. Ia pun menjelaskan bagaimana festival itu akan berlangsung. Pak Jelamuk pun menyetujui untuk mengirim tim kesenian desanya ke Festival di PT KEM tersebut. Ilent juga tak bisa menolak permintaan ayahnya untuk ikut berpartisipasi dalam peringatan kemerdekaan yang rencananya akan berlangsung di kompleks perkantoran PT KEM. Setelah ia mencari, ia menemukan 9 orang penari Dayak yang akan ia tampilkan di depan petinggi PT KEM.

Suatu sore, di hari minggu Ilent dan kawan-kawan yang sudah dipercaya oleh warga untuk menampilkan tarian Ngrangkau di PT KEM. Tarian ini dalam tradisi Dayak Benuaq dimaksudkan untuk memperingati kematian. Ilent mengenal tarian ini dari ayahnya yang juga salah seorang tetuah Benuaq setempat. Pilihan tarian ini dipilih sendiri oleh Ilent seorang gadis yang masih setia dengan tradisi menari ayahnya. Begitu Ilent dan kawan-kawannya beraksi dengan tarian Ngerangkau yang diiringi oleh suara gong di atas panggung berukuran 5x6 m di lapangan PT KEM.

Para karyawan PT KEM yang ribuan jumlahnya itu bertepuk tangan sambil tertawa menyaksikan tarian Ngerangkau. Hanya David sang antropolog yang paham bahwa tarian itu adalah tarian kematian. Ia hanya diam seribu bahasa menyaksikan anak Perempuan Dayak itu menari. Tubuh dan Kaki Ilent mulai rancak mengikuti alur gong. Ribuan pasang mata tertuju kepada gadis yang bernama Ilent. Paras khas Dayak dipadu dengan gerakan tariannya memicu jiwa berdecak kagum. Handoko yang duduk di barisan depan juga terlihat bertepuk tangan dan mengamati tarian yang tak biasa ia saksikan ini.

Tapi berbeda dengan hati Ilent. Walau senyum menyembur darinya tetapi jiwanya tidak bisa memungkiri bahwa tarian ini adalah tarian kematian. Ia sadar dengan hal itu. Ia memilih tarian ini untuk menyatakan keprihatinan terhadap masa depan komunitas dan kehidupannya yang telah direngkuh oleh mereka yang membongkar dan mengusir orang-orang kampung.

Sepuluh menit mereka manari. Tarian berikutnya adalah tari massal dari Dayak Bahau yang rencananya juga akan ditarikan Ilent dan kawan-kawanya. Namun, entah kenapa tiba-tiba ilent tidak mau lagi menari. Meski banyak orang memintanya menari ia tak mau lagi. Ilent merasa bahwa orang-orang Australia dan Inggris yang menontonnya sedang menggiring karyawannya untuk memandang bahwa kita hanya pelayan dan bertugas sebagai bangsa penghibur mereka. Padahal, setiap hari tanpa disadari mereka membongkar tanah dan membawa emas keluar dari tanah mereka.

“Tidak-tidak, saya tidak mau menari lagi,” kata Ilent kepada kepala Desa. Pak desa Murung Baru berusaha membujuk Ilent agar ia kembali tampil menari, tapi usahanya tak berhasil. Ilent tetap tak mau melanjutkan tariannya. Akhirnya, mereka menampilkan tari massal dari suku Dayak Bahau tanpa Ilent.

Selama hampir seminggu festival olahraga dan seni berlangsung di kompleks PT KEM, berbagai tradisi seperti sumpit dan tarian dari berbagai sub suku Dayak seperti Kenyah, Bahau, Benuaq dan Tunjung, Penihin dan Siang Murung ditampilkan. Kebiasaan ini selalu berlangsung setiap bulan Agustus.

Satu bulan setelah festival tari di KEM upacara orang-orang Benuaq yang dikenal dengan kwangkai (memperingati kematian) dilaksanakan di desa Balui yang tidak jauh dari kampung Murung Baru. Orang-orang dari desa tempat Ilent akan bergabung dalam upacara itu karena di tempatnya sudah tidak layak lagi. Perangkat-perangkat seperti ukiran-ukiran blontang dan lou (rumah panjang) sebagai tempat upacara sudah tidak ada lagi.

Di salah satu Pagi pada bulan September, Ilent dan keluarganya turun dari kaki Kelian menuju Desa Balui untuk mengikuti upacara Kematian. Ilent yang masih sekolah harus pulang pergi dari rumah tantenya di Barong ke Balui sebab selama satu minggu Ilent harus menari Ngarangka yang ia persembahkan kepada kakeknya yang telah meninggal dan akan memberitahukan kepada roh leluhur bahwa mereka telah memindahkan kuburan yang telah digusur PT KEM.

Upacara kwangkai juga dihadiri oleh antropolog PT KEM seperti Handoko dan David. Sudah beberapa tahun ini David mempelajari dan mendalami upacara ini. Mereka tulis dan membukukannya. Buku tersebut kemudian diterbitkan oleh PT KEM. Upacara Kwangkai kali ini agak istimewa karena ada Ilent dan Luciana kakanya yang menjadi penari. Dua gadis yang menjadi buah bibir dikalangan perusahaan PT KEM. Handoko yang telah lama mencari kesempatan benar-benar menemukan momen yang selama ini ia dambakan untuk dekat dengan Ilent.

Pemeliant (pemimpin ritual) tak henti-hentinya menyuarakan mantra di tengah Lou sementara setiap selesai tarian ngerangkau Handoko selalu menyempatkan untuk dekat dan bertanya soal tarian yang Ilent lakukan. Handoko baru paham bahwa tarian ini terasa sakral. Tarian yang pernah ditampilkan di PT KEM hanyalah untuk tampilan yang tak dibarengi dengan mantra-mantra kematian. Dan Handoko juga baru tahu bahwa ngerangkau tujuannya untuk peringatan kematian, menyampaikan rasa haru dan rindu serta terimakasih kepada roh-roh leluhur.

Begitu Ilent selesai menari ngerangkau di malam kedua upacara Kwangkai, Handoko langsung mendekat dan mengajaknya untuk bercerita di beranda Lou.

“Ilent bagus menari, aku mulai bisa merasakan dan memahami apa itu ngerangkau, ” suara Handoko pelan bermaksud memuji tariannya Ilent.

“Apanya yang bagus mas, biasa saja. Saya selalu berusaha menari dengan sepenuh jiwa sebab ini persembahan untuk roh leluhur kami,”

”Diantara penari Ilent yang paling menarik dan aku senang melihatnya”

“Terima kasih mas,” kata Ilent berusaha meladeni perbincangan Handoko.

Setiap kali Handoko bercerita dan berbicara dengan Ilent selalu berusaha bertutur dengan baik. Meski ia paham benar dan ingat selalu pesan-pesan ibu tentang terusirnya mereka dari kampung lama kelahiran mereka di Long Ha dan selalu muncul dalam ingatannya bagaimana perlakuan kekerasan yang dilakukan oleh orang-orang PT KEM.

Dalam hati Ilent bertanya mengapa Handoko selau bertanya tentang tradisi dan tarian kepada tetuah adat dan kepada dirinya. Pada satu kesempatan ia menayakan langsung kepada Handoko.

“Kenapa mas mau mengikuti upacara ini?.”

“Ya saya senanglah melihat ilent menari dan mau belajar tentang upacara ini.”

“Hanya itu mas?” ujar Ilent yang masih penasaran tentang keikutsertaan petinggi PT KEM dalam upacara ini.

“Iya, iyalah Ilent,” ujar Handoko sedikit gugup yang hatinya tengah terbagi antara tugasnya sebagai antrpologi di PT KEM dan jiwanya yang selalu terpaut dengan Ilent.

Tak terasa upacara kwangkai akan berakhir, dan saatnya ritual penombakan kerbau sebagai puncak upacara ini. Hari itu, Sabtu, orang-orang dari berbagai kampung tumpah ruah di lapangan desa di Balui. Sebuah patung blontang setinggi 4 meter yang terbuat dari kayu ulin telah tertancap kuat di tengah lapangan. Patung ini sebagai pusat ritual di mana kerbau akan dipersembahkan kepada roh leluhur.

Tarian dan upacara ini telah mendekatkan antara Handoko sebagai petinggi di perusahaan tambang emas terbesar di dunia dengan Ilent sebagai anak yang diusir dari kampungnya. Handoko selalu berusaha menjelaskan kepada Ilent bahwa antara dirinya sebagai PT KEM dan sebagai pribadi mestinya dibedakan.

Selepas upacara Handoko kerap berkunjung ke rumah tante Ilent di Barong Tongkok. Sehingga keduanya merasa saling dekat dan kini Ilent tahu jelas bahwa Handoko menaruh hati kepadanya. Entah bagaimana ceritanya, Ilent sepertinya terpengaruh dengan gaya dan penjelasan dari Handoko dan ia mulai menyambut hati Handoko. Walau ia tahu benar kalau ibunya tidak akan pernah setuju dengan hubungan ini.

Handoko mulai menjelaskan kepada keluarga Ilent. Ayah Ilent sepertinya sepakat saja dengan hubungan itu, tetapi Ibunya tak setuju. Pertengkaran antara suami istri kini kerap terjadi.

“Pak apa sudah lupa kalau kita ini diusir, disiksa dilecehkan dan direndahkan?.”

“Ya itu kan bukan Handoko, dia kan baru datang?.”

“Ya terserah saja bapak, saya sampai kapanpun tidak akan setuju dengan hubungan mereka itu.” Ujar Yohana kesal.

Pertengkaran yang kerap melibatkan kedua orang tua mereka membuat Luciana kakak Ilent resah dan khwatir. Ia pun pergi ke Barong bermaksud mengajak adiknya pulang kerumah dulu. Ilent yang 3 bulan lagi akan menyelesaikan sekolahnya di SMU Sendawar dan tengah bersiap untuk melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas negeri di Samarinda.

Sabtu sore, di akhir tahun ketika ratusaan karyawan PT KEM keluar dari Kelian untuk berlibur di beberapa kota seperti Barong, Samarinda dan Balikpapan. Ilent dan kakanya justru berangkat dari Barong ke desa Murung baru mereka bermaksud ingin menjelaskan kepada orang tua mereka soal hubungan Handoko dan Ilent. Kabut pagi pelan-pelan datang menyapa desa Murung baru. Warga mulai berjalan menuju lahan-lahan yang tersisa. Keluarga Ilent masih bercerita di ruang dapur. Ibu Ilent mulai memperingati Ilent soal hubungannya dengan Handoko, dia mulai menceritakan bagaimana ia disiksa oleh orang-orang PT KEM. Ibunya merasa malu jika ternyata salah seorang petinggi PT KEM menjalin hungan sebagai kekasih dengan anaknya. Yohana adalah salah seorang yang dikenal menentang dan selalu menyuarakan bagaimana perlawanan terhadap PT KEM.

Suasana keluarga ini masih belum cair, muncul pula keinginan Handoko untuk melamar Ilent tepat sebulan setelah tamat dari SMU Sendawar. Sebelum Handoko benar-benar datang melamar, ia mengutus seseorang untuk bertemu ayah Ilent dan ayahnya pun merespon serta mempersilahkan keluarga Handoko untuk datang melamar anaknya. Pertanyaannya bagaimana dengan sikap Ibunya Ilent? Pak Jelamuk mengatakan bahwa ia akan berusaha menjelaskan kepada istrinya dan menurutnya paling-paling juga dia nanti setuju.

Berbekal persetujuan ayah Ilent, rombongan kecil keluarga Handoko dan beberapa petinggi PT KEM datang melamar setelah Ilent tamat dari sekolahnya. Rombongan itu diterima keluarga Pak Jelamuk di rumah mereka di desa Murung Baru. Ibu Ilent berusah melayani dengan baik. Ia sadar kalau keluarga Handoko datang dengan baik maka ia pun harus menyambutnya dengan ramah. Keluarga Handoko pun menjelaskan kedatangan mereka. Tak lupa mereka juga memperlihatkan cincin emas, sebagai cicin pertunangan mereka. Cincin yang juga hasil dari produksi PT KEM di Kelian.

Orang tua Ilent bergantian mengucapkan terima kasih kasih atas kedatangan dan niat baik dari Handoko serta meminta waktu untuk membicarakan hal ini apakah niat Handoko diterima atau tidak. Karena masih harus ada lagi rembuk keluarga. Dalam rapat keluarga Yohana Seting Menjelaskan mengapa ia menolak ini semua.

“ Cincin emas yang di bawa oleh mereka, kita harus kembalikan. Ini demi leluhur dan demi kehormatan kita. Kita harus menyampaikan kepada mereka bahwa sebelum mendapatkan emas mereka terlebih dahulu mengusir kita dari kampung, menggusur kuburan, menyiksa, mengikat di tiang bendera, membakar rumah dan pondok, pemerkosaan, bahkan membunuh. Semua itu terjadi di kampung kita ini. Bagaimana mungkin hati ini bisa menerima ini semua?”.

Pak jelamuk terdiam saja atas alasan istrinya. Namun, ia tetap pada pendiriannya untuk menikahkan anaknya dengan Handoko.

Sebulan setelah Handoko melamar Ilent, Justru pertengkaran semakin hebat terjadi dalam keluarga Pak Jelamuk. Ibu Ilent tetap bersikukuh untuk menolak Handoko. Bahkan mulai ada ucapan untuk bercerai jika suaminya menerima anak muda asal Jawa Tengah itu. Yohana tak main-main, ia meninggalkan desa Murung Baru ke Barong tempat saudaranya.

Belum lagi selesai persoalan ini, muncul masalah besar baru. Luciana, baru terkuak bahwa ia sedang hamil dua bulan. Ia diperkosa oleh Mack salah seorang ahli bendungan di PT KEM asal Autralia. Ibunya marah besar dan mulai mengamuk serta bermaksud mencari Mack di kantor PT KEM namun usahanya untuk sampai ke kantor itu di gagalkan di pos keamanan yang sangat ketat. Ia kemudian mencaci-maki orang-orang yang menjaga di pos.

Susana seperti ini, membuat Ilent mengikuti Ibunya dan menyatakan tidak akan berhubungan lagi dengan Handoko. Ia menolak kehendak ayahnya untuk menikah dengan Handoko. kedua orang tua Ilent bertengkar hebat, hingga di depan para tetuah adat mereka sepakat untuk mengakhiri perkawinan yang sudah berusia 22 tahun ini. Jelamuk benar-benar bercerai dengan istrinya.

Pasca perceraian suami istri ini, keluarga Jelamuk tercerai berai. Luciana masih harus sibuk menghadapi cobaan terberat dalam hidupnya. Sementara ayahnya sekarang sakit-sakitan dan Ibunya, Yohana yang kini tinggal di Barong masih menaggung kesedihan yang dalam setelah keluarganya hancur berantakan. Luciana harus menanggung malu karena Mack tidak mau bertanggung jawab dan hanya mau mengganti rugi pada kasus pemerkoasaan ini. Di saat hatinya hancur karena tahu bahwa cintanya tak akan berlanjut ditambah dengan kenyataan pahit kehancuran keluarga, kehidupanya pun semakin menyedihkan saat mengetahui kondisi kakaknya. Ilent menghilang dan hingga saat ini tak ada satu pun yang tahu ia berada di mana.

Abdallah Naem
Gunung Kelua Samarinda, Gerhana di bulan Juni 2011

Ziarah di antara kepungan Tambang dan puing-puing sejarah di Kutai Lama

0 komentar


Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Di dekat pintu gerbang desa itu ada papan plang yang bertuliskan "PT. Alfara Delta Persada, pertambangan batubara luas 2.089 Hektar". Mungkin pesan tulisan ini juga bermaksud agar berhati-hati memasuki kawasan pertambangan yang masih dalam wilayah desa Kutai Lama.

Menuju desa Kutai Lama melalui jalan darat dan melintasi Sambutan dari arah Kota Samarinda Ke Timur dapat ditempuh 50 menit kendaraan sepeda motor.

Saya menikmati perjalanan ke Kutai Lama kali ini. Betapa tidak, sebelum mencapai Anggana terhampar di sisi kiri kanan jalan, panorama sawah yang sedang menebar pesonanya, karena ia tumbuh subur setinggi dua jengkal orang dewasa. Apalagi barisan Dewi Sri itu diterpa angin sepoi sehingga ia bergoyang. Bagi orang yang memperhatikannya bisa dibuat tersenyum sambil menggit bibir dan mulai mengikuti alunannya.

Sebelum tiba perkampungan Kutai Lama saya sempatkan diri memandangi sejenak arsitektur klasik bergaya Belanda yang lapuk dan ditelantarkan begitu saja di dekat Kawasan Medco, perusahaan gas alam. Hati saya berdetak berkata, betapa kuat penetrasi kolonial yang masih berlanjut hingga hari ini. Walau bangunannya lapuk namun watak koloninya masih terus berjalan tanpa henti.

Betul saja dugaan saya. Selepas dari pintu gerbang desa, saya menyaksikan kawanan pengangkut batubara melintasi dan memotong jalan desa yang telanjang tak beraspal menuju tempat pengapalan. Perusahaan Alfara Delta Persada ibarat penyambut tamu bagi siapa saja yang berkunjung ke desa Kutai Lama. Tidak jauh dari lintasan perusahaan batubara pertama, berturut-turut ada kawanan perusahaan batubara yang ditandai dengan pos keamanan Perusahaan Sinar Kumala Naga (SKN) dan Kartanegara Perkasa sambil seorang dari satpam mengacung-acungkan bendera bewarna merah untuk mengatur di jalur lintas pengangkut batubara.

Sejarah Kutai yang multitafsir
Kutai Lama memainkan peran penting dalam sejarah, karena ia selalu disebut-sebut sebagai pusat awal kekuasaan Kerajaan Kutai Kartanegara dengan raja pertama bergelar Batara Agung Dewa Sakti yang turun dari langit dengan permaisuri Puteri Karang Melenu yang konon datang dari buih Sungai Mahakam. Selain itu, Kutai Lama disebut-sebut sebagai perjumpaan awal kedatangan Islam yang dibawah oleh Tunggang Parangan dan Ribandang.

Saat ini, Kutai masih menjadi klaim tersendiri bagi masing-masing komunitas di dua kampung antara Muara Kaman (hulu mahakam) dan Kutai Lama (hilir Mahakam). Bagi Komunitas Muara Kaman, Kutai sesungguhnya diawali dari Muara Kaman. "Kutai Tenggarong itu sebenarnya adalah buatan Belanda," ujar Asminan salah seorang penduduk Muara Kaman yang rajin mengumpulkan peninggalan purbakala.

Hal yang sama juga saya temukan penguakuan sebagian masyarakat di Kutai Lama yang meyakini bahwa asal muasal ke-Kutai-an berawal dari Kutai Lama. "Kutai itu menurut orang tua kampung disini ya ini sudah (Kutai Lama) bukan Muara Kaman" kata pak Haji Azis sambil ia menjelaskan keberadaan makam raja Aji Mahkota dan raja Aji Dilangga. Riwayat asal mula nama Kutai ini juga datang dari Muis salah satu tetua kampung di Kutai Lama yang menyebut bahwa konon, suatu saat ketika hendak memberi nama kampung Kutai ini,seorang warga yang diberi tugas dengan mengelilingi kampung ditemani sebuah sumpit, tiba-tiba orang itu melihat tupai di atas pohon petai lalui menyumpitnya. Setelah tupai itu terjatuh ia kemudian berpantun "Tupai di pohon petai jatoh ke kumpai". Dari pantun itulah munculnama Kutai. Riwayat ini sebetulnya ingin menjelaskan bahwa awal ditemukannya nama Kutai ada di Kutai Lama.

Jika di Kutai Lama banyak disebut-sebutsebagai tempat awal kedatangan Islam yang ditandai dengan Makam Tunggang Parangan sebagai pembawa misi Islam (Islamisasi), maka di Muara Kaman juga terdapat sebuah Makam yang dikenal di masyarakat setempat sebagai Syekh Al-Magribi yang mereka yakini sebagai pembawa Islam pertama kali di KalimantanTimur. Sayangnya di Makam Syekh Al-Magribi, saya hanya bisa membaca tulisan Arab "Sallallahu alaihi wasallam" di nisan kayu setinggi 60 cm itu. Selebihnya, tulisan pahat itu terabaikan karena tulisannya mulai kabur termakan zaman.

Tetapi yang menarik adalah di desa Kutai Lama, ada perbincangan tentang tafsir masa silam. Sebagaian mereka memaknai bahwa masa silam yang banyak dibicarakan itu disayangkan karena bukti-bukti peninggalan sejarahnya tidak ditemukan. Bukti yang ada hanya makam Tunggang Parangan dengan dua raja yang berhasil di Islamkannya, raja Aji Mahkota dan raja Aji Dilangga yang di kunjungi oleh ribuan peziarah setiap bulannya."Sejarah disini tidak jelas karena bukti-bukti peninggalannya tidak ditemukan",kata Syahrul salah seorang penduduk Kutai Lama. Ia lebih lanjut menjelaskan bahwa menurut tetua kampung Kutai Lama, apa yang disebut negeri Jahitan Layar yang disebut-sebut sebagai pusat kekuasaan, sama sekali tidak ada jejak peninggalan yang bisa membuktikan sebagai kerajaan. Konon kerajaan ini disembunyikan dengan maksud tertentu untuk menghindari serangan musuh. "Boleh juga area kerajaan ini tertimbun dan ditutupi oleh pasir karena bencana alam," lanjut Syahrul berusaha meyakinkan.

Untuk melihat lebih dekat bagaimana kondisi Jahitan Layar yang selalu disebut-sebut dalam sejarah mainstream itu, saya mengajak Syahrul ke lokasi yang diyakini sebagai Jahitan Layar. Ternyata wilayah itu adalah kawasan perbukitan pasir seluas 4 kali lapangan sepak bolayang sebagiannya gundul dan sebagian lainnya ditumbuhi pohon-pohon kecil setinggi 4-5 meter. Saat ini masyarakat setempat ada yang mencoba menanam karetdi areal tersebut. Di Jahitan Layar yang terletak 700 meter dari perkampungan Kutai Lama, saya hanya menemukan fosil kayu yang sudah membatu berdiameter 40cm dan panjang 8 meter. Sementara di depan bukit pasir itu terdapat tulisan di papan kecil seperti nama jalan. "Butuh pasir silahkan hubungi 0852..". Ya kawasan itu adalah tempat penambangan pasir yang biasa digunakan oleh penduduk desa.

Sejarah Gelap VS Sejarah Terang.
Sepulang dari bukit Jahitan Layar saya bertanya dalam hati. Apa sesungguhnya yang disebut sebagai "sejarah jelas"?. Apa itu tirai kegelapan?. Apakah sejarah selalu harus "jelas"?. Apakah salah jika sejarah itu kadang-kadang jelaskadang-kadang gelap?. Atau apakah tidak boleh andai kata saya menafsirkan dalam sejarah gelap ada terang dan dalam sejarah yang disebut sejarah terang ada gelap?.

Bagi Syahrul, jika ini pusat kerajaan maka mestinya ada yang membuktikannya. Begitu juga makam raja-raja sebelum raja Aji Mahkota yang tidak ditemukan rimbahnya. Pandangan lain juga datang dari Pikal salah seorang penduduk setempat yang menganggap bahwa masa silam KutaiLama tidak peduli apakah jelas atau tidak, itu juga terbukti dengan sikapnya yang acuh tak acuh dengan masa lalu di Kutai Lama. Meski demikian Pikal sendiri masih menjalani ritus ziarah makam kepara aulia yang mereka sebut makam keramat. Lain lagi dengan pandangan Iwan yang memadukan antara sejarah tulis dan sejarah yang turun-temurun (tutur). "Saya disamping membaca buku sejarah Kutai yang ditulis oleh para sejarawan,saya juga mempercayai dan mendengar cerita-cerita dari orang tua kampung disini," kata Iwan yang juga pemegan kunci Makam raja Aji Dilangga.

Boleh jadi pandangan Syahrul ini berkaitan dengan soal banyaknya penulis "sejarahKutai" yang menyebut-nyebut tentang masa gelap. Salah satunya Adib MA yang juga dosen STAIN Samarinda ini misalnyamenulis artikel sejarah Kutai di salah satu situs yang menganggap perlunya merekonstruksi sejarah Kutai karena adanya tabir kegelapan. Menurutnya analisis artefak belum dapat mengungkap tabir kegelapan itu. Sayang, Adib tidakmenyebut mengapa harus ada rekonstrusi? Untuk apa?. Apa keuntungan komunitasnya. Malahan ia hanya menyebut rekonstruksi untuk kepentingan melestarikan aspek sejarah dan budaya kesultanan Melayu di wilayah Nusantara. Saya khawatir rekonstruksi sejarah semacam itu hanya untuk diinvensidan dan dikomodifikasi untuk kepentingan kekuasaan. Terbukti ritus Erau yang belakangan terlaksana sudah dikomodifikasi yang konon tidak lagi "menguntungkan" pemeluknya.

Saya kira ada juga baiknya untuk merenungkan pendapat Edwar Said (1978) tentang cara kerja sejarah. Menurutnya cara melihat masa silam menentukan cara kita memperlakukan masa kini dan yang akan datang.Justru disinilah persoalannya, kita dapat menyaksikan dewasa ini bagaimana cara pemerintah dalam memperlakukan apa yang disebut "masa kini" yang selalu ingin membuat pariwisata budaya, dan sejarah dalam bentuk seperti Pulau Kumala yang dibanguni Lamin dan patung lembuswana ditambah dengan agenda lomba tari-tarian yang sama sekali sudah tidak lagi dibutuhkan oleh pemeluknya.

Bukankah perlakuan semacam itu karena"kekeliruan" dalam memandang "masa lalu". Bagi saya, sejarah bukanlah "barang baku" ia adalah teks masa silam yang senatiasa berubah-ubah. Tergantung bagaimana cara melihatnya. Melestarikan aspek sejarah dan budaya bisa terjebak pada romantisme masa silam yang hanya memandang masyarakatnya seperti museum. Padahal masyarakat punya tafsir sejarah yang dinamis dan berdialektika terus-menurus dengan zamannya. Masyarakat juga berubah-ubah termasuk dalam membaca masa silamnya.

Pada persoalan ini saya bukan mau mengatakan bahwa menyingkap tabir sejarah itu tidak penting. Tetapi mengkategorisasi sejarah gelap dan terang secara sederhana, itu yang tidak penting bagi saya. Menurut saya, kalau dianggap ada tabir kegelapan dalam sejarah Kutai maka mengapa tidak ditulis saja proses menjadi gelapnya sejarah Kutai itu?. Bahkan yang seringkali terabaikan dalam studi sejarah adalah bahwa kekuasaan senantiasa mengkonstruksi model sejarah yang akhirnya menjadi penyokong kekuasaan. Nah, disinilah persoalan kita saat ini mengenai "sejarahKutai". Karena ternyata sejarah Kutai masih didominasi sejarah kekuasaan dan penaklukan. sejarahyang tersimpan dalam ingatan orang-orang kecil selalu diabaikan bahkan dianggap bukan sejarah.Terlepas dari persoalan itu, saya mencoba menelusuri jejak yang tersimpan dalam kepala (ingatan) masyarakat Kutai Lama. Saya kemudian mulai melacak dari riwayat desa Kutai Lama.

Dalam pengetahuan Muis yang sekarang pemegang kunci makam raja Mahkota bahwa diyakini ada suatu masa setelah zaman para raja Kutai berkuasa di Jahitan Layar (Kutai Lama) pindah ke Jembayan dan Tenggarong, Kutai Lama ini sudah tidak lagi berpenghuni. Itu dibuktikan dengan pengakuan Muis bahwa yang membuka pertama hutan rimba di Kutai Lama ini ada 4 orang. Mereka berasal dari Sungai Meriam yang meminta izin kepada Sultan Kutai di Tenggarong untuk membuka lahan perkebunan di Kutai Lama yang dulu disebut Jahitan Layar atau Tepian Batu.

Berbekal izin dari Sultan Muhammad Parikesit, H. Japri, Arsa Jaya, Paman Tungku dan seorang lagi tidak diingatnamanya, mengelola Kutai Lama ini untuk kepentingan perkebunan dan pemukiman. Lambat laun setelah empat orang ini membuka lahan di Kutai Lama secara berangsur-angsur banyak masyarakat datang untuk bermukim di Kutai Lama yang saat ini dihuni oleh campuran Bugis dan Koetai. "Setelah ditinggal para raja,kampung ini berubah menjadi hutan. Makanya orang takut membuka kampung ini, selain pohonnya besar-besar juga tempat ini (Kutai Lama) dianggap keramat dan penuh misteri. Nah kakek sayalah yang memulai membuka kembali," kata Muis Yang juga penjaga makam Raja Aji Mahkota dan Raja Aji Dilangga.

Dalam amatan saya di beberapa sejarah tulis Kutai, ternyata dari dokumen-dokumen sejarah itu hanya membincang sejarah tahun (waktu sekuler) berikut aktor-aktornya.Saya tidak menemukan bagaimana setting sosial dan laku budaya lokal (perjumpaan kebudayaan) ketika raja membangun tahta kerajaan Kutai Kertanegara. Begitu pula sejarah di saat Tunggang Parangan datang untuk mengislamkan raja Mahkota yang hanya memuat adu kesaktian dua pembesar itu yang selalu dimenangkan olehTunggang Parangan.

Untuk sementara abaikan saja dulu perbincangan soal masa silam yang "kusut" itu . Yang pasti masyarakat Kutai Lama yang mayoritas bekerja di tambak muara Mahakam ini tengah menggelisahkan tentang mata air dibalik bukit Jahitan Layar. "Saya menghawatirkan mata air yang sudah menghidupi dan mengaliri sekitar 700-an rumah di Kutai Lama selama bertahun-tahun akan mati seperti di wilayah lain,gara-gara aktivitas pertambangan. Kalau terus-terus digali dan dikerumuni kampung ini oleh perusahaan batubara lama-lama bencana akan datang juga," tutur Syahril yang dibenarkanoleh Pikal yang juga generasi muda Kutai Lama.

Dalam kepungan Tambang
Kutai Lama di samping memendam sejarah masa silam yang penuh dengan pesona, ternyata juga tersimpan dalam perut buminya batubara dan gas alam yang menggiurkan bagi pemburu fosil yang tak terbarukan ini.

Tak heran jika kampung ini tengah dikepung oleh aktivitas pertambangan baik minyak maupun batubara. Misalnya disebelah Utara Barat dan Selatan ada perusahaan Tambang batubara PT.Kartanegara Perkasa, PT, Sinar Kumala Naga. Dan perusahaan sub kontraktor tambang seperti PT. Petrona, PT. Areda, Koperasi Pangkalan Jaya, PT,Borneo Raja Kutai dan PT, Subur Makmur. Sementara di sisi Barat dan Timur terdapat perusahaan Migas Medco Energi, Vico (Virginia Indonesia Company). Di tengah-tengah terdapat makam raja Kutai Yang pertama masuk Islam yang berdekatan dengan makam Pembawa Islam Pertama di Tanah Borneo Timur. Kutai Lama yang amat penting dalam sejarah Borneo kini mengalami krisis ekologi akibat ancaman aktivitas tambang.

Abdallah Naem
Awal Ramadhan 1431 H.
di tepi danau Maninjau

Siasat Tradisi dalam Tarian Lung Anai

Rabu, 03 Agustus 2011 0 komentar

Di kala Senja jatuh menghampiri malam di musim panen, pada Mei 2009, penduduk Dayak Kenyah, desa Lung Anai kecamatan Loa Kulu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur dari berbagai tingkatan umur terlihat berkerumun di balai (lamin) desa tempat digelarnya hajatan besar setelah pulahan tahun mereka tinggalkan.

Suara sampeq (music tradisi) Kenyah terus berbunyi di Lamin desa mengiringi para penari sebagai bentuk kesyukuran kepada yang kuasa. Sore ini mereka sedang latihan menari untuk acara adat Umand Undrat (makan beras baru) atau upacara panen padi ladang pada esok harinya.

Latihan di sore itu ditutup dengan tarian Hudoq (Topeng) sebuah persembahan kepada para dewa untuk mengusir hama dan roh-roh yang mengganggu mereka selama proses di ladang-ladang pertanian. Itu salah satu makna awal tarian hudoq sebagaimana yang dituliskan dalam synopsis panitia yang akan dibacakan mengiri tarian topeng dayak tersebut. Tapi makna itu hanya untuk mengenang tarian di masa silam. Saat ini mereka tentu tidak lagi meyakini makna itu setelah konsepsi agama Bungan Malan Pesulung Luang (Tuhan yang Kuasa) dan yang bertalian dengan Bali padi (dewi padi) sudah lama tiada. Sekarang Doa berganti dipanjatkan kepada Tuhan Yesus karena sudah menganut protestan. Begitu kata kepala adatnya.

Menarik mengamati sesi latihan manari orang Kenyah ini, bukan hanya pada tarian gadis-gadisnya yang mencengangkan terutama tarian datun julud (massalnya) , tetapi juga, ternyata menjadi hal baru dalam siklus kehidupan mereka. Dahulu upacara tanpa harus latihan sebelumnya. Menurut mereka perubahan tradisi ini karena upacara kali ini akan dihadiri oleh rombongan pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara.

Hampir semua penduduk kampung Long Anai sebanyak 475 orang turut ambil bagian dalam latihan tersebut. ada yang menari, memainkan music (sampeq) dan seorang diantara mereka mengatur bagaimana runutan upacara Uman Undrat berlangsung. “Tolong bapak ibu, besok tampil maksimal, anak-anak yang ditugaskan berdiri dipinggir jalan yang akan dilalui oleh bapak bupati supaya serius narinya tidak boleh main-main,” ujar Sidaris salah satu tetua adat setempat.

Di malam sebelum upacara, intensitas kesibukan seperti kaum perempuan yang memasak di balai desa terlihat meningkat. Beberapa tetua adat serius berbincang di ruang tengah. Sementara kepala desa juga memimpin di kantornya mengatur segala hal yang akan digunakan dalam upacara besok hari.

Saya ikut dalam persiapan di kantor desa terutama foto-foto kegiatan desa yang ditempel-tempel pada sebuah media yang berisi kegiatan di komunitas desa itu yang akan dipemerkan di balai adat . Mulai dari gambar pemukiman dan ladang mereka hingga foto tetua adat perempuan tua yang masih memelihara telinga panjang dan tato. Yang lucu dan manarik, kami yang berada di kantor desa itu dipersilahkan memberi masukan untuk memberi judul foto-foto tersebut. Foto nenek tua yang berkuping panjang dan bertato tersebut disepakati diberi judul “leluhur”. Penemuan nama ini memantik tawa dari semua yang hadir dalam ruang pertemuan desa. Saya pun larut dalam ngakak berjamaah tersebut, walau tidak terlalu tahu dimana letak lucunya. Penasaran, saya mulai mencari tahu dengan mengajak mereka ngobrol lebih jauh kenapa mereka anggap lucu. “Bertelinga panjang dan bertato itu kebiasaan nenek-nenek kami dahulu. Sekarang ini sudah tidak ada lagi kecuali beberapa tetua yang ada kampong kami ini ya salah satunya foto ini,” kata Lawing pemuda setempat tersenyum.

Saya langsung ingat riwayat mama Pirin yang dulu pernah memiliki kuping panjang, ia lalu memotongnya dengan alasan pergaulan sosial. Cerita tentang hal ini membuat kepala desa ikut berkomentar soal invensi penanda utama Ke-Dayak-an ini. “Sebaiknya generasi yang masih muda sekarang ini memanjangkan telinganya kembali. "Saya sendiri menganjurkan bagi anak perempuan saya, untuk memanjangkan telinga. Memelihara tradisi bisa menjadi penghasilan jika kelak tumbuh menjadi dewasa,” ujar pak desa. Tetapi keinginannya tidak serta merta dapat terwujud. Persoalannya istri pak desa sendiri justru tidak ingin jika anak perempuannya memanjangkan kupingnya seperti para leluhurnya. “Bisa tidak cantik nanti dia,” ujar ibu desa seperti yang ditirukan oleh pak desa. Persoalannya tidak sampai di situ, ternyata gadis-gadis Kenyah ingin membangitkan kembali hanya pada tari-tarian dan nyayian, soal berkuping panjang nanti dulu. “itu khan bisa diganti dengan plastik ketika kami tampil menari, tidak harus memanjangkan seperti orang-orang dulu,” ujar Yurni.


Hajatan Umand undrat ini menjadi bagian dari program desa budaya yang telah disematkan bagi desa Lung Anai. Tujuanya adalah menghadirkan kembali tradisi masa silam yang mulai terkubur zaman dengan kemasan pariwisata agar masyarkat setempat mendapat penghasilan tambahan, sekaligus mendulang pundi-pundi APBD bagi Kutai Kartanegara. Begitu yang sering diungkapkan oleh pejabat kabupaten setempat setiap mereka berkunjung ke desa ini. Tetapi sebenarnya masyarakat Dayak Lung Anai tidaklah terlalu berharap desa mereka benar-benar menjadi tujuan pariwisata. Diantara harapan mereka adalah ladang-ladangnya tidak dikeruk untuk pertambangan batu bara seperti desa-desa lainya dan sebaliknya mendapat pengakuan dan perlindungan dari pemerintah setempat. Semoga.

Abdullah Naem

MARZUKI ALAY

Senin, 01 Agustus 2011 0 komentar


Doktor Marketing Politic yang gemar melontarkan pernyataan kontroversial.

Dunia pemasaran memang penuh warna sebab disana bercokol para kreator yang melahirkan cara atau strategi baru untuk membuat produk yang akan mereka pasarkan menjadi dikenal. Sesuatu dikemas dengan tujuan untuk menarik mata, telinga dan hati konsumen agar kemudian jatuh cinta dan membelinya. Kita masih ingat ada seorang pemasar yang mengemparkan karena mengirimkan peti mati kecil ke berbagai media dan pengusaha besar. Pemasar itu tidak memakai cara konvensional dengan harapan cara yang dia pakai akan menjadi bahan perbincangan. Sehingga strategi pemasaran “mouth to mouth” yang dia yakini akan terjadi. Dan benar saja nama dan cara yang dipakai jadi perbincangan, tapi tidak semua mampu menerima cara yang dipilihnya sehingga sang pemasar akhirnya harus berurusan dengan polisi.

Marzuki Alie, mantan Sekjen Partai Demokrat yang kini adalah ketua DPR RI, dengan latar belakang keilmuan marketing politik ternyata juga gemar mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang bertujuan memancing perbincangan dalam masyarakat luas. Polemik rupanya dipandang sebagai cara “memasarkan diri” yang terbaik olehnya. Pada 26 Oktober 2009, dia menyatakan mendukung rencana SBY untuk menaikkan gaji para menteri. Sebuah dukungan yang dipandang tidak sensitif terhadap rakyat banyak yang pendapatan tidak pernah naik atau bahkan cenderung menurun dari waktu ke waktu. Marzuki Alie juga menjadi bahan kecaman dari hampir sebagian besar anggota DPR RI kala secara sepiak menghentikan Sidang Paripurna DPR RI soal rekomandasi terhadap pansus Century.

Marzuki Alie memang gemar berceloteh seenaknya. Salah satunya adalah ketika dia mengomentari bencana tsunami yang melanda Mentawai. Marzuki menyalahkan masyarakat karena mereka gemar tinggal di pinggiran pantai. Marzuki menasehati warga agar pindah ke daratan yang lebih tinggi. Dan ketika hampir semua alat kelengkapan DPR RI membatalkan kunjungan ke luar negeri sebagai bagian dari simpati dan empati para korban bencana, ternyata Marzuki Alie diam-diam tetap melanjutkan kunjungan ke Syria.

Soal pembangunan gedung DPR RI, Marzuki Alie juga banyak disorot karena kengototannya untuk terus melanjutkan pembangunannya dengan berbagai alasan. Dalam soal pembangunan gedung DPR RI, Marzuki sempat berseteru dengan Fadli Zon, Wakil Ketua Partai Gerindra. Belum juga reda soal ini, tiba-tiba saja Marzuki mempersoalkan badan PBB, yang dianggap sebagai LSM atas keberadaaannya di lingkungan gedung DPR RI.

Polah Marzuki tentu saja menjadi bahan perbincangan di berbagai media sosial terutama di twitter. Dan Marzuki mulai mempersoalkan account-account anonim di twitter. Salah satu yang bikin berang dirinya adalah account atas nama Benny_israel dan kemudian melaporkannya pada polisi. Dan seolah menemukan momentum “balas dendam” atas serangan publik pada rencana pembangunan gedung DPR RI, Marzuki balik menuduh adanya pengelembungan dana dalam rencana pembangunan gedung DPD di 33 propinsi.

Dan beberapa hari menjelang bulan puasa, tepatnya pada tanggal 29 Juli 2011 kembali Marzuki melontarkan pernyataan kontroversial. Intinya Marzuki mengatakan bahwa KPK tidak berprestasi, membiarkan dirinya digoda suap oleh karena itu sebaiknya dibubarkan saja. Himbauan untuk membubarkan KPK (atau lembaga lain) tentu saja bukan hal yang istimewa. Namun menjadi kurang elok apabila dilakukan oleh seorang yang memimpin lembaga tinggi negara, yang seharusnya mendukung upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Apalagi jika dia berasal dari partai yang berkuasa dan getol memproklamirkan diri sebagai yang terdepan dalam pemberantasan korupsi.

Seperti biasa Marzuki selalu berkilah, entah dengan mengatakan bahwa awak media tidak tahu konteks dalam mengutip ucapannya, atau kemudian dia juga menyalahkan para pengkritiknya. Kilah yang menunjukkan bahwa Marzuki tidak memahami dirinya sendiri. Bahwa kebebasan berpendapat di negeri ini dijamin, tetapi pendapat seseorang yang merupakan sumber berita (news maker) tentu tak bisa begitu saja disamakan dengan pendapat orang biasa. Dan Marzuki tidak menyadari kalau dia adalah pimpinan lembaga tertinggi negera dan juga elit dari sebuah partai yang kini tengah didera permasalahan korupsi.

Tafsir terhadap pernyataan Marzuki yang paling berat adalah Partai Demokrat melalui dirinya berupaya melemahkan KPK agar tidak berhasil membawa pulang Nazaruddin dan kemudian melakukan penyelidikan serta penyidikan atas dirinya. Patut diduga bahwa Nazaruddin mempunyai banyak informasi yang bakal membuat partai demokrat babak belur karena anggotanya bakal terseret masalah korupsi atau terbukti melakukan praktek politik yang tidak bersih. Dan terbukti Marzuki telah berkali-kali menyediakan diri menjadi bemper terdepan dalam upaya mengalihkan isu atau sorotan atas Partai Demokrat. Marzuki rela melakukan tindakan konyol hanya demi mengalihkan isu agar demokrat tidak terus menerus disorot, penghentian sidang paripurna pansus century tanpa konsultasi dengan pimpinan lainnya adalah salah satu contoh aksi konyolnya.

Kasus Nazaruddin memang membuat Partai Demokrat pontang-panting dan kesulitan untuk mencari jalan berkelit. Agar fokus serangan Nazaruddin ke Partai Demokrat menjadi berpendar maka perlu dicari jalan lain. Marzuki memakai teknik “pukul lebih dahulu sebelum tinju lawan mendarat”, maka KPK tentu saja sasaran yang empuk baginya. Toh, Nazaruddin lewat berita-berita yang dikirimkannya (yang tentu dibantah oleh partai demokrat) berkali-kali menyebut bahwa oknum KPK tidak bersih. Pertanyaannya kenapa Marzuki percaya pada kata-kata Nazaruddin tentang KPK, sementara sederet informasi lain menyangkut orang-orang demokrat tidak dipercayainya.

Sebagai doktor marketing politik, Marzuki tentu tahu bahwa cara yang dipakainya adalah model berkelit yang kuno dan ketinggalan jaman. Tak perlu belajar sampai tingkatan doktoral kalau hanya sekedar ingin bisa melontarkan bubarkan ini dan itu. Bahkan hanya bermodal rajin berkumpul di warung kopi tiap malam, niscaya cara ngeles-nya bakal lebih cerdas. Marzuki Alie… lebih baik ganti saja namamu menjadi Marzuki Alay.

Batu Lumpang, 1 Agustus 2011
Salam Alay
@yustinus_esha

NEGERI PARA PENIPU

0 komentar

Apa yang muncul dalam benak kita saat mendengar bupati, gubernur atau presiden mengatakan bahwa mereka akan menjadi yang terdepan dalam pemberantasan korupsi?. Kalau kita merupakan jenis manusia penjilat pantat tentu akan mengatakan “Luar biasa, mereka adalah pemimpin yang amanah”. Sebagian besar yang lainnya pasti tak peduli, bupati, gubernur atau presiden mengatakan janji apapun meski kata-katanya setinggi langit. Bagi mereka yang penting para pemimpin tidak mengatakan bahwa hari ini atau beberapa hari ke depan akan ada kenaikan harga BBM, tarif listrik atau angkutan, harga dasar sembako, karena alasan ini dan itu. Lalu ada sebagian kecil lainnya yang kritis, bahkan cenderung pesimis atau malah apatis. “Mulut doang, nggak ngefek”, gumannya dalam hati. Dan tentu saja ketidakpercayaan semacam itu sah saja, sebab terlalu sering para pemimpin menyatakan (janji) untuk memerangi ini dan itu, tapi kenyataannya justru semakin parah.

Bahwa para pemimpin dan pejabat negeri menyatakan akan menjadi yang terdepan dalam pemberantasan korupsi adalah hal yang biasa atau semestinya. Sebab semua itu entah tersirat atau tersurat telah mereka nyatakan dalam sumpah jabatan. Semua pemimpin dan pejabat negeri ini sebelum menduduki kursi empuknya telah mengangkat sumpah, sumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa. Dan dalam sehari ada berapa sumpah atas nama Tuhan YME diucapkan penuh haru dengan tangan kanan menyentuh kitab suci sementara tangan kiri memegang ujung bendera merah putih?. Mungkin ada puluhan atau bahkan ratusan sumpah, tapi jumlah yang melanggar sumpah itu juga sama banyaknya. Terbukti para pejabat dan pemimpin negeri ini tak bergegas membuktikan sumpahnya yang seakan-akan menyatakan “berani mati” untuk rakyat dan negeri ini.

Mereka yang bersumpah untuk mengabdi kepada rakyat dan bangsa ini, bergegas saat membahas tunjangan atau kenaikan upah untuk diri mereka sendiri. Tapi jika dimaksudkan untuk berhubungan dengan masyarakat banyak, pembahasannya bisa berlarat-larat. Sampai sekarang sistem jaminan sosial dan kesehatan untuk masyarakat banyak misalnya tidak selesai-selesai. Kalaupun ada daerah yang berinisiatif umumnya dilakukan saat-saat menjelang akhir pemerintahan dan masa awal untuk mencalonkan kembali.

Jadi apa sesungguhnya arti sumpah jabatan bagi para pejabat negeri ini, bukankah saat mengucapkannya banyak yang matanya berkaca-kaca. Sumpah hanya bekerja saat diucapkan setelah itu tak ada jaminan bahwa yang mengucapkannya ingat bahwa pernah bersumpah atau berjanji untuk mengabdi pada negeri ini dan rakyatnya dengan melupakan dirinya sendiri. Apa yang sesungguhnya dipikirkan oleh seseorang begitu menduduki jabatan tertentu. Yang pertama tentu saja bersyukur dan merasa bahagia atas “amanah” yang diterima olehnya. Berikutnya tentu saja mulai harus berpikir bagaimana mempertahankan dan mengefektifkan jabatannya.

Soal mempertahankan ini penting sebab ada banyak orang lain yang antri untuk menduduki dan mengincar kursi jabatan yang sama. Tapi mempertahankan bisa berarti juga tetap menjaga adanya dukungan untuk dirinya. Hampir tidak ada lagi jabatan di negeri ini yang tidak membutuhkan dukungan dari pihak lain. Pihak-pihak yang setiap saat bisa menganggu apabila tidak “dilayani” kepentingannya. Maka setiap pejabat atau petinggi harus memikirkan “kontribusi” apa yang bisa diberikan olehnya kepada para pendukungnya. Dan ongkos untuk bisa menjaga dukungan seperti ini jelas tidak murah dan tidak mudah untuk dilakukan tanpa melanggar sumpah jabatan.

Amanah jabatan bukanlah jenis pemberian seumur hidup, maka berlaku rumus “manfaatkan semaksimal mungkin selagi masih menjabat” atau “jangan tunggu sampai hari esok kalau hari ini bisa dilakukan”. Maka mengefektifkan jabatan berarti memanfaatkan waktu yang ada untuk mengembalikan apa yang telah dikeluarkan dan kembali menebalkan kantong simpanan untuk tabungan hari depan atau modal merebut kembali jabatan pada periode berikutnya. Persoalannya yang mesti diurusi kantongnya bukan hanya dirinya sendiri, ada banyak gerombolan lain yang juga harus diperhatikan kalau tak ingin dapat persoalan. Dan sekali lagi semua itu tak akan bakal terlaksana tanpa melanggar sumpah jabatan.

Lalu untuk apa sumpah jabatan kalau begitu?. Sumpah jabatan tentu saja penting dalam tata cara penetapan kala menduduki kedudukan atau jabatan tertentu. Sebab tanpa mengucapkan dan menandatangani sumpah, maka seseorang tidak akan sah dan halal untuk menyandang jabatan atau kedudukan yang diamanahkan kepadanya. Namun setelah selesai mengucapkan sumpah itu, tak ada satupun yang bisa menagihnya selain Allah Yang Maha Esa. Tanpa bukti yang sah dihadapan hukum, masyarakat atau aparat yang berhak tak akan dapat menyatakan seseorang melanggar sumpah jabatannya. Sialnya banyak sekali pelanggaran sumpah jabatan tak bisa dibuktikan di hadapan hukum positif, entah karena sudah direkayasa atau karena saking ahlinya si pejabat sehingga pelanggaran sumpahnya tak kentara.

Apakah dengan demikian sumpah yang diucapkan adalah sumpah palsu?. Tentu saja tidak, sebab semua yang mengucapkan selalu bersungguh-sungguh. Namun andai setelah itu mereka berbuat seolah-olah Allah Yang Maha Tahu tidak ada, itu adalah persoalan lain. Sebab selalu mungkin, saat mau menduduki suatu jabatan seseorang sungguh ingin mengabdi, tapi esok hari bisa jadi dia berubah menjadi seorang penipu. Dan karena kebanyakan hal demikian yang terjadi di negeri ini, maka pantaslah jika dikatakan negeri ini adalah negeri para penipu.

Batu Lumpang, 1 Juli 2011
Salam Tipu_Tipu
@yustinus_esha

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum