• Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

MAFIA MELAYU

Jumat, 15 Juli 2011 0 komentar

Mafia lahir di Italia kemudian tersohor lewat film-film Amerika (Hollywood) dan anehnya menjadi istilah serta praktek perilaku yang amat biasa di Indonesia. Saking merajalelanya paktek ala mafioso, Presiden Indonesia bahkan sampai membentuk satgas yang bertujuan untuk memberangus “Mafia Peradilan/hukum”. Kenapa disebut pula mafia, bukan begal, garong atau preman?. Tentu saja karena lagak lagunya memang mirip sebagaimana digambarkan oleh film-film. Mereka melakukan kegiatan kotor (hitam atau haram) namun tetap bersih dan rapi, memadukan antara gertakan dan suap (termasuk bagi-bagi uang yang biasa disebut deposit). Mempunyai jaringan yang dalam di birokrasi dan kekuatan politik lainnya. Jaringan itu menyusup sampai ke tulang sumsum institusi penegakan hukum mulai dari kepolisian, kejaksaan sampai kehakiman.
Rekaman yang dibuka berkaitan dengan kasus PT. Massaro menunjukkan bahwa Anggodo dengan mudah menyebut-nyebut “orang tertentu’ di berbagai institusi hukum. Mereka yang disebut-sebut itu nampak punya hubungan dekat, sehingga Anggodo pun sampai tahu apa kesukaannya. Para mafioso memang terbiasa membangun hubungan dengan orang-orang yang ke depan dipandang akan punya kedudukan potensial. Mereka ini bisa mulai didekati atau bahkan dipelihara sejak menempuh pendidikan atau kala masih berpangkat rendah. Maka tak heran ada istilah “Kapolda Swasta” dan orang yang dicap itu adalah pengusaha besar namun doyan judi. Disebut “Kapolda Swasta” karena konon siapa yang hendak menjadi Kapolda di daerahnya harus berkenan kepadanya, jika tidak maka tak lama pasti akan hengkang dari sana.
Kita juga pernah dikejutkan oleh temuan fasilitas di rumah tahanan yang diusahakan sendiri oleh Artalita Suryani, yang adalah seorang pengusaha tapi ditangkap karena kasus suap. Pengusaha yang dikenal punya jaringan yang luas di kalangan pejabat baik pemerintah maupun partai ini ternyata bermewah-mewah dalam penjara. Dia mampu menyulap fasilitas penjara bukan hanya untuk kamar tidurnya saja melainkan juga ruang perawatan tubuh dan tempat bermain untuk cucunya. Konon Artalita kerap juga menganti menu makanan di penjara dengan uang pribadinya. Tak heran jika dia bukan hanya dicintai oleh petugas penjara melainkan juga oleh sesama tahanan lainnya. Artalita kemudian dipindahkan ke tempat tahanan yang lain, namun tak lama kemudian karena kelakuan baiknya, dia dibebaskan. Ketika sampai di daerah asalnya, kedatangannya disambut dengan sebuah syukuran dan tak lupa pemimpin daerahnya berharap Artalita untuk berinvestasi di kampung halamannya sendiri.
Kehebohan terus berlanjut saat terbongkar kasus yang dilakukan oleh Gayus Tambunan. Pegawai biasa di departemen keuangan tapi mempunyai kekayaan yang maha dahsyat. Soal orang kaya tentu tak bisa dilarang tapi tak masuk akal kalau Gayus sampai mempunyai kekayaan sebesar itu. Dan dengan kekayaan yang maha besar itu, dia terus bisa melenggang kesana-kemari meskipun semua mata bangsa ini tengah memelototi kasusnya. Bayangkan ketika dia tengah menjadi “selebritas” nomor satu di Indonesia dan ditahan di tempat penahanan paling disiplin, toh masih bisa merayu para petugasnya untuk meloloskan dirinya pergi “refreshing”. Kekuatan apa yang membuat dirinya mampu membuat orang lain mempertaruhkan kedudukan dan masa depan diri serta keluarganya.
Berkali-kali KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) menangkap tangan entah birokrat, politisi atau penegak hukum yang menerima suap. Dari penangkapan ini terlihat bahwa gurita para mafia telah mencengkeram erat. Aksi para mafia tidak selalu bernuansa ekonomi belaka melainkan sudah masuk ke wilayah pengaruh politik atau kedudukan. Mereka seolah-olah bisa mendudukkan orang dalam kedudukan ini atau itu. Begitu pula sebaliknya, bisa menyingkirkan orang dari kedudukannya apabila tidak lagi diinginkan.
Muda, ganteng, tajir dan memiliki berbagai badan usaha yang legal, Nazaruddin mantan bendahara partai Demokrat layak menjadi tipikal mafioso lokal Indonesia. Karir politiknya begitu cepat, namanya dikaitkan dan dekat baik dengan para pembesar negeri maupun penguasa ekonomi. Ketika tersandung sebuah masalah dengan cepat dia mengatisipasi langkah penegak hukum untuk menangkapnya. Dari tempat persembunyiannya dia terus memasok berbagai informasi tentang kasus yang membelit dirinya.
Nazar dengan gencar membeber fakta aliran-aliran uang dari berbagai proyek besar entah berupa succses fee, uang terimakasih, pembagian proyek dan lain-lain pada tokoh-tokoh penting di negeri ini. Dengan motif tidak mau menanggung salah sendiri, Nazar membuka kedok yang menunjukkan watak asli korupsi yaitu kolektifitas dalam melakukan penyelewengan (korupsi selalu berjamaah). Korupsi selalu terjadi dalam sebuah lingkaran, dimana didalamnya ada pengambil keputusan, penyedia jasa, perantara (pelobby) dan kelompok penekan (entah di birokrasi atau legislasi). Kesemuanya itu dijalankan atau disembunyikan dibalik kendaraan partai politik.
“Nazar punya orang di KPK, sehingga dia tahu bahwa ada usaha-usaha dari berbagai kelompok untuk menjerat dirinya sendirian”, begitu ujaran dari “sahabat” Nazar. Lagi-lagi pernyataan ini menunjukkan bahwa Nazar memang layak disebut sebagai mafioso, karena mempunyai ‘orang-orang’ di pelbagai lembaga yang berkaitan dengan penegakan hukum. Dengan demikian Nazar selalu mendapat informasi dari dalam yang membuatnya cepat mengambil langkah berkelit dari pemeriksaan atau penangkapan.
Nazar, tetaplah bersembunyi dan teruslah berkicau. Tak penting apakah yang dinyatakan itu benar atau salah. Namun yang pasti substansi dari segenap kicauannya akan membuka tabir yang selama ini disembunyikan bahwa segenap institusi penting di negeri ini diliputi oleh persengkongkolan busuk. Busuk bukan karena memperkaya diri sendiri tetapi juga untuk mendudukkan diri agar tetap berada dalam lingkaran kekuasaan, sembari mempengaruhi kanan-kiri agar ikut membusuk. Busuk ketemu busuk hasilnya justru “wangi’. Wangi karena mendapat kedudukan tinggi, penting di mata masyarakat dan gemar mengatakan “kami berbakti untuk negeri”.
Seorang teman gemar mengutip kata asing “garbage in, garbage out”. Sebuah sistem politik dan kenegaraan yang dibangun dari “sampah” pasti akan menghasilkan “sampah” pula. Dan segera setelah menyebut kata itu, dia selalu tertawa sambil berkata “itulah negeri kita, Indonesia”.

WAWANCARA : Bukan CNN (Cuma Nanya Nanya)

0 komentar

Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebuah kejadian maka dia bisa mengunduh fakta melalui dirinya sendiri. Tetapi fakta selalu berdimensi banyak dan tidak tunggal maka memperkaya fakta melalui subyek atau tokoh lain perlu untuk dilakukan. Jalan untuk mengumpulkan informasi atau bahan pemberitaan ditempuh melalui wawancara. Tidak semua subyek mau diwawancarai, kalaupun mau belum tentu memberikan informasi yang kita perlukan. Oleh karenanya diperlukan penguasaan teknik wawancara agar subyek, tokoh atau narasumber mau berbicara.

Ketrampilan wawancara sebagaimana ditunjukkan dalam media televisi dan radio bahkan menjadi mata program atau acara sendiri. Pembawa acara (host) yang menguasai teknik wawancara dengan baik mampu menghadirkan “tontonan” yang menarik dan disukai oleh penonton atau pendengar. “Oprah Wimprey Show” adalah salah satu yang sangat terkenal di dunia. Kick Andy, Just Alvin, Satu Jam Bersama Tokoh dan lain-lain adalah beberapa acara yang berbasis wawancara di televisi Indonesia. Host yang kuat, mengajukan pertanyaan yang tepat, menggali lebih dalam membuat wawancara (Talk show) menjadi memikat untuk ditonton karena banyak informasi baru akan disampaikan oleh narasumbernya.

Pertunjukan model “Talk Show” ini bahkan kini sudah merambah dalam program-program off air. Berbagai diskusi atau sessi edukasi publik kini banyak disajikan dalam model talkshow atau memakai teknik wawancara untuk menggali informasi dari narasumbernya. Jika kita rajin menyaksikan semua tontonan itu, aka terlihat bahwa setiap host (pewawancara) mempunyai style tersendiri dalam mengajukan pertanyaan dan melakukan pendalaman atas apa yang disampaikan narasumber. Dan memang benar sebab dalam sebuah sessi wawancara, seorang pemburu informasi harus mampu berhadapan dengan sesuatu yang dinamis, suasana yang tidak terduga. Maka seorang pewawancara mesti bersikap fleksibel.

Kenapa diperlukan sebuah wawancara
Berita, ketika disampaikan (dipublikasikan) ke publik harus memenuhi unsur keberimbangan. Jadi siapapun yang hendak mempublikasikan sebuah berita ke wilayah publik harus bertanggungjawab untuk menjaganya. Keberimbangan ini hanya akan terbangun apabila kita menuliskan berita yang disusun atas dasar informasi dari berbagai sumber. Dan wawancara adalah jalan satu-satunya untuk melakukan hal itu.

Dengan perkembangan teknologi sekarang ini, maka wawancara tidak selalu harus dilakukan dalam bentuk face to face (tatap muka). Dengan bantuan berbagai alat komunikasi, kini wawancara bisa dilakukan melalui telepon, instan messenger (sms, bbm, ym dll), email (wawancara tertulis), chat box atau bahkan melalui video calling (misalnya skype). Pendek kata banyak jalan untuk melakukan wawancara.

Penulis berita bukanlah orang yang maha tahu, maka setelah memproyeksikan berita yang hendak ditulis langkah berikutnya adalah mengumpulkan data atau informasi dari sumber berita. Dalam sebuah proyeksi biasanya diperbincangkan tema atau pokok yang hendak ditulis, tujuannya untuk apa, point-point apa yang hendak diangkat (fokus) dan siapa narasumbernya. Kedudukan narasumber dalam penulisan berita sangat penting, sebab dia terkait dengan substansi pemberitaan. Pemilihan narasumber yang tidak tepat, penggalian informasi yang kurang atau gagal membuatnya bicara, akan membuat berita yang ditulis menjadi tidak kredibel, validitas dan akurasinya dipertanyakan. Berita bukanlah rangkaian opini (pemikiran) dari penulisnya melainkan kumpulan fakta-fakta (data dan informasi) dari narasumber yang diorganisasi dengan tujuan tertentu oleh penulisnya.

Proses dan Tahapan Wawancara

Persiapan
Ketika tema atau fokus penulisan sudah ditentukan, maka berikutnya adalah menentukan siapa yang hendak diwawancarai. Penentuan menyangkut siapa yang hendak diwawancarai mesti disesuaikan dengan tujuan dari penulisan. Jika kita ingin memaparkan sebuah peristiwa atau kejadian, maka akan mencari orang yang terlibat langsung dalam peristiwa itu, orang yang terkena dampak peristiwa dan saksi mata. Sebaliknya kalau kita ingin mencari tahu siapa yang bertanggungjawab atas sebuah kejadian, maka kita akan mewawancarai pihak penyelidik, atau ahli pada bidang tersebut.

Ketika kita sudah mempunyai daftar narasumber, pertimbangkan kesulitan yang akan dihadapi dan bagaimana cara kita mengatasinya. Kemungkinan pertama adalah narasumber menolak untuk bicara dengan alasan tidak punya waktu. Ada juga narasumber yang tidak mau bicara karena takut atau segan untuk memberikan keterangan. Bisa juga narasumber tidak mau memberi keterangan karena merasa tidak tahu apa yang akan kita tanyakan. Dalam banyak hal, narasumber yang mempunyai kedudukan, upaya kita untuk menemuinya sering dihambat oleh birokrasi (sekretaris, humas, ajudan atau bahkan pengawal).

Semua kesulitan ini tentu harus diatasi agar kita mampu mendapatkan bahan untuk menghasilkan informasi yang benar. Kepada mereka yang mengatakan tidak punya waktu, kita bisa menanyakan kapan mereka mempunyai waktu luang, mintalah sedikit waktu, atau tawarkan bentuk wawancara lain, entah lewat telepon atau tertulis. Untuk mereka yang merasa enggan memberikan informasi, kita harus memahami perasaan itu sambil membesarkan hati mereka, mengatakan bahwa informasi dari mereka sungguh penting. Atau mungkin kita mengatakan pada mereka bahwa kita ingin bertemu, ngobrol atau cerita-cerita tentang topik tertentu. Soal birokrasi bisa diatasi dengan janji pertemuan, mengajukan surat permohonan resmi untuk bertemu, atau coba temui saat mereka melakukan kegiatan lain di luar kedinasan. Kita bisa meminta bantuan orang-orang yang mempunyai akses kepada mereka.

Sebelum melakukan wawancara, kita perlu mengenal orang yang hendak kita wawancarai. Kenali orang tersebut dari berbagai sumber, lakukan riset atau pengamatan kecil-kecilan sehingga kita tahu latarbelakangnya, hal ini akan membantu kita saat melakukan wawancara.

Ketika hendak menemui narasumber, selain peralatan untuk mencatat atau menyimpan informasi (recorder) kita harus membekali diri dengan daftar pertanyaan. Pertanyaan disusun tergantung kepada tujuan kita. Apakah wawancara untuk mendapat informasi yang faktual tentu saja mempunyi pertanyaan yang lebih banyak dan tajam dibanding dengan wawancara yang bertujuan untuk meminta konfirmasi atau reaksi orang terhadap peristiwa tertentu.

Wawancara
Setelah persiapan selesai, maka saatnya wawancara tiba. Sebelum menemui, pastikan kembali kesiapan narasumbernya. Buat janji yang pasti soal jam dan tempat untuk melakukan wawancara (pada wawancara tatap muka). Pastikan kita mempunyai peralatan yang memadai untuk mendukung wawancara (alat pencatat dan perekam). Jika diperlukan bawa juga alat pendukung tambahan yaitu kamera. Dan yang paling tidak boleh dilupakan adalah daftar pertanyaan.

Kebanyakan orang yang diwawancarai bukanlah sosok yang dikenal oleh pewawancaranya, selain itu banyak pula orang yang tidak mau “diberitakan” Maka agar wawancara berjalan efektif, diperlukan langkah-langkah berikut :
1. Buat janji dan tentukan tempat yang nyaman. Wawancara perlu direncanakan soal waktu dan tempat agar narasumber merasa nyaman. Tempat akan sangat mempengaruhi kondisi psikologis narasumber. Rasa tidak nyaman membuat aliran informasi dari narasumber menjadi tidak lancar. Minta narasumber untuk menentukan tempat atau beri tawaran padanya. Hindari tempat yang ramai atau gaduh, agar narasumber tidak terganggu konsentrasinya. Tempat umum juga kurang cocok untuk narasumber yang terkenal, sebab bisa saja orang yang kenal akan “nimbrung” menyapa atau mampir ngobrol sejenak.
2. Nyatakan tujuan wawancara. Setiap wawancara mempunyai tujuan yang beragam. Sampaikan hal-hal apa yang kita harapkan dari narasumber, entah itu berupa penjelasan, konfirmasi, latar sebuah pokok persoalan atau informasi yang lebih dalam tentang sesuatu hal. Penyampaian tujuan ini penting agar narasumber juga mempersiapkan diri dengan berbagai bahan yang menurutnya penting. Namun yang terpenting adalah agar wawancara tidak “melantur” kesana-kemari.
3. Fleksibel dan buat seperti percakapan. Sebelum wawancara kita mesti menyiapkan point-point yang hendak ditanyakan dalam wawancara untuk mencegah pokok tertentu dilewatkan atau lupa ditanyakan. Tapi wawancara bukanlah sekedar tanya jawab (kita bertanya, narasumber menjawab), melainkan sebuah perbincangan, seperti obrolan dua orang yang asyik membahas sesuatu hal. Wawancara yang berhasil adalah yang mengalir dan hidup dimana kita dan narasumber saling mengimbangi dalam membahas pokok tertentu. Dengan demikian meski kita telah menyiapkan point pertanyaan tertentu, jangan terlalu kaku atau terpaku dengannya. Jangan sampai “ketaatan” kita pada point-point pertanyaan membuat narasumber kehilangan nafsu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan kita.
4. Pertimbangkan peralatan bantu. Alat bantu standar adalah pencatat atau perekam, namun tetap diperlukan persiapan lain tergantung pada tujuan akhir dari produk wawancara kita. Informasi yang diperoleh akan dipublikasikan dalam bentuk apa?. Tulisan, suara atau gambar hidup (audio visual). Setiap model publikasi menuntut teknik wawancara yang berbeda karena aspek tertentu yang hendak ditonjolkan juga berbeda.
5. Sibuk sendiri. Seorang narasumber tentu ingin disimak dan dihargai, maka hindari kesibukan yang berlebihan. Persiapkan diri dengan benar agar kita tidak terganggu dengan alat yang kita pakai. Sikap berlebihan yang menganggu seperti asyik menulis yang dikatakan narasumber, apapun ditulis sehingga kita lupa menjaga kontak mata dan memperhatikan bahasa tubuh narasumber. Atau justru kita sibuk memotret sehingga membuat konsentrasi narasumber terganggu dan merasa tidak nyaman. Sikap yang berlebihan membuat kita nampak tidak profesional di hadapan narasumber, akibatnya dia bisa malas untuk meneruskan wawancara, menjawab sekenanya saja dan ingin wawancara segera berakhir.
6. Sesekali ajukan pertanyaan nakal dan usil. Pertanyaan yang datar akan membuat narasumber memberi jawaban-jawaban yang normatif. Padahal kita perlu jawaban-jawaban yang menarik, oleh sebab itu kita perlu memancing narasumber agar mengeluarkan atau menunjukkan sifat aslinya. Dengan demikian omongan yang keluar dari mulutnya bukanlah jawaban yang ditujukan untuk pecintraan diri (jaga image). Usahakan atau pancing agar narasumber mengatakan apa yang selama ini disimpan, opini pribadinya bukan jawaban karena kedudukan atau posisi yang harus dijaganya. Jawaban-jawaban “resmi” selalu bisa diduga dan tak akan menarik untuk khalayak. Kita perlu jawaban orisinil yang mewakili sisi “kemanusiaan” dari narasumber.
7. Pancing narasumber untuk menunjukkan kompetensinya. Umumnya narasumber akan bersemangat menjawab atau melayani wawancara, apabila diminta untuk menunjukkan kemampuan, pikiran atau gagasan yang berdasar pada keahliannya. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya mengeluarkan simpanan pengetahuan atau pengalamannya.
8. Jaga irama wawancara. Untuk wawancara yang mendalam, kita perlu menjaga irama wawancara. Semangat narasumber harus dipertahankan. Atur pertanyaan dengan baik, tempatkan pertanyaan yang mengugah, bawa narasumber pada masa-masa yang penting dalam hidupnya. Beri juga kesempatan hening atau jeda. Jangan cepat melontarkan pertanyaan kembali saat narasumber terdiam.
9. Kontrol atas tujuan kita. Pada saat tertentu jika kita merasa narasumber belum menjawab pertanyaan kita, atau jawabannya kurang dalam, ulangi kembali pertanyaan kita dengan kalimat yang berbeda. Pertanyaan berulang juga penting untuk menjaga konsistensi jawaban. Bisa jadi pada pertanyaan pertama dia menjawab A, lalu ketika diulang dengan kalimat berbeda dia akan menjawab B.
10. Hormati hak narasumber. Pada kasus atau jawaban tertentu sering kali narasumber mau memberikan informasi tapi tidak ingin dinyatakan sebagai narasumber. Hormati hal itu dan informasi yang diberikan olehnya tetap berguna sebagai latar penulisan. Pada persoalan yang bisa menimbulkan resiko baik fisik maupun psikologis, narasumber juga harus dilindungi. Ini penting agar niat baik kita tidak menimbulkan resiko untuk orang lain.
11. Basa-basi di awal dan akhir wawancara. Diawal wawancara, basi-basi adalah hal yang biasa, untuk menciptakan suasana akrab, memecahkan kebekuan atau tembok penghalang. Sementara di akhir wawancara, basa-basi juga penting. Terkadang justru setelah wawancara selesai, saat bersiap pulang (berpisah) lontaran pertanyaan tertentu akan membuat narasumber kembali mengungkapkan hal-hal yang penting secara bebas. Saat akhir wawancara bisa menjadi langkah awal untuk membina hubungan baik sehingga pada kesempatan berikut kita bisa lebih mudah jika ingin menemui dan mendapatkan informasi darinya.
12. Lengkapi data narasumber. Sebelum wawancara berakhir pastikan kita meminta narasumber untuk mengisi biodata lengkap. Biodata ini penting baik sebagai database narasumber juga sebagai sarana bagi kita untuk mengenalnya lebih dalam. Pada dasarnya narasumber akan senang jika kita mengetahui latarbelakangnya, tahu apa yang disenangi dan apa yang tidak dimauinya. Sebagai pewawancara kita perlu membangun “raport kepercayaan” di hadapan narasumber. Pewawancara yang sok menduga-nduga, pura-pura akrab atau menjilat akan mempunyai nilai negatif di hadapan narasumbernya.
Tujuh Jenis Pertanyaan
Edward Jay Friedlander, Harry Marsh dan Mike Masterson menuliskan panduan dalam Excellent in Reporting, 1987, tentang tujuh jenis pertanyaan yang biasa diajukan jurnalis dalam sessi wawancara:

1. Pertanyaan pembuka
Merupakan pertanyaan yang bertujuan mencairkan suasana sebelum masuk dalam bagian untuk mengorek informasi dari narasumber. Pertanyaan bisa seputar kecintaan atau hobby yang kelihatan.

“Kebanyakan koleksi perpustakaan Ibu buku-buku filsafat. Rupanya Ibu mencintai filsafat ya?. Siapa filsuf favoritnya?.”

2. Pertanyaan langsung
Pertanyaan ini diajukan setelah wawancara berkembang. Arahnya adalah langsung ke pokok persoalan.

“Bagaimana perkembangan realisasi pembangunan jalur kereta api, Pak?”

3. Pertanyaan tertutup
Pertanyaan jenis ini mengarah kepada detail layaknya sebuah interogasi.

“Berapa alokasi dana APBD yang telah terserap untuk pembangunan jalan tol?”

4. Pertanyaan menyelidik
Untuk mendapat alasan atau keterangan yang lebih dalam perlu pertanyaan menyelidik. Pertanyaan yang menuntut jawaban lebih spesifik.

“Mengapa alokasi anggaran sektor perhubungan tiga kali lipat dari anggaran pendidikan?”

5. Pertanyaan bipolar
Pertanyaan jenis ini ditujukan untuk dijawab “ya” atau “tidak”.

“Apakah status hukum Gubernur jadi diumumkan besok, Pak?”

6. Pertanyaan cermin
Untuk beberapa jawaban tertentu, perlu dilakukan pendalaman kembali, kita perlu menegaskan kepastian jawaban dari narasumber.

“Jadi lewat pembangunan tol, dermaga dan maskapai penerbangan, bapak hendak menyatakan bahwa propinsi Kaltim memprioritaskan sektor perhubungan daripada sektor pertanian?”

7. Pertanyaan Hipotetif atau Sugestif
Pada akhir wawancara, sering kali perlu diajukan pertanyaan spekulatif. Jika beruntung pertanyaan ini akan menghasilkan informasi yang mungkin tidak diduga sebelumnya.

“Apakah tidak pernah terlintas dalam benak bapak, untuk merealisasikan dulu pemenuhan anggaran 20% bagi sektor pendidikan dibandingkan dengan pembangunan jalan tol?”

Pada dasarnya keberhasilan sebuah wawancara akan tergantung pada pertanyaan yang kita kembangkan. Seorang penulis berita yang berhasil adalah seorang penanya yang baik. Pertanyaan yang jelas dan terarah akan membantu narasumber untuk membuka atau memberi informasi yang kita inginkan. Bisa jadi data dan informasi yang kita kumpulkan kurang memenuhi keinginan karena kita salah memberikan pertanyaan. “Belajar bertanya, bukan menjawab” begitu nasehat seorang filsuf. Itu artinya belajarlah terus menyusun pertanyaan yang baik untuk menuntun seseorang yang ditanya memberi jawaban terbaik.

Sukses Melakukan Wawancara
Untuk meningkatkan kemampuan wawancara dan menilai hasilnya, kita perlu rajin membaca transkrip dan mengevaluasi hasil wawancara. Hal ini penting untuk dilakukan agar kita mampu mengembangkan pertanyaan yang jitu dan menembus kebuntuan saat melakukan wawancara.

Selain terus belajar dan mengasah kemampuan, sebelum melakukan wawancara kita juga harus mempersiapkan diri dengan pemahaman dan penguasaan atas materi yang hendak kita bahas dalam wawancara. Tanpa pemahaman dan latar belakang yang cukup akan banyak topik yang terlewatkan atau bahkan narasumber enggan membeberkan persoalan secara dalam karena menganggap kita tidak paham.

Berikut catatan akhir yang penting untuk menunjang suksesnya sebuah sessi wawancara :
1. Selalu menggunakan kalimat tanya yang membuat narasumber memberikan jawaban yang obyektif.
2. Susun dan ungkapkan pertanyaan dengan kalimat yang ringkas dan mudah dimengerti.
3. Tanyakan kembali hal-hal yang belum jelas untuk kita mengerti.
4. Peka terhadap situasi, mengenali bahasa tubuh narasumber agar momentum pertanyaan kita pas. Menanyakan hal-hal yang tidak membuat dia menutup diri dan bertanya dengan gaya bahasa yang sesuai dengan suasana.
5. Hindari mengajukan pertayaan yang bernada menggurui atau menginterogasi seolah-olah narasumber adalah pesakitan.
6. Tunjukkan empaty kita pada wawancara yang menyangkut sisi kemanusian.
7. Pada pokok yang rumit, komplek atau sensitif, perlu dijelaskan lebih dahulu latar persoalan yang hendak kita pertanyakan.
8. Hindari pertanyaan yang bersifat mengadu domba.
9. Gugah kemampuan, daya nalar, ingatan dan perspektif narasumber.

Catatan ini bisa terus diperpanjang, namun semua itu tak akan menjadi sebuah jaminan sukses tidaknya sebuah wawancara jika tidak diimbangi oleh kemampuan untuk mengimplementasikannya. Akhirnya diluar semua yang telah dituliskan diatas, jangan sekali-kali mendatangi narasumber dengan tangan dan kepala yang kosong.

MENULIS PROFIL

0 komentar

Kenapa infotainment begitu disukai?. Apakah benar seperti yang ditenggarai oleh MUI bahwa kita gemar membicarakan keburukan atau aib orang lain?. Sebenarnya tidak, sebab infotainment tidak selalu memberitakan tentang skandal atau keburukan dari subyek beritanya. Kenapa infotainment disukai, itu karena infotaintmen membicarakan ‘orang atau seseorang’. Mengungkap apa yang belum diketahui oleh orang banyak tentang seseorang (subyek). Para produser infotainment tahu persis bahwa pada galibnya manusia itu senang mengetahui perihal orang lain, kehidupan orang lain.
Tulisan yang mengungkap hal ihwal seseorang sebenarnya lazim dalam berbagai media mainstreams. Sebab kolom ini sekali lagi merupakan tulisan yang digemari atau dibaca oleh banyak orang. Ada yang menamai rubrik ini dengan nama dan peristiwa, pokok dan tokoh, sosok, sosialita, profil, wajah dan kata, tokoh dan pemikiran, tamu kita dan lain sebagainya. Setiap media menamai rubrik ini berbeda-beda tergantung dari gaya penulisan dan hal apa yang hendak ditonjolkan dalam tulisan itu.
Setiap media juga mempunyai kebijakan sendiri soal panjang pendeknya sebuah tulisan profil. Ada yang hanya terdiri dari 4 – 5 alinea, tetapi ada juga yang panjang sampai berkolom-kolom. Rubrik wawancara di beberapa majalah sebenarnya adalah tulisan profil, panjangnya bisa lebih dari dua halaman. Demikian juga di koran tertentu pada edisi minggu, biasanya profil ditulis dalam bentuk yang lebih panjang, bisa sampai setengah halaman koran.
Meski kita ingin menulis profil pendek, pada prinsipnya sama saja dengan ketika kita ingin menghasilkan sebuah profil yang panjang. Keduanya mempunyai proses dan langkah yang sama yaitu : menentukan ide (inventing), mengumpulkan data dan informasi (collecting), mengatur atau menata dara dan informasi (organizing), menulis naskah awal (drafting), memperbaiki (revisi), memeriksa kembali atau mengkoreksi.
Siapa yang pantas atau layak untuk diprofilkan?. Secara umum subyek yang biasa di tampilkan dalam rubrik profil adalah :
1. Seseorang yang memiliki nilai berita.
2. Seseorang yang terkenal atau dekat dengan khalayak.

Dengan dua kriteria diatas maka sebenarnya siapa saja bisa diprofilkan dengan syarat seseorang itu terkait dengan sesuatu yang layak diberitakan. Seperti mengalami kejadian yang luar biasa atau langka, misalnya pesawat jatuh dan dia adalah satu-satunya orang yang selamat. Melakukan sesuatu yang tidak banyak dilakukan orang lain, misalnya dengan inisiatif sendiri melakukan penghutanan lahan kritis, menanami bakau di sepanjang pantai . Perjuangan atau perjalanan hidupnya bisa menjadi inspirasi bagi orang lain dan lain sebagainya.

Bagaimana sebuah tulisan profil bisa dikatakan bagus. Tidak ada ukuran yang pasti, namun profil dikatakan berhasil apabila tulisan itu mampu menarik orang untuk membacanya hingga habis. Tetapi tulisan profil tidak semata di sajikan untuk dibaca saja melainkan mampu memberikan impresi atau meninggalkan sesuatu di hati pembacanya. Pembaca profil diharapkan mampu terinspirasi, mengambil hikmah atau pelajaran, termotivasi dan berempati atau bersimpati pada subyek yang diprofilkan. Contohnya apabila yang diprofilkan adalah seorang bocah yang berprestasi, namun anak dari keluarga miskin dan menderita penyakit yang butuh banyak biaya, maka publikasi profilnya akan mendorong untuk membantu khalayak memberi bantuan pembiayaan untuk pengobatannya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tulisan profil mampu mengikat pembaca, yaitu :
• Berhati-hati dalam memilih istilah atau kata sifat. Jangan malas mencari kalimat lain yang artinya sama namun lebih memberi pengambaran tentang apa yang kita maksudkan. Misalnya “Dia adalah orang yang sportif” akan lebih baik di tulis “Dia adalah orang yang berani mengakui kesalahan dan memuji kelebihan orang lain”.
• Tulis secara spesifik dan hindari generalisasi. “ Doni, seorang pendaki gunung” kalimat ini akan lebih menjelaskan siapa Doni sebenarnya dari pada dengan menuliskan “Doni menyukai petualangan”. “Aldi, ketua BEM” tentu akan lebih memikat dibandingkan dengan menyebut “Doni aktivis organisasi mahasiswa”.
• Gunakan kalimat-kalimat pendek. Katakan secara langsung, jangan menutup-nutupi, bertele-tele, berkotbah atau terus menerus memberi penjelasan.
• Tonjolkan sisi positif tetapi tidak berlebihan sehingga seperti menjilat. Kalaupun ada pengalaman yang tidak enak di masa lalu itu bisa disajikan sebagai energi positif pada saat ini. Ingat tak ada seorangpun yang sudi “kebusukannya” diumbar.
• Profil adalah pemapara apa adanya, bukan untuk menyombongkan seseorang tetapi juga bukan tempatnya menghina atau menjelekkan seseorang. Bukan tempatnya menjadikan ruang profil untuk menjual atau menjatuhkan seseorang.

Profil bukanlah biografi lengkap dari seseorang dimana kita bisa menceritakan keseluruhan pengalaman atau lika-liku hidupnya. Dalam profil kita menyajikan potongan-potongan sisi hidup yang menarik secara singkat namun membuat pembaca mampu mengenal seseorang yang kita profilkan. Penulis profil tidak cukup hanya sekedar mewawancarai untuk menghasilkan deskripsi yang tajam, kuat dan detail. Mengikuti kesehariannya, mewawancarai orang terdekat dan mengamati hubungan dengan orang lain perlu dilakukan agar penulis menangkap sisi-sisi menarik dari orang tersebut.

Tentu saja kehidupan seseorang akan sangat kompleks, maka dalam penulisan sebuah profil, kita perlu memilih bidang apa yang hendak kita tonjolkan. Pilihlah bidang itu berdasarkan waktu yang tersedia serta bahan yang bisa kita kumpulkan . Andai kita tidak terlalu mempunyai waktu untuk mengenal orang itu lebih dalam tentu jangan memilih bidang watak atau perasaan. Sebab andai kita memaksakannya kemungkinan deskripsi kita hambar atau kita menyajikan sesuatu yang sudah biasa bagi publik yang mengenalnya.

Berikut ini beberapa bidang yang kerap dideskripsikan dalam penulisan profil :
• Bidang Fisik. Fisik merupakan aspek yang paling mudah untuk memulai pendeskripsian tentang seseorang. Tujuannya memberi penjelasan tentang aspek fisik dari seseorang secara jelas dan mengenal secara utuh tampilannya. Pengambaran aspek fisik dalam tulisan profil harus dikaitkan dengan apa yang dikerjakan olehnya. Sekali lagi bukan untuk memuji-muji keindahan fisiknya atau bahkan merendahkan dirinya. Fisik bisa dikaitkan dengan style, gaya hidup, tuntutan pekerjaan atau profesi dan lain sebagainya. Perbandingan fisik juga bisa membuat pengambaran tentang seorang tokoh menjadi lebih segar, hidup dan mengagumkan. “Meski mungil tubuhnya, tak berarti nyali Romi juga kecil. Ombak setinggi tiga meter lebih di pantai D selalu mengoda dirinya untuk segera menahklukannya. Pengunjung pantai D selalu dibuat terpana oleh aksi Romi. Ombak seakan-akan menimang-nimang dirinya. Dan Romi seolah bagai daun ringan yang mengapung diatas air mengikuti lekuk alirannya”.
• Bidang milik. Apa yang dimiliki seseorang dengan mudah bisa digunakan sebagai pelatuk untuk membuat deskripsi tokoh yang hendak kita profilkan. Kita bisa dengan mudah mengangkat apa yang dimiliki, segala sesuatu yang melingkupi orang itu. Yang disebut dengan bidang milik bisa meliputi property, koleksi, aksesories, kendaraan, binatang peliharaan dan lain sebagainya. “Setiap hari, aktifitas pertama yang dilakukan oleh Dani adalah menenggok “Bellina”, kuda kesayangannya di kandang belakang. Selain untuk memberi rumput segar, pada pagi hari, Dani akan mengajak Bellina menghirup udara segar, dengan menungganginya menyusuri jalanan kecil di perkebunan kopi. Kebun kopi seluas hampir 50 hektar itu adalah peninggalan Bapak Dani yang meninggal tiga tahun lalu”.
• Bidang tindakan. Deskripsi tentang tindak tanduk atau perbuatan tokoh tertentu adalah salah satu bidang yang kerap diangkat dalam profil. Penulis umumnya mengikuti dengan seksama, aktivitas sang tokoh, mengamati gerak-geriknya dari waktu ke waktu, dari satu kesempatan ke kesempatan yang lain. Biasanya akan ada sesuatu yang unik atau khas dari tokoh tersebut yang menarik untuk diangkat. Anekdot atau cerita lucu dan langka bisa dipakai sebagai pelatuk untuk memulai deskripsi tentang sang tokoh. Bidang tindakan yang dimaksud disini adalah serangkaian tindakan yang melekat pada sang tokoh, bukan bersifat momental belaka atau hanya sekedar pernyataan tindakan belaka seperti “Ardi marah besar dan kemudian menonjok muka Rusdi”. Deskripsi bidang tindakan yang dimaksud bukanlah seperti kalimat ini. Bidang deskripsi tindakan yang dimaksud adalah “Lama Randi tidak mengunjungi kampung halamannya. Ternyata kampungnya banyak berubah, disana sini terlihat bukit yang terkupas. Konon tanah di kampungnya banyak mengandung emas. Randi melangkah kaki ke ladang pertambangannya, ditemuinya Toni teman sekolahnya dulu. Dengan berlumur lumpur Toni menemuinya. Randi dan Tomi bertukar kisah. Dari cerita Toni, Randi tahu betapa susahnya menjadi penambang emas, kerjanya tidak seindahnya kilaunya. Setiap hari Toni bertaruh nyawa, memasuki lubang sedalam puluhan meter dengan peralatan seadanya. Berkali-kali Toni lolos dari maut karena keberuntungan semata. Kisah kampung halamannya dan pertemuan dengan Toni kemudian difilmkan oleh Randi dengan judul “Kemilau Cinta Berlabur Duka.”.
• Bidang perasaan. Perasaan seseorang juga bisa dipakai sebagai pelatuk untuk memulai mendeskripsikan dirinya. Banyak peristiwa berkaitan dengan kehidupan seseorang. Di media dengan mudah kita menemukan rubrik profil yang berisi deskripsi perasaan tokoh tertentu kala menikah, putus paca, hail, punya anak, lulus sekolah, selesai meluncurkan album dan lain sebagainya. Perasaan akan jauh lebih terasa hidup apabila digambarkan dengan metafora dan perbandingan. Profil dengan bidang perasaan bisa dimulai dengan memberikan gambaran tentang hati yang gembira, perasaan bahagia dan jiwa yang tengah berbunga-bunga, semangat yang kian membara. “Gadis Ria Bagya, begitu nama panjangnya. Sehari-harinya terlihat ceria, menjalani hidup dengan ringan dan menatap masa depan penuh kegembiraan. Tak salah apabila dia dipanggil dengan nama Ria, sebab memang dia selalu “ria” menjalani hari-harinya.”.
• Bidang watak. Ini merupakan bidang yang paling sulit untuk menuliskannya. Sebab penulis mesti mengamati seseorang dari hari ke hari, mendengarkan kesaksian atau cerita orang-orang yang kenal dekat dengannya. Watak sering bersifat abstrak, perlu kejelian dalam mengamati dan butuh penafsiran. Watak pada dasarnya adalah sesuatu yang terus-menerus dilakukan hingga membentuk kebiasaan. Kebiasaan yang terus dilakukan itulah watak. Persoalannya watak tidak selalu positif dan profil tidak selayaknya memuat hal-hal yang buruk atau menjelek-njelekkan seseorang di hadapan khalayak. “Romi mengakui tak mudah baginya untuk menghormati orang lain apalagi yang kelas sosialnya lebih rendah darinya. Kesombongan dan kebiasaan mencari perhatian berbuah petaka. Saat mengendarai mobil selalu tak mau didahului oleh orang lain. Hingga suatu saat dia memacu kendaraan, mengejar seseorang yang melewatinya. Karena kehilangan kontrol, mobinya terguling berkali-kali dan terhenti di saluran air. Mobil yang dikejarnya lari menjauh, Romi merintih pelan dalam kegelapan, hingga seorang gelandangan renta menyelamatkannya. Pertolongan dari gelandangan itu membuatnya sadar bahwa dia butuh orang lain dalam hidupnya. Sesederhana apapun orang itu.”.

Itulah bidang-bidang yang biasa dipakai sebagai pelatuk untuk mengawali atau merangkai sebuah tulisan profil. Tapi yang perlu diingat bahwa profil hanyalah sebuah cuplikan dari kisah kehidupan. Profil bukan biografi, jadi pilihlah deskripsi yang paling penting dan terutama mengulas salah satu aspek atau sisi kemanusiaan sang tokoh.

ESAI : Tujukkan Gayamu

0 komentar

Esai adalah tulisan non fiksi yang mengijinkan penulis menyertakan sudut pandang personal (subyektifitas) di dalamnya. Esai berasal dari kosa kata Perancis, essayer yang berarti “mencoba” atau “menantang. Michel de Montaigne (1533 – 1592) penulis dari Perancis, adalah pioner dalam penulisan esai. Dia, penulis pertama yang menyebut karyanya sebagai esai. Hingga kini Montaigne tetap menjadi “batu penjuru” bagi para esais terkenal. Dari Monteigne kita belajar bahwa esai selalu membawa misi atau tujuan khusus dari penulisnya. Esai ditujukan untuk memecahkan kebuntuan dengan daya gebraknya. Lewat esai, penulis menawarkan atau menguraikan pemikirannya perihal hal tertentu.

Di masa pergerakan sebelum kemerdekaan, R.M Soewardi Soerjoningrat dikenal sebagai esais yang terus menguncang praktek kolonialisme Belanda dengan memompakan semangat kebangsaan. Salah satu tulisan darinya berjudul “Als ik eens Nederlander was ..” (Seandainya Saya Orang Belanda). Kita juga mempunyai seorang penulis esai yang andai dikumpulkan akan menghasilkan buku berjilid-jilid. Goenawan Mohammad lewat rubrik catatan pinggir di majalah berita Tempo, selalu menawarkan pemikiran alternatif yang mendobrak kemampanan atas berbagai macam hal.

Struktur Esai
Karena bukan merupakan tulisan ilmiah yang penuh dengan catatan kaki dan taburan kutipan teori, maka tak ada rumus baku atau struktur dalam penulisannya.Yang terpenting dalam esai penulis mampu merangkai pemikiran yang dipadu padankan dengan pengalaman (pribadi maupun bersama) , observasi lapangan, anekdot, dan pergulatan batin (refleksi) tentang pokok yang ditulisnya.

Namun secara umum struktur sebuah esai terdiri atas tiga bagian utama yaitu :
1. Pengantar (introduction)
2. Pengembangan (development of idea)
3. Kesimpulan (conclusion)

Ingat bahwa rumus diatas bukanlah rumus baku. Andai kita terbiasa menulis esai maka urutan-urutan atau elemen itu bisa dibolak-balik komposisinya. Hal terpenting pada esai bukanlah struktur melainkan isi yang mampu menarik perhatian pembaca, melahap sampai habis dan menyisakan pengaruh (makna) di benak pembacanya.

Bagian pengantar merupakan pokok bahasan, tesis, pertanyaan utama yang disampaikan oleh penulis. Bentuknya bisa berupa pertanyaan paparan masalah yang berat, hal-hal yang kontroversial, fenomena aneh/tidak biasa, peristiwa yang mengejutkan atau ajakan refleksi.

Apa yang dipaparkan di bagian pengantar diurai dan diberi keterangan serta argumentasi pada bagian pengembangan. Disini penulis menyajikan pergulatan pemikiran dan gagasan untuk membangun sebuat tulisan yang kuat.

Kemudian diakhiri dengan kesimpulan atau penutup. Tidak selalu kesimpulan berupa sebuah jalan keluar, solusi atau tawaran alternatif bagi penyelesaian masalah secara final. Kesimpulan bisa jadi sebuah pertanyaan, ajakan untuk melakukan refleksi. Model penutup seperti ini justru mampu menghadirkan sesuatu yang segar dan mengejutkan. Adalah hal yang biasa bahwa sebuah tulisan justru diakhiri dengan pertanyaan balik atau ajakan reflektif untuk khalayak pembaca.

Bidik Angle Paling Menarik
Esai yang menarik selalu diawali oleh pemilihan angle yang tepat dan tajam agar tulisan fokus dan persoalan mampu dijelaskan dengan terang serta jernih. Mencari angle sekali lagi merupakan persoalan yang gampang-gampang susah. Selain berpikir jernih dan kreatif, butuh kejelian agar angle yang dipilih tidak biasa-biasa saja atau sudah ditulis oleh banyak orang lain.

Peristiwa antre yang berkepanjangan di Stasiun Pomba Bensin Umum (SPBU) di berbagai kota akhir-akhir ini bisa dilihat dari beberapa angle :
1. Siapa yang bertanggungjawab atas pola distribusi bahan bakar, apakah mereka tidak bisa memprediksikan kebutuhan sehingga berkali-kali antrean massal terjadi?.
2. Kenapa pertamina sebagai pemasok utama bahan bakar tidak segera menjawab persoalan, selalu memberikan jawaban normatif berupa gangguan pasokan karena angkutan terlambat?.
3. Pertamina adalah perusahaan negara yang mempunyai tanggungjawab melayani kepentingan umum, kenapa selalu cuci tangan, meyalahkan pihak lain dan tak pernah meminta maaf atas keterlambatan yang massif di seluruh negeri.
4. Apakah tidak ada seorangpun ahli di pertamina yang mampu membuat integrasi data pertumbuhan kendaraan bermotor dengan tingkat kebutuhan pasokan bahan bakar?.
5. Apakah antrean kendaraan untuk mengisi premium ini merupakan sebuah kesengajaan, pemilik kendaraan bermotor sengaja dibuat frustasi agar kemudian beralih menggunakan pertamax?.
6. Seberapa besar kerugian dan kehilangan produktifitas akibat mengantri premium, apakah pertamina tidak bangkrut jika harus menganti kerugian itu?.
7. Antrian pembeli premium, duka pengendara tapi pesta untuk para pengecer premium.

Cara yang termudah untuk membantu perumusan angle yang tajam adalah mengemasnya dalam kalimat tanya. Gunakan rumus 5W + 1 H untuk menggali berbagai sudut pertanyaan.

Outline, Sekali Lagi Outline

Setelah sudut pandang tulisan ditentukan, jabarkan dalam kerangka tulisan atau outline. Tentukan point-point utama yang hendak diuraikan secara rinci. Susun dengan alur atau plot tertentu entah berdasar pada kronologi, prioritas atau hubungan sebab akibat, masalah dan respon.

Lembar gagasan atau kerangka tulisan ini penting untuk dibuat agar penulis bisa mengungkapkan pendapatnya secara runtut, runut dan menarik. Uraian gagasan di jalin lewat paragraf demi paragraf yang sambung menyambung, logis, menyatu dan menarik. Dalam menyusun kerangka tulisan perlu dipertimbangkan jenis-jenis paragraf yang hendak kita susun agar tulisan dari paragraf menyambung dalam satu kesatuan. Setiap paragraf mesti terdiri dari kalimat utama, kalimat pendukung dan kalimat penutup.

Hubungan Antar Paragraf

Pada semua bentuk tulisan ada tiga bentuk hubungan antara ide, kalimat, dan paragraf yaitu :

a. Hubungan saling menjelaskan dan saling menguatkan, tipe “and”
b. Hubungan memberikan alternatif atau cara pandang lain, tipe “or”
c. Hubungan negasi terhadap ide pokok, tipe “but”

Hubungan tersebut biasanya tersambung dalam jembatan (bridging) antar paragraf, perpindahan dari satu paragraf ke paragraf lainnya bisa berupa:

1. Kata sambung seperti namun, selain itu, dengan demikian, oleh karena itu, sehubungan dengan itu, dan lain, sebagainya. Kata-kata sambung seperti ini membuat hubungan antar paragraf menjadi kaku kalau terlampau sering digunakan. Oleh sebab itu tidak dianjurkan untuk sering menggunakannya..

2. Paragraf dimulai dari kata inti atau kalimat terakhir dari paragraf sebelumnya. Dengan mengambil pokok atau mengulang kalimat inti, format tulisan akan menjadi lebih terasa mengalir dan lentur.

Tunjukkan Gayamu
Esai mewakili pandangan atau pemikiran penulis tentang suatu pokok tertentu. Meski membahas hal-hal yang sifatnya obyektif, dalam esai yang menonjol adalah subyektifitas penulisnya. Esai bukanlah paparan akan sesuatu dengan “apa adanya” melainkan sebuah usaha dari penulis (subyektifitas) untuk mempersuasi pembaca agar menerima atau mengadopsi pemikiran, sikap dan bahkan terdorong untuk bertindak sesuai harapan penulis.

Sifatnya yang subyektif membuat esai berbeda dengan opini ilmiah. Esai bukanlah tulisan yang panjang dan serius, menyajikan analisis yang dingin, juga bukan tepat menunjukkan kepintaran penulisnya. Justru karena subyektifitasnya esai memungkinkan untuk menulis dengan renyah, dibumbui dengan humor dan gaya atau karakter penulis di dalamnya. Esai yang baik adalah yang mampu dikunyah dengan mudah, karena ringkas, memakai bahasa yang mudah dimengerti, ringan karena disertai dengan humor tapi tetap bermutu.

Menulis esai adalah menulis dengan gaya dan karakter sendiri. Dengan demikian esai masuk dalam kategori penulisan kreatif, sebab kreatifitas penulis memang dituntut untuk menghasilkan sebuah tulisan yang memikat namun tetap bermakna. Disebut penulisan kreatif karena para penulis esai biasanya mengadopsi gaya penulisan fiksi seperti memakai dialog, narasi, anekdot, klimak dan antiklimak serta ironi dalam tulisannya.

Pingin menjadi penulis yang “dirindui” pembaca karena tulisannya stylist, nge-pop (mudah dipahami), menawarkan sudut pandang yang unik (orisinil)?. Tidak susah sebenarnya asalkan mampu bersikap dan menjaga mental berikut :
• Pelihara rasa ingin tahu. Seorang yang mempunyai keingintahuan yang tinggi akan selalu mencari tahu hal-hal yang berada di bawah permukaan, tidak terjebak pada gejala yang terlihat. Menggali lebih dalam entah dengan membaca buku referensi, riset atau observasi yang dalam. Selalu bertanya kenapa?. Mencari jawaban, menggali fenomena lebih dalam. Hasilnya adalah rangkaian temuan yang mungkin tidak dilihat orang lain. Temuan-temuan ini tentu akan menarik jika dibagi kepada orang lain. Sebelum memikat orang lain, kita mesti selalu terpikat oleh sesuatu.
• Semangat berbagi. Temuan akan berarti kalau dibagikan kepada orang lain, bukan disimpan sendiri sebagai sebuah rahasia. Untuk apa kita bekerja keras kalau hanya ingin memuaskan diri sendiri. Kita tentu ingin bahagia, temuan hal-hal yang baru selalu mengembirakan dan kegembiraan akan semakin besar apabila dibagikan. Kesediaan berbagi dengan orang banyak ditandai dengan gaya tulisan yang mudah dipahami oleh orang banyak. Menaburi tulisan dengan banyak istilah teknis tertentu atau terma pada bidang tertentu berarti kita tengah membatasi siapa yang pantas dan bisa membaca tulisan kita.
• Merasa senasib. Melihat kesekitaran kita dengan perasaan (peka) dan mau turut mengalami apa yang orang lain alami (terlibat). Bagaimana mungkin kita mau menulis tentang kemiskinan secara menyentuh apabila kita tak turut merasakan apa yang dirasakan kaum miskin. Penulis esai sosial yang memikat tentu saja orang-orang yang mau merasa senasib dan sudi bergaul dengan pengamen, pedagang kecil, petani pengarap, nelayan dan penjual sayur di pasar keliling. Tulisan bukan sekedar rangkaian kata-kata indah nan memikat tetapi juga menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan.
• Memperluas Wawasan. Kita bisa saja sangat paham akan sesuatu hal. Namun apabila menghadirkan tulisan dengan perspektif tunggal, niscaya tulisan akan membosankan dan kering. Penulis esai bukanlah penulis yang memakai kaca mata kuda. Maka membaca apa saja itu perlu untuk memperkaya tulisan, memperluas hubungan antara satu persoalan dengan persoalan lain yang dimata orang nampak tak terkait sama sekali. Film yang ditonton, musik yang didengar selalu akan memperkaya bahan tulisan. Penulis esai bukanlah orang yang maha tahu, tetapi tahu dimana bahan-bahan tulisan bisa ditemukan. Dia adalah orang yang akrab dengan perpustakaan, toko buku, acara televisi, radio, rubrik koran dan internet.
• Pencerita bukan pengkotbah. Penulis esai adalah penutur cerita, bukan pengkotbah yang gemar menggurui pembacanya. Kotbah terbaik adalah dengan tidak berkotbah. Cara mempengaruhi orang lain bukan dengan menggurui tapi menyajikan melalui metafora, anekdot, ironi, alegori, narasi atau dialog layaknya dalam pertunjukkan drama, ketoprak atau panggung boneka.


Semua Hal Bisa Kita Tulis
Semua tema bisa dijadikan bahan tulisan esai. Salah kalau kita mengira bahwa esai hanya bermain di wilayah sosial politik. Kini banyak pula penulis esai kesehatan dan ekonomi yang secara rutin mempublikasikan tulisan yang dilahap oleh masyarakat banyak. Semua aspek kehidupan bisa ditulis dalam esai karena esai bicara tentang kehidupan dan kemanusiaan serta hal-hal yang terkait dengannya.

Kalau kita adalah “gosip mania” kenapa kita tidak mendalami urusan gosip menggosip sampai ke akar-akarnya. Kalau kita pengemar komik kenapa tidak meriset komik dari masa ke masa, memperbandingkan tren tema cerita, gaya pengambarannya dan lain sebagainya. Mulailah untuk belajar memfokuskan diri pada tema tertentu agar kita semakin cepat menemukan karakter dan gaya penuturan yang khas.

Ada banyak tema-tema besar yang kemudian bisa kita urai menjadi tema-tema kecil untuk kita dalami atau kita pilih menjadi spesialisasi agar kita bisa meraih pembaca atau pengakses dari segmen tertentu, seperti :
1. Politik lokal
2. Olah raga
3. Adat istiadat
4. Bisnis dan marketing
5. Keuangan
6. Teknologi Informasi
7. Media dan Telekomunikasi
8. Seni-Budaya
9. Pekerja migran (trafficking)
10. Kimia dan Fisika Terapan
11. Elektronika
12. Otomotif
13. Perilaku dan gaya hidup
14. Keluarga dan parenting
15. Psikologi dan kesehatan
16. Arsitektur, interior, gardening
17. Pertanian dan lingkungan
18. Tata ruang kota
19. Kuliner
20. Pendidikan dan lain sebagainya.

Membaca tulisan para esais ternama mungkin membuat kita gentar untuk bersaing, tapi jangan takut sebab setiap orang mempunyai pengetahuan, pengalaman dan cara pandang yang khas. Dan semua itu pantas untuk dibagikan kepada orang lainnya. Untuk menjadi berarti tidak selalu harus dengan mengirimkan tulisan ke media massa (koran). Sekarang kita bisa menjadi penulis sekaligus publisher, misalnya melalui blog, baik blog kita sendiri maupun blog komunitas semacam kompasiana atau blog detik. Jadi kalau kamu merasa punya gaya, kenapa tidak mulai menulis dari sekarang?.

Angle Tajam, Tulisan Menawan

0 komentar

Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu yaitu “memilih sudut pandang yang tepat atau semua berawal dari angle”. Semakin tajam angle yang dipilih, maka tulisan akan semakin baik. Lalu bagaimana kita bisa memilih atau membidik angle yang tajam itu?. Untuk pertanyaan yang ini sebenarnya tidak ada rumus yang pasti. Merumuskan angle selalu saja merupakan sesuatu yang gampang-gampang susah. Setiap penulis begitu akan memulai tulisan pasti akan segera berhadapan dengan kenyataan ini.

Soal jurus memilih angle, biasanya para penulis akan memilih berdasarkan kriteria layak berita (layak tulis) mulai dari sisi aktualitas, kedekatan dengan khalayak, signifikasi (kepentingannya bagi publik), eklusifitas, human interest dan keunikan. Pertimbangan dengan keseluruhan kriteria itu, pilih mana yang menurut kita paling penting dan bakal menarik untuk para pembaca. Cara paling mudah adalah dengan menggunakan kalimat tanya. Contohnya : Mengapa para tersangka korupsi gemar melarikan diri ke Singapura?. Sejak kapan alasa sakit dipakai oleh tersangka korupsi untuk menghindarkan diri dari pemeriksaan?. Benarkah anak muda dan orang tua sekarang ini lebih permisif kepada hubungan seks sebelum nikah?. Apakah informasi yang disebar oleh Nazaruddin akan membuat para petinggi partai demokrat terjerat urusan hukum?.

Jika sudah menentukan sebuah angle, maka setialah pada sudut pandang yang sudah diambil. Satu tulisan adalah satu ide, satu angle. Memasukkan angle lain dalam tulisan akan membuat pejabaran menjadi terbelah, tulisan tidak fokus dan pembahasan menjadi tidak mendalam. Tulisan akan melebar kesana kemari dan membuat pembaca lelah atau bahkan bosan. Untuk menghindari hal itu, maka begitu angle telah ditentukan, segera jabarkan dalam outline atau kerangka tulisan. Kembangkan atau jabarkan angle dalam sebuah lembar gagasan, terutama untuk tulisan yang kompleks dan panjang. Dengan lembar gagasan akan diketahui bahan mana yang harus ditambah, entah lewat wawancara, observasi lapangan atau studi/riset pustaka dan internet.

Baik tulisan panjang maupun pendek semuanya butuh angle yang menarik. Fokus pada satu titik dengan kompleksitas tinggi perlu dijelaskan dalam penjabaran yang panjang, dibedah dari berbagai sudut sehingga tulisanpun akan panjang. Menentukan angle persis sama dengan seorang fotografer yang menangkap obyek lewat jendela bidik di kamera.

Topik penjual singkong, bisa jadi tulisan pendek apabila angle yang dipilih adalah profil sang penjual, akan tetapi bisa menjadi panjang apabila sudut pandang adalah pemikiran visionernya untuk menjadikan kedai singkongnya mendunia berhadapan dengan kedai global semacam KFC, Mc Donald dan lain-lain.

Jadi kalau ingin menghasilkan tulisan yang menawan, teruslah berlatih untuk membidik panorama di depan layaknya seorang fotografer. Realitas di hadapan mata bisa menghasilkan ribuan frame, point of view. Apa yang membedakan kita dan orang lain adalah kemampuan untuk menentukan frame yang menarik dan mampu bercerita. Itulah seni dalam menulis.

Islami Versus Kristiani

0 komentar

Tak lama lagi kaum muslimin akan memasuki bulan (masa) puasa. Tapi saya tak ingin membahas soal puasa sebab masa-masa di mana saudara muslimin bermati raga, justru menjadi saat-saat yang mengembirakan buat saya. Pertama tentu saja saya bisa ikut-ikutan buka puasa tanpa harus menahan lapar dan dahaga sebelumnya. Kedua ketika nafsu makan saya turun lantaran menu yang itu-itu saja, di bulan puasa ini bakal muncul aneka makanan dan masakan yang tak biasanya. Akan banyak kedai yang menyediakan aneka makanan dan jajanan dengan harga ‘orang beriman’. Dan masih berhubungan dengan soal harga, karena tidak diburu saat berbuka, maka saya akan membeli ketika masa buka sudah lewat, hasilnya adalah ‘harga perdamaian’.


Yang saya ingin bicarakan, menjelang hari puasa ini ramai para bintang (artis) baik penyanyi maupun pelakon mempersiapkan lagu dan sinetron rohani (Islami). Anang menciptakan lagu rohani untuk dinyanyikan oleh Ashanti yang berduet dengan Aurel, putri Anang hasil perkawinan dengan Kris Dayanti. Dalam video klipnya lagu itu, Azriel, adil Aurel ikut juga bermain sebagai pendukung. Sementara itu rekan duet mesra Anang dulu yaitu Syahrini, mengandeng Pasha Unggu untuk menyiapkan lagu rohani juga baginya. Lalu apa persoalannya untuk saya?. Bukankah menyambut hari puasa dengan lagu-lagu yang menyejukkan hati itu adalah sebuah ibadah juga?. Ya tidak ada persoalan sebenarnya, dan bahkan sungguh baik adanya. Yang mengelitik saya adalah soal penyebutan lagu Islami, itu maksudnya apa?.


Pertanyaan saya juga berlaku untuk lagu-lagu yang juga disebut sebagai lagu Kristiani. Maksudnya disebut Kristiani itu kenapa?. Apakah karena disitu menyebut-nyebut nama Yesus?. Pasti ada yang protes dengan pernyataan plus pertanyaan saya itu. Dan kemudian menjelaskan bahwa disebut sebagai Islami atau Kristiani karena isinya mencerminkan, mewartakan dan bernafaskan nilai-nilai Islami atau Kristiani. Lalu apa yang disebut dengan mencerminkan atau bernafaskan Islami?. Ya syairnya menunjukkan iman pada Allah, memuji kebesaranNYA serta mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan olehNYA. Nah, bukankah itu juga merupakan nilai-nilai Kristiani?.


Coba kita lihat dan rasakan syair ini “Kasih ..itu lemah lembut, kasih ..itu murah hati ….kasih…kasihMU oh Tuhan (Allah), luhur tiada batasnya”, nilai-nilai agama manakah yang dicerminkan atau menjadi nafas dari syair ini. Tentu bukan hanya nilai-nilai Kristiani saja yang mengakui bahwa kasih itu lemah lembut, murah hati serta kasih Tuhan (Allah) tiada batasnya. Mungkin ada yang menawarkan jawaban yang lebih sakti, “Lagu Islami adalah lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh orang Islam”. Dan demikian pula dengan lagu Kristiani. Wah kalau begitu banyak lagu harus dikeluarkan dari daftar kidung Gereja. Sebab saya yakin banyak notasinya yang tidak diciptakan oleh orang Kristiani. Banyak lagu, nadanya diambil dari kidung-kidung rakyat yang tak jelas siapa penciptanya, beragama atau tidak.


Masalah seperti ini bukan hanya soal lagu tapi juga merembet ke urusan tulis menulis, karya tulis entah itu cerpen, novel, skenario maupun dongeng. Munculnya novel “Ayat-Ayat Cinta (AAC)” karya Habiburrahman El Shirazy mendorong lahirnya novel-novel serupa yang dilabeli dengan istilah novel Islami. Bahkan banyak pengarang lain mengekor sampai urusan nama agar lebih kelihatan Islami dengan menambahkan El di depan namanya. Kenapa disebut novel Islami?. Mungkin jawabannya adalah tokoh atau karakter utama dalam novel itu adalah sosok yang rajin sholat lima waktu. Kalau begitu dengan mudah saja novel ini menjadi novel Kristiani, karena tinggal menganti settingnya dari Mesjid ke Gereja, dari rajin sholat lima waktu menjai rajin ibadah harian dan misa atau ibadah di hari minggu. Dan kenapa pula cerpen AA Navis, yang berjudul “Robohnya Surau Kami” tidak disebut sebagai cerpen Islami?. Yang andai diganti setting menjadi “Robohnya Kapel Kami”, pasti tak akan disebut pula sebagai cerpen Kristiani.


Lalu apa kesimpulan saya, mungkin ada yang bertanya begitu. Apakah tidak ada karya yang Islami, Kristiani, Budhis, Hindui, Konfusianis, Bahaii dan lain sebagainya?. Yang pasti bagi saya jelas Al Quran adalah Islami, Injil adalah Kristiani, sementara yang lain-lain saya masih bingung. Intinya adalah kenapa sih kita masih terus membawa-bawa pertarungan antar agama sampai masuk ke urusan nyanyi menyanyi atau tulis menulis. Dan bukan itu saja karena lama-lama setelah baju atau pakaian, barangkali besok kita akan ribut soal tas, sepatu, kursi, jendela, genteng, kran air, motor, mobil, listrik dan air sebagai yang entah Islami atau tidak, Kristiani atau tidak. Penting nggak sih?.


Salam Bingung

@yustinus_esha


NB : Andai saya “pedagang” kemungkinan besar akan menjawab bahwa hal itu penting.

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum