tag:blogger.com,1999:blog-45608699956730459802024-03-04T20:11:08.455-08:00BORNEO MENULISOrang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.comBlogger169125tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-48766587737126519622013-01-11T03:40:00.001-08:002013-01-11T03:41:43.370-08:00Kontemplasi : HASTAG (17)#MenelanLudahSendiri<br />
<br />
Roy Suryo konon dalam sebuah percakapan di twitter pernah mengatakan akan menolak dengan elegan apabila ditunjuk menjadi Menteri Pemuda dan Olahraga. Menurutnya bidang itu bukanlah bidang yang sesuai dengan kompetensinya. Pernyataan itu diungkap ketika ada yang menanyakan andai dalam kesempatan reshuffle presiden menunjuknya sebagai menteri.<br />
<br />
Tapi hari ini (Jum’at 11 Desember 2013) atas ijin presiden, Mas Roy boleh berbicara kalau dirinya dipilih oleh presiden untuk menggantikan Andi Malarangeng yang mengundurkan diri karena telah ditetapkan KPK menjadi tersangka korupsi. Dengan legowo, Mas Roy menerima penunjukkan dirinya sebagai menteri yang tidak sesuai dengan bidangnya. Tak ada nada keberatan sedikitpun, bahkan konon beberapa hari lalu, Mas Roy sudah pamit sana-sini di gedung DPR sana. Dan itu disentil oleh Eddy Baskoro, Sekjend Partai Demokrat yang juga adalah putra presiden. Ibas mengingatkan agar jangan ada yang ke G Er –an lebih dahulu sebelum dinyatakan resmi oleh presiden.<br />
<br />
Apakah ini berarti Mas Roy menelan ludahnya sendiri. Mungkin saja begitu, kalau apa yang diucapkan di twitter waktu lalu adalah ucapan yang serius. Tapi bisa jadi twit-nya itu hanya celoteh biasa saja. Untuk apa seseorang menanggapi pertanyaan dengan serius kalau yang ditanyakan bukan hal yang mungkin akan terjadi pada dirinya saat itu. Atau karena kaitan pertanyaan adalah andai terjadi reshuffle, maka Mas Roy memakai adat sopan santun, tak boleh langsung mengiyakan, karena kalau jadi menpora waktu reshuffle berarti mengeser koleganya sendiri, jadi itu tidak elok.<br />
<br />
Apa yang terjadi kini lain, kursi Menpora kosong karena ditinggal oleh Andi Malarangeng yang memilih untuk berkonsentrasi pada kasus yang menimpanya. Konon Andi dari tersangka ingin berubah menjadi ‘justice colaborator’ untuk mengungkap kasus Hambalang secara terang benderang. Jadi kalau sekarang Mas Roy “Sendhiko Dawuh” atas apa yang ditetapkan oleh Presiden, itu adalah bentuk kesiapan warga negara, kader partai untuk selalu siap sedia ditempatkan dimana saja karena negara memanggil.<br />
<br />
Bicara kompeten atau tidak dalam urusan jadi menteri toh juga persoalan yang sumir, antara ya dan tidak, ada dan tiada. Toh pos-pos menteri adalah pos jatah-jatahan. Dan dalam urusan jatah menjatah ini, calon yang diajukan oleh pihak yang diberi jatah biasanya juga tidak berdasar kompetensi.<br />
<br />
Buktinya kebanyakan partai yang diberi jatah, mengutus ketua atau petinggi lainnya.
Menteri juga bukan jabatan karier, yang menuntut orang untuk meniti perjalanan dari bawah, membangun kompetensi dalam bidangnya. Jadi tak perlu heran, seseorang yang belum pernah ke hutanpun bisa menjadi menteri kehutanan. Seorang yang gaptek-pun bisa menjadi menteri Komunikasi dan Informasi yang sarat dengan urusan teknologi informasi yang laju perkembangannya luar biasa. Jadi karena tidak ada sekolah atau kursusnya maka untuk apa pula bicara soal kompetensi.<br />
<br />
Jadi kalau beberapa waktu lalu Mas Roy bicara soal kompetensi, ya itu sekedar basa-basi saja. Omong-omong di warung kopi. Sekarang apa bedanya dengan aktivis lingkungan hidup yang tengah gencar melakukan advokasi pada PSDA yang berkelanjutan. Pasti dia akan menjawab ‘haram hukumnya kerja di perusahaan tambang”. Namun 2 atau 3 tahun kemudian ternyata kemudian bekerja di perusahaan tambang.
Apa mau dikata, barangkali yang bertanya yang salah kira. Ya jelas kalau seseorang sedang berada dalam posisi A lalu ditanya akankah menerima jika ada tawaran dari B, kemudian menjawab tidak. Jika satu atau dua tahun kemudian pandangannya berubah, barangkali karena sudah mengalami pencerahan. Bukankah banyak yang mengatakan “ternyata tidak efektif berjuang dari luar, kita harus masuk ke dalam, masuk dalam sistem dan mempengaruhi dari dalam”. Mantra semacam ini dulu juga kerap dipakai oleh aktivis akar rumput yang kemudian beramai-ramai masuk ke arena politik praktis.<br />
<br />
Mungkin ada yang bertanya kemana nilai-nilai yang selama ini dipegang kukuh oleh mereka, kok kemudian beralih 180 derajad. Ya tentu saja menguap, atau sudah dikoreksi oleh mereka sendiri. Toh pemahaman akan nilai juga bisa berkembang, bisa jadi selama ini nilai-nilai yang dipegang adalah nilai yang sempit dan pilihan sekarang ini dilandasi oleh nilai yang lebih luas.
Pendek kata selalu ada alasan bagi seseorang yang dituduh ‘menelan ludah sendiri’ untuk memberi alasan pembenaran atas apa yang dipilihnya saat ini.<br />
<br />
Dan itu sah-sah saja, toh pilihan Mas Roy untuk menerima penunjukkan sebagai Menpora, tidak melanggar hukum dan konstitusi. Demikian juga dengan aktivis lingkungan yang kemudian memilih menjadi pekerja industri ekstraktif, atau main dalam politik praktis. Mereka tahu bahwa banyak orang yang dongkol atau jengkel, tapi selalu ada mantra lain untuk menghadapi tanggapan seperti itu. “Anjing menggongong kafillah tetap berlalu”.<br />
<br />
Selamat bekerja Mas Roy semoga anda mampu memperbaiki keanehan-keanehan dalam dunia kepemudaan dan olahraga kita.<br />
<br />
Pondok Wiraguna, 11 Januari 2013<br />
@yustinus_esha
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-72265872273449503742013-01-10T18:45:00.000-08:002013-01-10T19:19:54.977-08:00Kontemplasi : HASTAG (16)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#CaraCepatMenjadiKaya</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menjadi sukses(kaya) itu adalah
impian banyak orang. Bagaimana caranya?. Salah satu yang populer adalah dengan
menjadi pengusaha. Tapi bukankah pengusaha butuh modal?. Tenang, sekarang ini
ada kursus atau sessi motivasional untuk memberi jalan bagaimana menjadi
pengusaha dengan modal dengkul alias utangan. Namun toh tidak semua orang
berbakat jadi pengusaha, lagi pula kalau semua jadi pengusaha ya lama-lama
saling makan dan pasti sebagian akan tumbang.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pilihan lain adalah dengan
menjadi pegawai pada perusahaan yang mampu memberi gaji dengan baik plus
bonus-bonus kinerja yang menggiurkan, lebih besar dari pada gaji. Sektor
kesehatan, komunikasi, keuangan dan pertambangan adalah beberapa jenis usaha
yang mampu memberikan imbalan yang setimpal untuk pekerjanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada ‘pekerjaan’ lain yang kini
juga menjadi pilihan untuk menjadi cepat kaya. Duduk di kursi legislatif pada
saat ini berpotensi untuk melipatgandakan kekayaan secara cepat. Kecepatannya
bahkan bisa melampaui seorang pengusaha tersukses sekalipun. Angelina Sondakh,
mantan Puteri Indonesia yang kemudian terjun ke politik dan berhasil duduk di
DPR RI pada tahun 2003 kekayaannya hanya sekitar 600 juta. Tidak sampai sepuluh
tahun kekayaannya telah berlipat menjadi 58 kali dari semula. Catat, kelipatan
itu adalah kelipatan kekayaan, harta yang terlihat. Kalau ditambah dengan
pengeluaran selama tahun itu maka bisa dipastikan pemasukan ke kantongnya
mengelontor terus bak air bah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bagaimana mungkin kekayaan
seorang politikus yang mengabdikan diri seratus persen untuk dunia politik bisa
berlipat-lipat seperti itu. Padahal gaji atau penghasilan yang dibawa pulang
dalam sebulan berkisar 60 jutaan. Di titik inilah ruang abu-abu politik yang
berbicara. Politik di Indonesia amat terkait dengan proyek-proyek pembangunan.
Banyak pengusaha atau badan usaha besar yang omzet-nya bergantung pada
proyek-proyek yang diluncurkan oleh pemerintah. Persaingan memperebutkan proyek
ini bukan hanya soal kompetensi melainkan juga akses terhadap kekuasaan
politik. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akses bisa terbuka karena
kedekatan, tetapi akses juga bisa dibuka dengan ‘kesepakatan-kesepakatan’. Banyak
kesepakatan yang lahir sebelum sebuah proyek digarap. Ada kesepakatan baik,
namun kesepakatan jahat tak kurang banyaknya. Kesepakatan baiknya tentu saja
proyek ditujukan untuk pembangunan bangsa pada bidang tertentu, meningkatkan
ekonomi, sumberdaya manusia dan lain sebagainya. Kesepakatan buruk, misalnya
agar mutu proyek tetap baik, tapi fee juga bisa dibagi ke berbagai pihak,
pengusaha dan penguasa sama-sama untung maka sejak awal harga proyek sudah
dinaikkan alias di mark up. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Salah satu cara agar mark up
tidak terlalu kentara, bukan hanya harga yang direkayasa melainkan juga proses
atau tahapan pekerjaan yang dibuat berlarat-larat dalam dokumen proyeknya.
Padahal tahapan-tahapan itu bisa saja dikerjakan sekali jalan, namun
dipisah-pisah untuk membuat mata anggarannya tidak terlalu mencurigakan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Praktek ‘pencurian’ uang seperti
ini sudah lazim dan tentu saja para pemeriksa sudah tahu. Tapi apa boleh buat ‘niat’
mencuri sulit untuk diadili apabila tidak ada bukti-bukti fisik yang
menyertainya. Jadi biarpun proyek dibuat berlarat-larat, kalau bukti
administrasi dan transaksinya sah, ya pemeriksa bisa bilang apa, paling hanya
rekomendasi agar kesempatan berikutnya proyek dijalankan lebih efisien. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Soal harta yang berlipat dengan
kecepatan ‘supersonic’ tentu saja bukan kepunyaan Angie semata. Rata-rata
legislator dengan amatan sekilas saja pasti akan memperlihatkan peningkatan
kwalitas dan kwantitas hartanya secara bermakna. Ini tak hanya berlaku di DPR
RI melainkan sampai ke DPR Propinsi, Kota dan Kabupaten. Seseorang yang sebelum
menjadi anggota DPRD misalnya, ‘ogah’ membeli sepatu berharga 500 ribu keatas,
kini kerap menyilangkan kaki saat duduk untuk menunjukkan sol sepatu yang
berharga 5 juta. Tadinya tak doyan memakai jaket, kini biarpun panas
menyenggat, jaket kulit berharga 3 juta tetap saja dipakainya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lantaran perbaikan ekonominya
begitu kentara, tak heran jika kemudian anggota DPR kerap menjadi sasaran
permintaan sumbangan entah dengan proposal maupun tidak. Ada banyak cara
dilakukan oleh orang atau sekelompok orang untuk meminta bantuan uang dari
anggota DPR. Mulai yang tanpa basa-basi, langsung todong dengan sapaan Pak Bos,
Ketua, dan seterusnya sampai cara paling halus yang perlu kepekaan nurani untuk
membaca tanda. Banyak yang memaksudkan undangan atau permintaan untuk menjadi
pembicara terhadap anggota DPR, namun tujuan sebenarnya adalah meminta dukungan
pendanaan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kerapnya anggota DPR ‘diminta-mintai’
membuat mereka menjadi tak bebas dalam bergerak. Setiap melihat atau bertemu
orang terbayang dihadapannya adalah para peminta-minta. Dan sebenarnya anggota
DPR sukai dimintai-mintai asalkan tidak membuat bolong kantongnya sendiri.
Mekanisme ‘meminta-minta’ akhirnya diinstitusionalisasi lewat mekanisme reses
dan aneka kunjungan terhadap masyarakat. Dalam pertemuan dengan konstituen itu
biasanya anggota dewan akan berlagak “Kami ini wakil anda, maka wajib hukumnya
membantu dan memfasilitasi apa yang menjadi kepentingan serta kebutuhan anda”. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan biasanya masyarakat akan
ramai-ramai menyampaikan ‘aspirasi’ yang tak lebih dari daftar panjang
kebutuhan belanja langsung yang nantinya akan dijelmakan menjadi proyek-proyek
di tahun anggaran mendatang, atau kalau memang mendesak maka akan dilakukan
perubahan pada anggaran pendapatan dan belanja yang sedang berlaku. Dan apabila
rangkaian aspirasi dari reses bisa menjelma menjadi proyek maka legislator akan
mendapat nama di mata konstituennya plus potensi pendapatan dari proyek-proyek
itu. Penerima proyek harus tahu diri bagaimana sejarah proyek itu, dan sejarah
itu tidak gratis. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan memelihara konstituen
terus sebagai ‘peminta-minta’ dan kemudian legislator bisa meloloskan
permintaan itu maka pondasi untuk kembali dipilih entah dalam kedudukan yang
sama atau lebih tinggi lagi telah dibangun oleh legislator. Potensi untuk
terpilih kembali dalam pemilu mendatang lebih terbuka dan apabila terpilih
kembali maka pundi-pundinya akan semakin membengkak, bahkan kemudian meluap
hingga perlu ditampung dalam rekening pasangan dan anak-anaknya. Jadi jangan
sedih dan marah jika kelak berurusan dengan KPK, rekening pasangan dan anak
ikut serta diblokir. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 11 Desember 2013</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-20205196819845174432013-01-09T22:15:00.002-08:002013-01-09T22:18:01.529-08:00Kontemplasi : HASTAG (15)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#SayaJurnalisbukanPencariIklan</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Surat terbuka seorang kawan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Siang ini saya membaca surat
terbuka yang ditulis seorang kawan untuk pabrik berita tempat dimana dia dulu
bekerja. Dalam surat itu dia menuliskan alasan harus meninggalkan (keluar) dari
tempat kerja yang sangat dicintai lantara praktek kerja yang menciderai prinsip
dasar dari kerja produksi berita. “Saya Jurnalis bukan Pencari Iklan” demikian
dia menjuduli surat terbukanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Surat itu sesungguhnya berisi
pergulatan dari seseorang yang mencoba mempertahankan filosofi kerja seorang
jurnalis. Jurnalis adalah pemburu berita, mencari dan menulis apa yang perlu
diberitakan dan dibutuhkan oleh konsumen berita. Sebuah pekerjaan yang sebenarnya
kian sulit saat ini ketika kantor berita dan media-media tumbuh menjadi
industri untuk menghasilkan laba. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pada industri media yang sudah
mapan, barangkali reporter atau jurnalisnya bisa berkonsentrasi penuh untuk menghasilkan
berita terbaik, berita yang sesuai dengan proyeksi pemberitaan tanpa dicampuri
urusan untuk ikut ‘menghidupi’ perusahaan. Tapi jumlahnya tak banyak.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kebanyakan media masih
menempatkan awak pemberitaan dengan tugas-tugas tambahan yang bahkan kemudian
menjadi tugas utama, yaitu mencari ‘klien’ pemasang berita dengan bayaran atau
barter pembelian (koran atau majalah). Bukan rahasia lagi kalau banyak media
hidup karena halaman (air time) kontrak. Yang semestinya diperlakukan sebagai
halaman advetorial, namun karena rutin maka tak lagi ada ‘pagar api’. Halaman advetorial
diperlakukan sama dengan pemberitaan biasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lalu apa bedanya jurnalis dengan
marketing kalau demikian, gugat kawan yang menulis surat terbuka tadi.
Perusahaan justru memakai jurnalis untuk sekaligus bertindak sebagai marketing
karena posisi jurnalis lebih menguntungkan dihadapan calon klien. Jurnalis bisa
mempunyai daya tawar, posisi yang menekan dan kelebihan lainnya dibandingkan
dengan marketing biasa. Memberdayakan jurnalis sebagai pencari iklan ibarat
satu kali mendayung dua tiga pulau terlampaui.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dalam pengelolaan perusahaan atau
usaha praktek semacam ini bisa dianggap sebagai efisiensi, baik dari sisi
keuangan maupun jumlah personel. Namun dari sisi filosofis dan etika
jurnalisme, praktek ini adalah pengingkaran terhadap martabat dan kerja seorang
jurnalis. Jurnalis sebagaimana guru, pengajar, dokter, ulama adalah profesi
yang berdasarkan panggilan, pengabdian untuk meningkatkan martabat dan harkat
manusia, bukan untuk mengeruk keuntungan, menjadi mesin dalam sebuah organisasi
atau perusahaan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kreatifitas kerja seorang
jurnalis bukan pada menghasilkan berita yang memberi pemasukan bagi perusahaan
secara langsung, melainkan berita yang membuat orang loyal (konsumen media) dan
akan terus mengakses pemberitaan. Loyalitas konsumen media pada gilirannya akan
meningkatkan oplah dan potensi atau daya tawar media untuk para pemasang iklan.
Jadi jurnalis bukanlah pencari iklan, melainkan lewat kerjanya membuat media
menjadi terpercaya sehingga akan jadi pilihan pembaca juga pemasang iklan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Maka saya memahami kegelisahan
kawan yang akhirnya lebih memilih keluar dari pabrik berita tempatnya bekerja. Yang
meski disesali karena keluar tidak dalam keadaan ‘baik-baik’ namun tentu saja
akan melegakan dirinya, tidak membuat dirinya berada dalam persimpangan,
pertentangan batin setiap hari. Apahalnya yang membuat sebuah badan usaha
menilai kinerja jurnalis yang salah satunya adalah berdasar pada berapa income
yang dihasilkan olehnya dari pemasang iklan dan berita?. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Padahal para awak
media, mulai dari level teratas hingga ke bawah pasti akan paham kalau jurnalis
tidak boleh diintervensi dan dibebani kerja-kerja yang tak ada kaitannya dengan
profesinya sebagai pencari dan penulis berita. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya yakin yang berada dalam
persimpangan bukan hanya kawan saya tadi melainkan banyak juga
jurnalis-jurnalis lainnya. Banyak orang menyuarakan kebenaran, mengenali
ketidakbenaran namun ketika mempunyai dampak membahayakan karir, masa depan,
pendapatan dan hal-hal lainnya maka lebih memilih untuk diam, menyimpan dalam
hati, bergunjing di belakang sambil berharap keadaan akan berubah. Namun jika
tidak perlahan-lahan mereka akan melakukan pemakluman, mencari alasan
pembenaran untuk larut di dalamnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun kawan saya ini tidak
memilih untuk diam, melainkan bersuara dan bertindak. Ketika semua yang
disuarakan tidak mendapat tanggapan dan keadaan masih bertahan pada posisi yang
menurutnya tidak sesuai, maka dia memilih untuk keluar. Keluar agar tidak
menjadi bagian dari praktek yang menciderai nilai-nilai luhur dari profesinya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menjaga integritas memang bukan
pekerjaan dan perjuangan yang mudah. Kukuh mempertahankan integritas banyak
kali bermakna kita harus siap terpental dan bukan dikenang sebagai pemenang. Tapi
integritas memang bukan soal menang atau kalah, melainkan berjalan dalam
keselarasan antara nilai dan tindakan. Integritas tidak dikenali oleh orang
lain melainkan pertama-tama oleh dirinya sendiri. Dan sesungguhnya banyak orang
‘kecil’ kukuh mempertahankan dan menjaga integritas dirinya tanpa harus
memasang baliho besar dan berkoar-koar tentang pakta integritas. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 10 Januari 2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-57520275044767501952013-01-08T03:00:00.002-08:002013-01-08T03:01:47.537-08:00Kontemplasi : HASTAG (14)Tahun Politik<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada yang mengatakan tahun 2013
sebagai tahun politik. Istilah yang dimaksudkan untuk memproyeksi bahwa
dinamika politik utamanya berkaitan dengan rezim pemilu akan mulai memanas.
Pemilu 2014 kian mendekat dan semua organ politik yang punya kepentingan dengan
pesta demokrasi itu mulai menginjak gas berpacu untuk melempangkan jalan
kemenangan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Demikian pula di Kalimantan Timur
yang akan melakukan pemilu kada pada pertengahan akhir tahun 2013 nanti. Hanya
saja dinamika menuju pemilukada sepertinya biasa-biasa. Berbulan-bulan lalu
sempat memanas ketika Isran Noor mulai mejeng sana-sini termasuk sampai ‘blusukkan’
ke arena Indonesia Idol dan kemudian meluncurkan Isran Noor Centre. Sampai
disitu dan kemudian menghilang. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada juga mantan Pangdam, yang
sewaktu masih menjabat ‘dirayu-rayu’ atau coba ‘dicomblangi’ oleh salah satu
partai politik. Malu-malu awalnya, namun setelah meninggalkan bumi banua etam
ini, sepertinya tergoda dan ingin kembali meminum air sungai Mahakam. Mulailah
bergerilya namun belum nampak benar di permukaan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada juga yang jauh-jauh hari
menjajakan mukanya di baliho. Seperti biasa menebar keinginan dengan halus
untuk menjaring pinangan dari pihak lainnya. Syukur-syukur kalau kemudian
digandeng oleh calon dari partai lain. Dan sampai gambarnya memudar, sosok yang
menebar senyum di baliho itu toh tak juga masuk dalam orbit calon pemimpin di
Kalimantan Timur.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Slow maar slack” begitu kata
orang Manado, pelan tapi pasti. Incumbent baik gubernur maupun wakil gubernur
yang masih menjabat. Petahana begitu istilah yang kini hendak dipopulerkan.
Awalnya dikabarkan akan tetap bergandengan tangan menuju masa pemerintahan ke
dua. Pernah terpasang sebuah baliho dari salah satu organ politik yang memberi
dukungan kepada keduanya untuk terus maju bersama memimpin Kalimantan Timur. Baliho
yang nampak mencolok dan dipasang kepagian itu tak lama lenyap dari pinggir
jalan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sang wakil yang pondasi
politiknya lemah nampaknya memang berharap untuk terus digandeng oleh
pasangannya. Sebab untuk maju sendiri dan kemudian bersaing dengan bekas
pasangannya tentu akan berat. Berat di dukungan dan juga berat di ongkos. Bukan
rahasia lagi kalau naiknya ke kursi wakil gubernur yang sekarang didudukinya,
ibarat ‘kejatuhan durian runtuh’. Nyaris tanpa bekal dan kerja keras.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan ternyata gubernur incumbent
yang masih bernafsu untuk meneruskan ‘omong besarnya’ yang belum terbukti
hasilnya, harus meneruskan kedudukan pada periode ke dua. Siapa tahu hal-hal
besar yang direncanakannya akan bisa dicapai sehingga harum namanya. Namun bukan
dengan mengandeng kembali wakilnya melainkan memilih calon wakil gubernur dari
partai yang kini paling gencar memunculkan wajah ketua umumnya di televisi
sebagai sahabat orang-orang kecil se Indonesia.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Gubernur incubent dan pasangan
yang adalah pembesar partai politik besar sekarang menjadi satu-satunya calon
yang paling jelas dan siap bertarung di pemilukada Kaltim 2013. Pasangan ini
telah menjadi pasangan sah yang dicalonkan oleh partai pengusung yang tak perlu
dukungan partai lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kada da saingan” begitu
nampaknya keadaan menjelang pemilukada Kaltim 2013. Meski yang maju berpasangan
adalah dua orang yang terbilang sudah ‘renta’, tapi nyali dari banyak orang
yang kerap menganggap diri tokoh dan pemimpin di Kalimantan Timur belum juga
kelihatan wujudnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kelesuan juga menghinggapi
partai-partai yang biasanya rajin bergerilya kanan-kiri. Menawarkan perahu atau
sekedar dukungan yang pastinya akan berbuah imbalan. Nampaknya kini semua itu ‘macet’,
tidak lagi mengalir lancar. Partai bahkan harus bekerja keras untuk memunculkan
calon-calon baru yang belum jelas juntrungannya untuk melawan incumbent yang
nampaknya berhasil menyakinkan warga Kalimantan Timur dengan rencana-rencana
besarnya. Mengharapkan cipratan gizi dari incumbent yang sudah ditetapkan
sebagai calon oleh partai besar tentu ibarat mengantang angin. Jangankan kepada
partai lain, kepada partai pendukungnya saja belum tentu dia royal.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jika suasana politik di tingkat
nasional sudah mulai menunjukkan geliat panas, nampaknya di Kalimantan Timur
akan adem ayem saja. Sepertinya isu pergantian pemimpin tidak menjadi perhatian
publik. Entah, barangkali publik berkeyakinan dipimpin oleh siapapun Kalimantan
Timur akan tetap begini atau begitu. Kondisi atau kehidupan di Kalimantan Timur
tidak ditentukan oleh pemimpin. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Semoga saja tidak begitu. Sebab
dengan segala kemampuannya, sudah terlalu lama kelebihan Kalimantan Timur tidak
digunakan untuk membangun dasar-dasar kehidupan yang bisa bertahan dalam waktu
yang panjang. Sebut saja salah satunya, misalnya air bersih belum lagi kalau
bicara listrik dan energi lainnya. Mestinya masyarakat Kalimantan Timur tak
perlu menikmati gas dalam bentuk tabung, melainkan pipa-pipa yang langsung
terhubung ke rumah-rumah. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun memang tidak mudah
memunculkan sosok pemimpin dalam waktu yang sekejap. Dan problem seperti ini
selalu menjadi tantangan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Meski kita
mendasarkan diri pada sistem demokrasi, namun dalam urusan pemimpin tetap saja
muncul patron-patron tertentu. Kepemimpinan kita tidak terlalu banyak berubah
mulai dari jaman kerajaan, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila hingga
Demokrasi multi partai dan pemilihan langsung.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akibatnya hari demi hari harapan
masyarakat kepada pemimpinnya semakin tipis. Girah kepemimpinan baru memang
muncul dalam pemilukada Jakarta. Tapi “Jokowi Effect” kecil kemungkinan akan
terjadi di Kaltim atau tempat lainnya di Indonesia. Jokowi Effect adalah
peristiwa yang tak akan terulang dan sulit untuk ditiru dan dilestarikan. Sama
persis dengan Leonell Messi yang meraih Ballon D’or untuk ke empat kalinya
berturut-turut itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Padepokan Batu Lumpang, 8 Januari
2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-7608380260993827452013-01-07T09:30:00.005-08:002013-01-07T09:30:50.697-08:00Puisi Esai : Ziarah Tanpa Ujung
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Dulu air sungai ini jernih sekali,
</div>
<div class="MsoNoSpacing">
dasar sungai dan ikan di dalamnya kelihatan dari sini.”.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Diarahkannya pandang ke batang sungai Berambai.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai Pesuhu<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></span></span></span></a> membabar
kilas kisah hidupnya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Batang kayu jembatan kian rapuh dimakan usia.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berderit menyangga tubuh yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>makin <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>renta.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
20 tahun sudah mengolah belukar ini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Jalan dari Apokayan<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></span></span></span></a> hingga
Berambai masih terus bergelombang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Terbayang kala susah hidup disana.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Lamin mulai ditinggalkan karena pesan pembangunan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Desa jadi sepi, harga-harga melambung tinggi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Anak muda malu kalah gengsi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hanya besi bersayap yang singgah berkala.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tiada jalan merayap di daratan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Anak sungai mengular diantara rimbunan hutan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Perlu berhari-hari hanya untuk sebongkah garam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dari Apokayan, semua berpencar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ada yang hingga Malaysia.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ada tersinggah <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Kutai Kartanegara.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ada pula yang mencapai Samarinda.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukan hanya hitungan hari.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bulan bahkan mencapai tahun.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kaki terus melangkah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kanak dan tetua dibawa dalam pikulan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Di beberapa tepian.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami bangun penyinggahan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berburu dan berladang sementara.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Menabung tenaga dan semangat untuk melangkah ke hilir
sana.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak selalu mudah bertemu, hidup bersama orang lain.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Orang hutan itu sebutan kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ada cerita dusta kalau kami berekor.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Gemar memuja roh-roh di pepohonan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mereka bilang kami kafir,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
hanya karena tak menyebut-nyebut nama Tuhan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mereka bilang kami kafir,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
hanya karena kami tak mempunyai kitab suci.<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[3]</span></span></span></span></a></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Siapa bilang kami tak berjunjungan?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Siapa bilang kami tak punya ajaran suci?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Siapa bilang kami tak mempercayai dunia atas?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mengapa kami disebut animis primitif?<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[4]</span></span></span></span></a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tiada benar kami memuja pohon.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tiada benar kami percaya kekuatan batu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sejatinya hutan dan seisinya kami hormati.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami jaga selayaknya sebuah harga diri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hutan perlambang kehidupan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Swalayan, supermarket penyedia segala kebutuhan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pohon tiada ditebang tanpa alasan kuat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ladang tak dipaksa terus menerus menghasilkan panen.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bumi perlu sesekali istirahat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Memulihkan duka dan luka.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Membiarkan apapun tumbuh diatasnya bebas.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ladang berpindah<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[5]</span></span></span></span></a>, itu
cara menghormati bumi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Atas nama pembangunan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Demi langkah mengejar kemajuan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Modernisasi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mengejar ketertinggalan dari luar negeri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Demi mengejar impian kemajuan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Modernitas.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sejahtera.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Keluar berpencar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mendekat kota.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukankah di kota semua kebutuhan lebih mudah didapat?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tapi sebenarnya kota tetap selalu jauh disana.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Di pinggiran dalam kami berlabuh.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tetap kami masih dipandang udik.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tetap kami disebut masyarakat terpencil.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tanpa jalan aspal.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tanpa angkutan umum.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Obyek dan bukan subyek.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Di agama kan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Disatukan dalam sebuah pemukiman.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dan hutan yang kami tinggalkan dibagi-bagi untuk pemegang
HPH<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[6]</span></span></span></span></a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukan hanya tanah dan hutan yang hilang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kebudayaan fisik pun dihabisi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tatto dipandang sebagai budaya preman.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Telinga panjang diolok-olok sebagai sebuah keanehan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Habis sudah harga diri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Simbol dan artefak kebudayaan dirampas tangan penguasa.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Menghias gedung dan fasilitas kebanggaan kota.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Entah menjadi milik siapa?<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[7]</span></span></span></span></a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami adalah penanda tanah ini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Identitas, jatidiri dan wajah nan tersurat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Namun adab sesungguhnya telah mati.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami bahkan tak lagi memiliki diri kami sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dari tanah terpencil , kemudian berdiam di tanah pinggir.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Memandang dari jauh hinggar binggar kota.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pekik derita dan nestapa,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tertelan dalam senyap kejauhan, makin pudar oleh deru
pengeruk batubara.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tahun 1990, rombongan 36 keluarga tiba.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Disambut belukar dan pokok-pokok tinggi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Yang punya ngijin kami membuka belukarnya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ujar Amai Pesuhu mengingat kembali saat itu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hidup indah terbayang di mata.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Air berlimpah, tanah subur, sungai penuh dengan ikan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Keberkahan terus tiba.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tanah dan ladang diberi selembar tanda kepemilikan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dusun Berambai, menjadi bagian Bukit Pariaman.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Urusan semakin mudah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak perlu bersampan dan berjalan kaki.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Demi selembar kertas bercap di Separi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pokok coklat tumbuh menantang langit.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bunga mekar berbuah padat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Panenan demi panenan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hidup kian tertata.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak ada angin tak ada hujan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Buldozer membuka jalanan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Lebar dan panjang perlambang keterbukaan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Namun ternyata adalah petaka<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[8]</span></span></span></span></a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tanah kami masuk konsesi tambang besar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai menghela nafas panjang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hidup perlahan terancam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sungai kian coklat tanda pelumpuran.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Gemericik air dan lalu lalang ketinting,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kicau dan kepak burung,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
hilang terbuang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berganti deru pengangkut raksasa yang selalu bergegas.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kebun kami terbelah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Satu di sisi kanan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Satu disisi kiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Debu di kala panas, limpas air lumpur di kala hujan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berpacu dengan waktu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami ingin terus bertanam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Perusahaan ingin segera menggali.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami harus bertahan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ke kebun kami ingin berladang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berarak membawa cangkul dan parang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mereka mengira kami hendak menghadang dan menghalang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Se-peleton aparat bersenjata datang meradang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami diam tak melawan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hanya sekedar mempertahankan tanah kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami ditangkapi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dikriminalisasi karena menghalang-halangi investasi. </div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bermalam kami di balik jeruji<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 11.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[9]</span></span></span></span></a>.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Serasa mati berdiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ancaman pasal demi pasal sungguh menakutkan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak pernah kami berurusan dengan aparat yang tak ramah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak tahu pada siapa dan kemana mesti bersandar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Banyak organisasi dan lembaga yang bervisi membela.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hanya tiada yang datang menemani, mendampingi kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Aparat dan hukum jelas menakutkan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Apalagi ditopang mesin investasi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Uang dan kuasa mereka punya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Penguasa membela dan berdiri di belakangnya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Perusahaan kerap bernama,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Jaya, Sejahtera, Prima, Lestari juga Abadi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Nama indah dan mulia,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berpondasi nista, duka dan celaka bagi kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Otonomi dan reformasi hanyalah janji indah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kemandirian masyarakat lokal hanyalah candu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kami terpuruk di tanah sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dalam iklim demokrasi berbaju reformasi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Di mana keterbukaan?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kalau investasi datang dan ditentukan diam-diam?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukan maling tapi perampok besar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Menyingkirkan kami terang-terangan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dimana partisipasi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dimana kami bisa menentukan apa yang baik bagi kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Jika kemudian hanya karena selembar kertas,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
mereka bisa seenaknya merusak dan merampas bumi kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sudahlah kami yang tua ini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bagaimana dengan anak-anak dan cucu kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Lihatlah sekolah kosong, guru tak sudi lagi tinggal
disini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Rumah-rumah mulai dibiarkan, sebagian sudah berpindah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Andai kami menyingkir dari sini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Lagi..lagi kami akan kalah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berpindah dan terus berpindah.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sampai kapan akan berakhir?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ini tanah kami, ladang kehidupan untuk masa depan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berlawan bukan tanda tak taat pada negara.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ada hak kami tertulis diatas tanah ini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kalau bukan kami yang menjaga dan menghormatinya, lalu
siapa lagi?.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ditatapnya air sungai yang kian coklat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ikan hilang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Perahu karam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
“Kulit gatal..tumbuh kudis kalau mandi disitu”, keluhnya
dalam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sebenarnya hidup semakin sulit.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Jangankan menabung, makan hari ini saja belum tentu ada.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dusun semakin muram.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tiang-tiang lamin tak jadi dibangun berhias ilalang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sakit, sunyi, sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Biarlah duka ini tersimpan dalam di hati.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak ingin kami ribut, </div>
<div class="MsoNoSpacing">
apalagi mengamuk , bakar membakar, membabi buta.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Meski hati berontak.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Raga tersiksa.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pikiran tak lagi tenang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak sedikitpun makar terbersit.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak butuh lebih.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Cukup hargai, akui dan hormati hak kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Beri kami kepastian.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukan terombang-ambing dalam pusaran.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai duduk termenung.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Disenandungkan sebuah tembang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kita harus tetap bersatu,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
meski berat beban yang harus dipikul.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Angkatlah ..angkat..biarpun berat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Hanya inilah yang tersisa.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Jika ingin tetap bertahan dan menang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak lagi mengayun kaki kelana.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai duduk termenung.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Riuh celoteh cucunya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Memanjat-manjat pohon,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
melompat ke batang air sungai.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Sebentar lagi mereka akan pergi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak mungkin menuntut ilmu disini.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Meski sebenarnya tak tega,</div>
<div class="MsoNoSpacing">
membiarkan mereka pergi keluar sana.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai duduk tersenyum.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Cucunya datang membawai setangkai Ihai.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Buat manis yang masih tersisa.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Meski tinggal di pucuk tingginya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai duduk tersenyum.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Cucunya masih bisa menari.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bahkan ikut delegasi seni hingga luar negeri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Walau budaya kini jadi komoditi.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai duduk tersenyum.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Masih terdengar bunyi lesung.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Alu berpadu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Emping beris ketan penawar rindu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tinggal sedikit, selesailah kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai tak berniat tenggelam dalam keluh.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak bakal lagi ada yang bisa memahat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Tak ada lagi yang menganyam Anjat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bocah-bocah itu lebih suka bermain gitar.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ketimbang memetik Sampeg.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bocah-bocah itu lebih suka bermain handphone.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dari pada mengayun parang dan cangkul.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bocah-bocah itu tak lagi tahu Balian.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dedaunan bukan lagi obat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Akar-akar tak lagi diseduh menambah semangat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pupur mengantikan lulur di wajah gadis-gadis.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Perubahan tak mesti harus ditolak.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Karena perubahan adalah keniscayaan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Namun semua mesti dilandasi atas kesadaran.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bukan dirampas dari genggam tangan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Terlalu lama hidup kami ditentukan orang dan kekuasaan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai tegas mengambil kesimpulan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dalam usianya yang kian senja.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai memutuskan untuk menentukan nasibnya sendiri.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Kebun umat, itu masa depan kami.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berkumpul, bersekutu untuk bahu membahu.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Mengerjakan ladang kehidupan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Memutuskan untuk tak lagi menyingkir. </div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Nyanyian Amai semakin perlahan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Bocah-bocah lelah dalam peraduan.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Gelap mulai menyergap.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Desing dan kepak nyamuk keras <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berirama.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Dua puluh tahun telah lewat.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Berambai semakin kusam.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Amai berniat dalam tekad.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
Ini adalah tanah terakhir, persinggahan paripurna.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Samarinda, 24 Juni 2012. Pondok Batu Lumpang</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
<div style="mso-element: footnote-list;">
<br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[1]</span></span></span></span></a> Amai
Pesuhu (71 tahun), salah satu tetua kampung Berambai, Kecamatan Tenggarong
Seberang, Kabupaten Kutai Kartanegara. Tahun 1990 bersama 36 kepala keluarga
lainnya datang ke Berambai setelah bermukim di berbagai tempat. Salah satunya
adalah lokasi proyek respen (resetlement penduduk) di Data Bilang.</div>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[2]</span></span></span></span></a>
Wilayah Apokayan masuk di Kabupaten Bulungan. Dalam laporan majalah Tempo (24
Mei 1984) dengan judul ‘Desa-Desa Makin Sepi’ diungkapkan tentang fenomena
perpindahan, migrasi penduduk keluar dari Kayan secara bergelombang, keluar
dari sana menuju Kutai Kartanegara, Samarinda bahkan hingga ke Malaysia.</div>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[3]</span></span></span></span></a> Van
Linden, seorang Antropolog Belanda pernah mengatakan bahwa nasib orang Dayak
adalah dijajah, bukan memerintah. Senada dengan itu Magenda (1991) melukiskan
betapa orang Dayak selama berabad-abad mengalami marjinalisasi dalam skala yang
massif baik oleh kekuatan politik kolonial, nasional dan lokal.Citra populer
sebagai kelompok yang ‘terkebelakang, primitif dan liar’ semakin memperparah
marjinalisasi yang mereka derita.</div>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[4]</span></span></span></span></a>
Setelah peristiwa G 30 S/PKI, Suku Dayak menjadi obyek untuk diagamakan. Mereka
harus memilih untuk menganut agama resmi yang diakui negara, entah itu Muslim
atau Kristen. Sekelompok masyarakat Dayak di wilayah Kalimantan Tengah tetap
berupaya menjadikan kepercayaan adat mereka menjadi agama, namun tak berhasil.
Hingga kemudian mereka menyebut diri sebagai penganut Agama Hindu (Kaharingan)
dengan Panuturan sebagai kitabnya.</div>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[5]</span></span></span></span></a>
Perladangan berpindah adalah salah satu cara masyarakat Dayak dalam menjaga
daya dukung tanah (natural resources management). Mereka berladang secara
alamiah sehingga penting untuk menjaga kesuburan alami tanah. Dengan berpindah
mereka melakukan jeda tanam atas ladang mereka untuk kembali memulihkan
kesuburan alamiahnya. Namun perladangan ini menjadi tidak populer karena dianggap
memicu kebakaran hutan. Sistem ini juga tidak cocok dengan sistem kepemilikan
individual dan menyulitkan pemberian hak penguasaan hutan kepada investor. </div>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[6]</span></span></span></span></a> Di masa
orde baru masyarakat Dayak yang hidup dalam lamin (rumah panjang-rumah komunal)
di beri rumah-rumah individual dan warga dalam berbagai Lamin disatukan dalam
satu wilayah administratif (re grouping desa), serta diberi ladang menetap
(seperti transmigran). Proyek ini mengeluarkan mereka dari wilayah hutan yang
secara tradisional mereka kuasai. Hutan yang ditinggalkan kemudia
dibagi-bagikan kepada para pemegang HPH untuk mengolahnya menjadi industri
kayu.</div>
</div>
<div id="ftn7" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[7]</span></span></span></span></a> Artefak
atau simbol-simbol kebudayaan Dayak (ragam hias, lamin,blawing) secara mencolok
bisa ditemui dalam berbagai gedung dan fasilitas umum di Kalimantan Timur.
Seolah warna kebudayaan Dayak sangat menonjol. Namun sesungguhnya semua hanya
dalam bentuk benda-benda mati. Kebijakan yang berpihak pada kebudayaan yang
hidup sangat tidak komprehensif. Warga dan kebudayaan Dayak terus menjadi obyek
pembangunan terutama wisata. </div>
</div>
<div id="ftn8" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText" style="text-align: justify;">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[8]</span></span></span></span></a> Wilayah
dusun Berambai dan ladang mereka terkepung oleh lahan konsensi perusahaan
tambang PT. Mahakam Sumber Jaya. Untuk masuk dusun berambai harus melalui jalan
hauling yang selain berdebu juga berbahaya karena lalu lalang dump truk
pengangkut batubara. Dusun ini seperti dusun terpencil, tanpa akses jalan
masuk, tidak dialiri aliran listrik dan tak ada angkutan umum ke sana. Padahal
jaraknya tidak terlalu jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Kutai
Kartanegara. </div>
</div>
<div id="ftn9" style="mso-element: footnote;">
<div class="MsoFootnoteText">
<a href="http://www.blogger.com/blogger.g?blogID=4560869995673045980#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-size: 10.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: FIL-PH; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US;">[9]</span></span></span></span></a>
Aksi damai warga dusun Berambai berakhir dengan penangkapan sebagaian warga.
Mereka dikriminalisasi dan hingga kini beberapa diantaranya berstatus sebagai
tersangka. Mesti tidak ditahan tetapi mereka dikenai wajib lapor. Dan ini
sungguh memberatkan karena mereka harus rutin bolak-balik ke Tenggarong yang
tentu saja memerlukan biaya besar untuk ongkos kendaraan. </div>
</div>
</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-23237738394020029422012-12-31T23:09:00.002-08:002012-12-31T23:10:56.608-08:00Kontemplasi : HASTAG (13)#TahunbaruHidupbaru<br />
<br />
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebenarnya tidak ada yang berbeda
antara hari yang satu dengan hari yang lain. Namun karena satuan-satuan hari
yang kemudian menjadi periode tahun, pergantian dari satu periode ke periode
lainnya menjadi istimewa. Perayaan tahun baru adalah sebuah tradisi yang
panjang dan pada berbagai bangsa menimbulkan mitos-mitos tertentu yang
diwujudkan dalam sebuah laku yang diharapkan akan menghasilkan kondisi yang
lebih baik di tahun mendatang.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di balik gebyar dan kemeriahan
perayaan tahun baru, masyarakat di berbagai belahan bumi secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama melakukan kebiasaan turun temurun dalam bentuk ritual
menjelang pergantian tahun. Masyarakat di Brasil yang mempercayai dewa laut,
akan berkumpul di pantai menjelang pergantian tahun dengan baju putih. Mereka
akan ‘melarung’ bunga untuk persembahan kepada dewa laut. Selain itu buah
mangga, pepaya dan semangka akan di kubur dalam pasar pantai.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di Jepang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>masyarakat Budhis akan mendengarkan lonceng
yang dibunyikan sebanyak 108 kali. Angka itu melambangkan jumlah dosa manusia
yang dihapuskan sehingga akan mendatangkan kebaikan. Mereka juga akan menyantap
jenis mie tertentu (soba) untuk melambangkan panjang umur. Selain mie mereka
juga akan menyantap tiga jenis masakan awetan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Masyarakat di Caracas akan
mendengarkan bunyi lonceng gereja katedral Caracas dan kemudian berkumpul
sambil menyanyikan lagu-lagu sedih sebagai kenangan atas tahun yang
berlalu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Sementara masyarakat di Turki
akan menaburkan biji buah delima di pintu-pintu rumah agar hidup berkelimpahan
di tahun yang mendatang dan apa yang diharapkan akan terwujud.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada banyak kepercayaan yang unik
terkait dengan perayaan tahun baru. Agar tahun mendatang rejeki datang
berlimpah, masyarakat di Jerman akan mengantongi pecahan uang kertas terbesar
pada saat mengangkat gelas (bersulang) saat pergantian tahun berlalu. Demikian
juga bagi yang mau bepergian di pergantian tahun, harapan atau keinginan akan
terwujud apabila mereka mengelilingi rumah dengan tas kopernya sebelum
berangkat.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Adapula masyarakat tertentu yang
merayakan pergantian tahun dengan kesunyian. Menyalakan lilin ditengah dan
duduk berkeliling sambil bergandengan tangan. Tepat pada saat pergantian waktu
dari tahun lama ke tahun baru, mereka mengucapkan keinginan atau harapan
masing-masing.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Entah apa ritual khusus yang
dilakukan masyarakat di Indonesia saat pergantian tahun dari yang lama ke yang
baru. Sejauh saya ingat di masa kecil dulu, saat pergantian tahun biasanya kami
berkumpul di rumah, di meja makan, bersantap bersama dan kemudian mengungkapkan
harapan dan keinginan masing-masing di masa yang akan datang. Di dalamnya ada
pula janji untuk melakukan ini dan tidak melakukan itu agar menjadi pribadi
yang semakin baik.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kebiasaan itu kemudian hilang
ketika kami anak-anak mulai tumbuh menjadi remaja, malam pergantian tahun di
isi untuk berkumpul dengan teman-teman, beramai-ramai. Atau ikut misa
pergantian tahun di gereja yang kemudian dilanjutkan dengan kongkow-kongkow
hingga pagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Secara umum perayaan tahun baru
di berbagai pelosok Indonesia berisi keramaian publik. Ada panggung hiburan
dimana-mana. Atau masyarakat berkumpul baik dalam lingkaran keluarga maupun
pertemanan, beramai-ramai membunyikan terompet dan membakar mercon serta
kembang api. Hampir tak ada ritual khusus yang mempunyai nilai spiritual. Hanya
sedikit sekali yang melakukan ibadah, pengajian atau misa di malam pergantian
tahun baru. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di Samarinda misalnya, menjelang
tahun baru selalu ditandai dengan munculnya pedagang jagung muda di berbagai
ruas jalan, tempat pembakaran dan arang kayu. Selain itu ramai pula muncul
pedangan terompet dan aksesories lainnya baik mangkal maupun yang berkeliling.
Pedagang bunyi-bunyian, mercon, kembang api dan lainnya juga tak kurang banyak
jumlahnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Malam tahun baru menjadi malam
yang hinggar binggar dan penuh asap. Asap yang berasal dari arang kayu untuk
membakar jagung, ikan dan daging ayam, juga asap yang dihasilkan oleh letusan
kembang api dan mercon di udara. Malam tahun baru juga malam kemacetan di
berbagai ruas jalan. Masyarakat seakan sepakat untuk keluar bersama-sama di
malam tahun baru, berkeliling merasakan keramaian tengah malam. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Malam tahun baru juga malam panen
bagi tempat-tempat hiburan malam yang berlomba-lomba menyemarakkan malam
pergantian tahun dengan berbagai acara. Tempat-tempat hiburan yang pada
hari-hari biasa sepi, pada malam tahun baru panen pengunjung bahkan di beberapa
tempat menimbulkan antrian untuk masuk lantaran ruangan di dalam tak cukup
menampung jumlah pengunjung. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan semalam dalam perjalan pulang
dari rumah seorang kawan, di jalan saya menemukan beberapa orang berjongkok
lantaran muntah. Muntah entah karena kebanyakan minum minuman beralkohol atau
lantaran tidak biasa namun memaksa untuk meninumnya demi merayakan malam
pergantian tahun. Hingga jam 2 malam jalanan masih saja ramai, pintu tempat
hiburan malam masih terbuka dan terang benderang. Pendek kata di malam tahun
baru rupanya banyak orang merayakan dengan membuang-buang uang entah dengan
membakarnya atau meneguknya lewat cairan yang membuat pusing kepala.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Selamat merayakan tahun baru dan
semoga tahun depan akan mendatangkan kebaikan untuk kita semua.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 1 Januari 2013</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-79667778114776989622012-12-11T21:10:00.000-08:002012-12-11T21:16:52.508-08:00Kontemplasi : HASTAG (12)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#K-POP</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dulu, saya dan teman-teman setiap
kali melihat barang baru selalu mencari-cari tulisan yang menunjukkan barang itu
buatan mana. Saat itu<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang populer
adalah made in Japan dan made in China. Barang buatan Jepang dan China memang
lazim dan dikenal semenjak jaman saya kecil dulu. Barang dengan tulisan made in
Korea kurang dikenal saat itu meski sebenarnya juga ada. Sebab kalau tak salah
bumbu masak Miwon merupakan produk dari korea.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Korea tertanam dalam benak saya
karena <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pemberitaan tentang perang Korea
yang berakhir dengan pemisahan Korea Selatan dan Korea Utara. Dua negara satu
nenek moyang yang terus berseteru hingga sekarang. Situasi politik di
semenanjung Korea yang kerap memanas karena campur tangan Amerika Serikat
dahulu memang banyak mewarnai pemberitaan di televisi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Secara perlahan Korea kemudian
menyaingi ketenaran Jepang dan China dengan produk industrial berupa elektronik
dan otomotif. Jika di Indonesia lahir orang-orang kaya yang disebut sebagai
konglomerat, di Korea juga muncul fenomena serupa. Lahir chaebol-chaebol,
industrialis Korea yang kaya dan juga ternama produknya. Merk-merk seperti KIA,
Daewoo, Hyundai, Samsung dan lain sebagainya kini menjadi familiar. Industri
otomotif Korea bahkan sempat menjadi kiblat pengembangan industri mobil
nasional di masa terakhir pemerintahan Suharto. Dua putra Suharto yaitu Tommy
dan Bambang Trihatmojo melahir Timor dan Bimantara Cakra sebagai mobil
nasional.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Produk mobil nasional yang tak
lebih hanya menganti merk mobil dengan merk lain di Korea itu akhirnya gagal
dan tidak berlanjut. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sekarang ini, produk Korea bukan
hanya ternama di Indonesia melainkan mulai menguasai secara mendalam. Gadget
produks Samsung sampai terbawa-bawa dalam mimpi ketika diingini, siapa coba
yang bisa menolak ketika diberi Samsung Galaxy Note?.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun pengaruh terbesar yang
benar-benar mencengkeram hingga merubah perilaku adalah gelombang budaya yang
disebut sebagai K-Pop. Budaya K-Pop yang pertama masuk melalui serial sinetron
produksi Korea dan diteruskan dengan perfomance Boy dan Girls Band-nya membuat
generasi MTV, Manga dan Harajuku perlahan-lahan tergusur. <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Dangdut yang mulai meredup, kembali naik lewat
lagu salah alamat yang dinyanyikan oleh Ayu Ting Ting, penyanyi yang tak
ragu-ragu menyebut diri pengemar dan bergaya ala K-Pop.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Band-Band ternama yang sebelumnya
kental mengusung irama pop malayu kemudian tergusur oleh boy dan girls band
yang mengusung gerak serta lagu lewat gaya yang persis serupa dengan band
Korea. Smash dan Cheribelle adalah dua kelompok band Indonesia bergaya Korea
yang sangat populer dan digilai oleh anak-anak dan remaja nusantara. Tingginya
animo anak-anak kemudian memunculkan pula kelompok musik Coboy Junior dan
Lollypop, sayang kemunculan bocah-bocah ini tak mengusung lagu-lagu sebagaimana
dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi bocah pada masa sebelumnya. Coboy Junior
misalnya sudah membawakan lagu-lagu yang bertema percintaan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Penetrasi budaya K-Pop sebenarnya
tidak semata-mata karena pasar. K-Pop yang menyebar bukan hanya di Indonesia,
melainkan juga di negara Asia lainnya adalah sebuah langkah sistematis lewat
campur tangan politik pemerintahnya. Pemerintah Korea Selatan mengelontorkan
dana yang tidak sedikit untuk mendukung perkembangan budaya K-Pop. Dan K-Pop
kemudian mencapai level global lewat gaya tari yang disebut dengan “Gangnam
Style”. Gang Nam Style membuat orang sedunia menjadi menggila, mengikutinya.
Sebuah fenomena yang jarang sekali terjadi, dimana sebuah gaya menari diikuti
hampir oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di layar kaya, berkali-kali kita
saksikan para pesohor menarikan atau bergaya ala Gangnam Style. Olahragawan
ternama menarikannya kala mencetak goal atau memenangkan pertandingan. Putra
David Beckham tersorot kamera tengah ber-gangnam style kala LA Galaxy, klub bola
yang diperkuat bapaknya mencetak goal ke gawang lawan. Dan yang lebih luar
biasa, dalam penghargaan American Music Awards, hampir semua hadirin ikut
menarikan Gangnam Style saat penyanyinya memperoleh penghargaan dari publik
musik Amerika.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
K-Pop, yang disemai lewat serial
sinetron, boy dan girls band dan kini dengan gangnam style di garda depan
ibarat ‘hadiah dari Korea untuk dunia”, from Korean to the world. Dan lagi-lagi
khalayak negeri kita yang kaya akan unsur gerak dan lagu hanya menjadi penonton,
penikmat dan pengembira. Pemerintah telah mencanangkan dekade ini sebagai
dekade industri kreatif untuk mengenjot karya-karya kreatif dari Indonesia
menuju pentas dunia. Jalan sudah terbuka lebar, lagu dan karya film Indonesia
sudah familiar di negera-negara tetangga, kita tinggal membutuhkan satu
loncatan untuk bisa berpengaruh secara mondial.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Loncatan yang dalam dunia musik
kerap disebut sebagai ‘go internasional’. Sayangnya memang kita belum punya
strategi dan kemauan politik serta dukungan pendanaan yang jelas. Kita hanya
gemar memukul gong di depan dan setelah itu gemanya hilang ditelan angin.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 12 Desember 2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-49508101422660872932012-12-09T22:47:00.001-08:002012-12-09T22:49:52.095-08:00Kontemplasi : HASTAG (11)#AAM<br />
<br />
Ketua KPK Abraham Samad akhirnya mengumumkan tersangka baru dalam dugaan kasus tindak pidana korupsi pada proyek Hambalang. Tersangka baru yang diumumkan adalah kuasa penguna anggaran pada Kemenpora. Pengumuman ini tentu saja tidak mengejutkan publik karena nama AAM kerap disebut-sebut oleh Nazaruddin tersangka mega korupsi yang sempat lari ke luar negeri namun akhirnya ‘menyerahkan diri’ dan bernyanyi. Satu persatu nama yang disebut-sebut oleh Nazar kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
AAM selain ditetapkan sebagai tersangka, juga dicekal sehingga tidak bisa bepergian ke luar negeri meski untuk urusan yang berkaitan dengan jabatannya sebagai menteri.<br />
<br />
Tidak seperti pejabat-pejabat kebanyakan yang harus di dorong-dorong untuk mundur dari jabatannya ketika terkena perkara, AAM mengambil langkah sigap tanpa ribut kanan-kiri, mengundurkan diri dari jabatan menteri dan juga kepengurusan di partainya.
Langkah yang biasa, tapi karena langka maka apa yang dilakukan oleh AAM layak untuk diacungi jempol. Langkah yang semoga nanti diikuti oleh pejabat-pejabat lain andai nantinya terkena masalah. Dengan ditetapkannya seseorang sebagai tersangka maka tak berlaku lagi ‘prasangka tidak bersalah’. Seseorang ditetapkan menjadi tersangka karena penegak hukum telah mempunyai bukti yang cukup berkaitan dengan laku pelanggaran hukum.<br />
<br />
Tugas seorang tersangka adalah mengikuti proses hukum selanjutnya dan membuktikan dirinya tidak bersalah atau kesalahannya tidak seberat sebagaimana disangkakan oleh penegak hukum.
Langkah cepat AAM untuk mundur dari jabatan yang diakibatkan oleh sangkaan laku yang tidak baik adalah sebuah kebaikan. Kebaikan karena dengan mundurnya AAM dari jabatannya maka dia tidak membuat orang-orang di lingkungan kerjanya menjadi tidak enak, serba salah dan ikut menanggung kesulitan. Demikian juga dengan partainya, dengan mundur dari kepengurusan maka partai sekurang-kurangnya tidak ikut terbawa-bawa, kecuali nanti terbukti lain.<br />
<br />
Seingat saya di Kalimantan Timur, ada seorang petinggi yang telah dinyatakan sebagai tersangka oleh penegak hukum, namun tetap saja menjalankan kepemimpinannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Aneh bin ajaib jika penetapan tersangka lagak lakunya seperti anak kecil yang membuat kesalahan, yaitu hanya diam-diam saja dengan harapan orang lain lupa, atau bahkan yang menetapkannya juga ikut-ikutan lupa.<br />
<br />
Para tersangka diluar yang ditetapkan oleh KPK nampaknya banyak saja yang anteng-anteng, seolah tak terjadi apa-apa. Dan di Kalimantan Timur bukan hanya satu dua orang saja. Mereka yang sudah ditetapkan sebagai tersangka masih saja menjalankan tugasnya, bahkan berteriak-teriak mengajak orang lain untuk memberantas korupsi, tak malu-malu memamerkan dan menyatakan dirinya sebagai orang yang berintegritas. Padahal status tersangka dengan dugaan korupsi sekurang-kurangnya menjadi tanda awal bahwa integritasnya bermasalah.<br />
<br />
Para pengacara tersangka, biasanya dalam berbagai wawancara meminta penegak hukum untuk bergerak cepat agar sang tersangka beroleh status yang jelas, entah kemudian bebas karena tak terbukti bersalah, atau kemudian divonis dengan hukuman tertentu. Intinya antara penetapan tersangka dan keputusan atas status itu tidak berlarat-larat sehingga seorang mempunyai kepastian status atas dirinya.
Berkaca pada itu maka ‘kebebalan’ setingkat apa yang dipunyai oleh seseorang yang telah berstatus tersangka namun tetap tenang-tenang saja menjalankan tugas publiknya.<br />
<br />
Tersangka adalah sebuah status hukum dimana dihadapan hukum seseorang tengah diduga bersalah atas tindak tertentu, status itu bisa berubah atau berlanjut tergantung pada persidangan.
Status tersangka yang berlarat-larat menunjukkan adanya persoalan pada institusi penegak hukum kita. Bisa jadi para punggawanya mengidap penyakit lupa yang akut atau bisa jadi juga mereka bisa diatur untuk terus menahan berkas agar tidak beranjak ke langkah selanjutnya. Berkas dibiarkan berjamur di kolong meja sambil diam-diam berharap masyarakat dan penegak hukum lainnya lupa, sehingga kasus yang disangkakan menguap jauh.<br />
<br />
Maka kembali ke AAM yang saya kenal lewat senyum dan kumisnya. Raut mukanya yang ramah tak cocok andai memerankan diri sebagai ksatria yang gagah berani dalam pertunjukkan ketoprak. Namun di balik senyum yang kerap menebar itu ternyata AAM tidak cenggar-cenggir ketika dirinya dinyatakan sebagai tersangka. Di luar dugaan dan kebiasaan para pejabat yang bebal, AAM mengambil langkah ksatria, dengan gagah berani mundur dari segala jabatan di lembaga pemerintahan dan partainya. Ini adalah perilaku yang tahu diri, status tersangka pasti akan memberatkan dirinya, sehingga tak mungkin dia akan mengurus tanggungjawab lain dengan baik.<br />
<br />
Saya tidak akan memuji AAM, karena melakukan tindakan yang terpuji atas sesuatu sangkaan akibat tindakan yang tidak ‘terpuji’. Namun bolehlah saya berharap apa yang dilakukan oleh AAM, semoga diikuti oleh para pejabat segera setelah ditetapkan sebagai tersangka. Jika tidak maka sesungguhnya pejabat yang tersangka tak lebih dari sekedar penjahat yang tengah menjalankan tugas dan tanggungjawab serta wewenang yang diberikan oleh negara.<br />
<br />
Pondok Wiraguna, 9 Desember 2012<br />
@yustinus_esha
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-79426637168979030362012-12-09T22:37:00.003-08:002012-12-09T22:37:57.534-08:00Kontemplasi : HASTAG (10)#KaltimGreen<br />
<br />
Dalam berbagai kesempatan, entah diawal atau diakhir pidato para pejabat di Kalimantan Timur gemar meneriakkan “One Man, Five Tree”. Biasanya kalau peserta kurang antusias, teriakan akan diulangi lagi. Slogan “One Man, Five Tree” adalah pemompa semangat untuk program Kaltim Green sebagai bagian dari program penghijauan nasional yang digagas oleh Presiden SBY. Kalau tak salah awalnya adalah program penanaman 1 milyard pohon.<br />
<br />
Karena program ini, Presiden SBY pernah beroleh penghargaan internasional.
Entah sudah berapa juta pohon yang ditanam karena slogan (yang bisa berarti janji maupun himbauan) “One Man, Five Tree” itu. Andai benar bahwa satu orang menanam 5 pohon, maka dengan jumlah penduduk kurang lebih 3,5 juta, jumlah pohon yang ditanam berkisar 17,5 juta pohon. Tapi saya yakin jumlah pohon yang sudah ditanam tidak sebanyak itu, meski ada klaim yang menyatakan jumlah pohon yang telah ditanam lebih dari itu.<br />
<br />
Masalahnya adalah soal jenis pohon yang ditanam sehingga disebut sebagai bagian dari gerakan Kaltim Green tidak diterangkan dengan jelas. Apakah pohon lombok, sawit, tomat, terong dan pisang juga termasuk didalamnya. Kalau termasuk ya benar saja kalau sudah ada puluhan juta pepohonan yang ditanam. Ambil contoh saja sawit misalnya, selama berapa tahun terakhir ini pasti jutaan pohon telah ditanam di area perkebunan yang luasnya kian mengejar ambisi 1 juta hektar.
Beberapa kali saya menemui spanduk dan baliho yang isinya pemberitahuan tentang kegiatan penanaman pohon di lokasi itu. Tentu saja spanduk dan baliho tak lupa menyertakan wajah sosok tertentu yang tersenyum sambil memegang bibit pohon. Sayangnya ketika saya lewat, spanduk dan baliho masih terpasang megah, namun sebagian pohonnya merana, kering berdiri, tinggal menunggu rubuh disapu angin.<br />
<br />
Suatu kali saya juga menyaksikan trotoar di salah satu ruas jalan utama kota Samarinda, dibongkar pada bagian-bagian tertentu. Ternyata di tengah trotoar kemudian ditanami pohon, entah apa yang ada di benak orang yang menyuruhnya?. Mungkin dipikirnya selama ini trotoar tidak banyak dilalui pejalan kaki lantaran tidak ada peneduhnya. Maka ditanamilah pohon agar berkembang menjadi peneduh alami sehingga orang suka kembali berjalan di trotoar. Atau jangan-jangan trotoar tak dianggap penting lagi, sehingga menjadi lokasi penghijauan kota, karena wilayah badan jalan yang kosong hanya tersisa trotoar saja.
Kejadian aneh, menanami trotoar bukan hanya terjadi di Samarinda melainkan juga terjadi di kota-kota lainnya, kota yang gemar menuliskan green and clean city. Simpan saja dalam batin keanehan seperti itu sebab yang melakukannya pasti punya seribu alasan yang menurutnya masuk akal dan bisa dipertanggungjawabkan.<br />
<br />
Masih soal yang aneh-aneh, jalan penghubung di pemukiman yang sempit ternyata di sisi kanan dan kiri juga dihijaukan dengan tanaman yang berpotensi membuat jalan serasa semakin sempit serta menganggu pandangan. Dan kelak jika pohon itu membesar juga punya potensi besar untuk tidak selamat karena akan ditebang atau rubuh akibat hujaman akarnya yang tidak mencengkeram kuat ke dalam. Belum lagi desakan akarnya akan membuat semen saluran air rontok lantaran tak kuat menahan beban.<br />
<br />
Soal hijau menghijau memang banyak salah kaprah. Banyak kali penghijauan dilakukan hanya agar dilihat banyak orang, maka dibuatlah seremoni penanaman yang dihiasi dengan spanduk, umbul-umbul dan baliho. Sementara yang tidak kelihatan, jauh disana tetap saja dibabat, dipotong dan digunduli. Tak heran jika ada yang mengatakan, program penanaman sejuta atau bahkan semilyard pohon ibarat mengunduli hutan kemudian menghijaukan jalanan.<br />
<br />
Saya sama sekali tak bermaksud sinis atas apa yang disebut sebagai Kaltim Green dengan semboyannya “One Man, Five Tree’ itu, melainkan hanya sekedar mengingatkan bahwa jangan kita hanya rajin menanam tapi lupa memelihara. Seperti petani yang menanam namun lupa menyiram dan menyiangi rerumputan yang tumbuh bersaing dengan tanamannya.<br />
<br />
Pondok Wiraguna, 9 Desember 2012<br />
@yustinus_esha
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-61519667433547607192012-12-06T17:33:00.002-08:002012-12-06T17:34:30.165-08:00Kontemplasi : HASTAG (9)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#noCASH</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya harus mengakui soal
keterbatasan pengetahuan dan pemahaman tentang ekonomi. Pertama karena saya tak
pernah belajar khusus soal itu dan kedua kerap kali saya bingung ketika
terlibat dalam perbincangan soal ekonomi yang menurut saya rumit karena tak
selalu benar-benar dibahas dalam kerangka ekonomi, melainkan bias dengan agenda
atau pandangan lain terkait politik, sosial, budaya dan sebagainya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Banyak paham dan gagasan ekonomi
berseliweran, mulai dari sosialis, liberalis, kapitalis, kapitalis liberal,
,neo kapitalis, kooperasi, neo liberalis, syariah dengan berbagai variannya.
Seolah yang satu meniadakan yang lain, yang satu lebih baik dari yang lainnya
walau sebenarnya nyaris tak ada satu negarapun yang benar-benar menerapkan
secara absolut satu sistem ekonomi tertentu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dari segala ajaran ekonomi baik
yang sengaja maupun tidak mampir ke kepala saya, apa yang saya terima dan
pahami secara sadar adalah ajaran tentang jangan berhutang. Hindari hutang
sebisa mungkin atau hadapi masalah sampai titik darah penghabisan sebelum memutuskan
berhutang. Saya setuju dengan ajaran ini karena hutang bukan hanya merupakan
perilaku ekonomi, melainkan juga berdampak sosial dan psikologis. Pemberi dan
penerima hutang sama-sama bisa mengalami masalah jika hutang piutangnya tidak
beres.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Karena meyakini ajaran yang tentu
saja dipandang naif untuk jaman ini, saya menjadi bingung ketika melihat
perjanjian hutang piutang disiarkan dalam berita. Penerima dan pemberi hutang
dengan baju necis berdiri menandatangani dokumen dan kemudian salaman sambil
tersenyum-senyum. Yang memberi hutang dan menerima hutang sama-sama senang. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya kemudian harus memutar otak
untuk berusaha memahami bagaimana hutang menjadi pilihan pertama bagi seseorang
atau suatu badan bahkan negara untuk menjalankan roda kehidupan. Tentu saja ini
karena ketololan saya yang tak paham akan adanya industri keuangan. Industri
yang bakal kolaps andai semua orang hanya datang ‘menitipkan’ uang tanpa ada
yang meminjamnya. Industri yang secara sederhana mencari keuntungan dari marjin
antara bunga simpanan dan pinjaman. Keuntungan akan berlipat-lipat andai uang
yang berhasil dikumpulkan oleh mereka diputar dalam sejumlah pinjaman yang
lancar pengembaliannya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Meski masih terus berupaya
memegang ajaran untuk sekeras mungkin menghindari hutang, toh saya harus mulai
mentolerir kenyataan bahwa hutang adalah hal yang biasa, bukan hal yang nista.
Karenanya saya tak perlu menjadi terkaget dan jantungan saat menjumpai pemasar
kartu kredit berkeliaran di Mall-Mall, menjajakan hutang seolah sebagai
dagangan. Dan sesekali saya tak mampu menghindar dari para pemasar yang amat
gigih merayu, maka mau tak mau saya mengeluarkan jurus berkelit agar tak
ditawari lagi. Saya katakan saja kalau kartu hutang saya sudah banyak dan tak
mau menambah lagi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kartu kredit dalam hal-hal
tertentu mungkin memang membantu, mempermudah transaksi dan juga aman terutama
untuk orang yang gemar membelanjakan uang sehingga tak perlu membawa segepok
uang disaku. Hanya rasanya tak elok kalau harus diobral, seolah-olah mengajak
orang untuk gemar berhutang, hutang bukan untuk keperluan produktif melainkan
konsumtif. Padahal hutang yang tidak produktif hanya akan membawa orang dalam
kondisi ‘gali lubang, tutup lubang’.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Tak
heran jika kemudian banyak pemakai kartu kredit sesungguhnya ‘kalah nasi tapi
menang aksi’, mengkoleksi banyak kartu agar dianggap modern dan mengikuti
jaman. Dompet yang sejahtera bukan lagi dompet tebal berisi lembaran rupiah,
melainkan dompet panjang dengan deretan kartu berjejer rapi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bicara soal tebal tipisnya uang,
menurut saya saat ini ada yang ajaib. Segepok uang yang dipegang di tangan tak
membuat kita bisa mendapat barang yang kita inginkan. Kalau tidak percaya coba
saja pergi ke penjual motor atau mobil. Mereka tak senang jika calon pembelinya
datang membawa uang cash, datang, pilih barang, dan bayar lunas. Hampir semua
penjual kendaraan bermotor entah melalui kesepakatan apa, lebih memilih untuk
memasang tulisan “melayani penjualan melalui kredit’ yang sama artinya dengan
pesan tidak melayani pembelian secara cash. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mungkin inilah yang disebut
dengan ‘wolak-walike jaman’, jaman yang terbolak-balik. Kalau dulu para leluhur
mengajarkan untuk sebisa mungkin menghindari hutang, kini kita dirayu-rayu dan
dikelilingi oleh ajakan untuk berhutang. Tak mengherankan jika kemudian ada
yang menjual sessi motivasi yang menjual program “cara gila menjadi pengusaha”,
disebut gila karena sessi ini mengajarkan orang untuk menjadi pengusaha dengan
‘modal dengkul’ yaitu hutang.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 5 Desember 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-78943106316430878142012-12-06T17:27:00.001-08:002012-12-06T17:27:28.876-08:00Kontemplasi : HASTAG (8)#JELITAvsJELATA<br />
<br />
Konon Tuhan menciptakan manusia itu sama dan setara, meski pada kenyataannya berbeda-beda. Perbedaan yang paling kentara tentu saja adalah tampilan fisik. Dan sejarah mencatat perbedaan tampilan fisik bisa mempengaruhi nasib kelompok atau seseorang. Semenjak dahulu kala, nampaknya yang berkulit putih lebih beruntung nasib dan pamornya dibanding yang berkulit pucat, coklat apalagi yang hitam.<br />
<br />
Cerita kolonialisme adalah kisah superioritas bangsa-bangsa berkulit putih yang merasa lebih berhak memiliki dan menikmati bumi seisinya dengan cara menyingkirkan dan memperbudak bangsa-bangsa berkulit lebih gelap utamanya coklat dan hitam. Segerombolan bangsa kulit putih yang bahkan tak mewakili negara bisa datang ke tanah-tanah tempat tinggal orang berkulit gelap untuk mengambil kekayaannya. Bahkan mengusir dan merampas tanah beserta kekayaannya untuk ditinggali oleh bangsa kulit putih hingga kemudian berkembang menjadi koloni dan negara-negara baru.
Alhasil, kita yang rata-rata berkulit coklat ini hingga saat ini masih terus mengamini bahwa putih itu superior, putih itu lebih. Saya yang adalah laki-laki, sulit melepaskan diri dari perspektif bawah sadar yang mengatakan bahwa cewek cantik itu identik dengan putih. Bening begitu istilah populernya. Istilah yang senada saya dengar pula dari teman-teman Papua yang kerap menyebut cewek cantik dengan sebutan ‘ubi kupas’.<br />
<br />
Menyamakan putih sebagai cantik tentu saja ‘gebyah uyah’, generalisasi yang tidak ilmiah. Tapi apa boleh buat, hidup dan pergaulan sosial memang tidak soal ilmiah atau tidak ilmiah. Dan bahkan produk-produk hasil dari kerja ilmiah seperti kosmetik misalnya, justru memupuk perilaku tidak ilmiah ini dengan terus menerus memelihara ‘anggapan’ bahwa putih atau sekurangnya bening, mulus itu cantik. Dan nyatanya apa yang laku di kalangan perempuan berkulit coklat dan gelap adalah krim pemutih.
Maka terpujilah wahai kaum wanita yang berkulit putih karena masuk dalam kelas kaum Jelita, dan mereka yang tidak masuk kategori itu secara otomatis akan masuk dalam kelas Jelata.<br />
<br />
Menjadi Jelita tentu saja banyak untungnya. Semua mata akan menyorot padanya, penuh perhatian. Tak heran jika si Jelita terpeleset maka akan banyak yang menolongnya, andai itu terjadi pada si Jelata, maka orang yang berada paling dekatpun niscaya akan mengalihkan pandangan, pura-pura tak melihatnya.
Sialnya sikap seperti ini tak hanya milik orang per orangan atau kelompok. Negarapun tak lepas dari bias perlakuan yang membedakan antara si Jelita dan Jelata.<br />
<br />
Mari ambil contoh soal TKW, tenaga kerja wanita Indonesia yang bekerja di berbagai negara. Para TKW tentu saja bukan termasuk kategori kelompok Jelita, mereka mengadu peruntungan bekerja di negara yang tidak mereka kenal, meninggalkan sanak saudara dan keluarga demi memperbaiki nasib yang tak baik di negeri sendiri. Ada banyak contoh kasus yang menimpa kaum jelata, yang bekerja di luarnegeri hingga babak belur tapi tak juga mendapat perhatian dari pemerintah. Pemerintah biasanya bergegas bekerja kala ada yang meributkan. Sesuatu yang tidak banyak menolong mereka karena sudah terlanjur mengalami nestapa.<br />
<br />
Lain ceritanya kalau yang terkena masalah adalah wanita Jelita, contoh saja Manohara misalnya. Gadis blasteran Indonesia Italia ini dinikahi oleh pangeran di salah satu negara bagian Malaysia. Lewat SMS mengeluh tentang perlakuan suaminya. Mano demikian biasa dipanggil mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Pemerintah kemudian sigap bergerak dan Mano yang dibatasi gerakkannya oleh sang suami beserta keluarganya berhasil dibawa ke Indonesia lewat aksi yang ceritanya mirip di film-film detektif.<br />
<br />
Ini adalah kenyataan adanya beda perlakuan yang dilandasi oleh kecenderungan naluriah paling dasar yaitu lebih memilih yang ‘disangka’ elok dibanding dengan yang dipandang kurang elok. Warga atau masyarakat yang masuk dalam golongan Jelita sekurang-kurangnya lebih beruntung, terhindar dari kecongkakkan para aparatus, pejabat dan penjabat negeri yang kerap bertanya “Siapa loe?”. Sebuah pertanyaan yang kerap diajukan dan mematikan untuk kaum Jelata, karena tak tahu harus menjawab apa.<br />
<br />
Pondok Wiraguna, 4 Desember 2012<br />
@yustinus_esha
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-23372770742751546662012-12-06T17:21:00.000-08:002012-12-06T17:21:14.724-08:00Kontemplasi : HASTAG (7)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#BBM</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bulan lalu, masyarakat Kalimantan
Timur dikejutkan oleh kejadian di Barong Tongkok, Kutai Barat. Bermulai dari
sebuah antrian bensin yang kemudian menyulut sebuah ‘kerusuhan’ yang ditandai
dengan pengrusakan dan pembakaran. Seorang warga dari kelompok masyarakat
tertentu yang tidak puas pada layanan melakukan protes yang barangkali bernada
keras. Protes yang kemudian ditanggapi dengan pengeroyokkan oleh petugas di
SPBU yang diidentifikasi sebagai milik kelompok masyarakat tertentu lainnya.
Alhasil peristiwa pengeroyokkan itu memancing aksi dari kelompok masyarakat
dari sang korban untuk menyerang secara acak kelompok masyarakat yang sama
dengan pemilik SPBU.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sweeping, penyerangan,
pengrusakan dan pembakaran atas milik kelompok masyarakat tertentu dari kelompok
masyarakat lainnya terbilang satu hal yang langka di Kalimantan Timur.
Ironisnya justru kemudian ini terjadi lantaran satu komoditi yang dihasilkan
karena kekayaan bumi Kalimantan Timur sendiri. Sebuah kekayaan yang terus
menerus sudah dikeruk semenjak jaman penjajahan Belanda. Nama-nama perusahaan
mulai dari Royal Ducth, Shell, Total, Union 76, British Oil, Chevron dan lain
sebagainya amat familiar dan terbiasa di telinga masyarakat Kalimantan Timur.
Inilah perusahaan-perusahaan dunia ternama yang menjalin kerjasama untuk
menyedot minyak bumi dengan pemerintah Indonesia lewat perjanjian yang biasa
disebut dengan KSO, Kerjasama Sharring Operation. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Singkatan perjanjian itu memang
pendek yaitu KSO, tiga huruf saja tapi untuk menerangkan seluk beluknya batal
butuh waktu yang panjang untuk memahami secara cukup dan utuh. Saya tak akan
menerangkannya karena banyak istilah-istilah yang kemudian saya juga tak paham.
Namun yang paling penting adalah kita sesungguhnya tak menikmati apa yang kita
punya dan bahkan kita bisa saling ‘bunuh’ karenanya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Urusan minyak ini memang gurih
dan memancing banyak pihak untuk mencari untuk dari kegurihannya itu.
Berminyak-minyak demikian istilah teman-teman saya di Manado untuk menyebut
makanan yang lezat menggoda. Dan itulah yang terjadi dengan BBM, bahan bakar
minyak yang menggoda bukan hanya pemilik modal asing tapi juga pemain-pemain
dalam negeri untuk mengambil untung darinya yang kadang sudah sangat
keterlaluan hingga melukai harga diri anak negeri.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Derita karena minyak yang dialami
oleh warga bukan hanya berasal dari cerita antri minyak tanah di masa lalu,
yang sekarang diganti dengan antri bensin di SPBU. Lihat saja suasana di salah
satu SPBU tak jauh dari tempat walikota Samarinda berkantor. Setiap hari hingga
melewati tengah malam, berderet mobil mengantri untuk mengisi bensin persediaan
esok hari. Pemilik mobil sekurang-kurangnya sopirnya harus membuang waktu,
memangkas jam istirahat demi rasa nyaman esok hari, beraktifitas dengan mobil
yang full tangki.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Derita lainnya adalah listrik
yang ‘byar pet’, lantaran pembangkitnya memakai bahan bakar minyak. Dan sama
seperti para pemilik mobil dan kendaraan bermotor, kebutuhan BBM untuk
pembangkit listrik belum tentu bisa dipenuhi oleh pemasoknya yaitu Pertamina.
Andai pasokan kurang mau tak mau mesti ada mesin yang dimatikan, akibatnya
tidak semua pelanggan akan bisa menikmati listrik dalam waktu bersamaan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Perdebatan soal ini sudah kerap
terjadi dan kalau dituliskan mungkin bakal butuh buku berjilid-jilid. Tapi dari
waktu ke waktu perbaikan dalam tata kelola BBM tak juga membaik. Lagi-lagi saya
harus memakai istilah yang dikenalkan oleh teman dari Manado, yaitu <i style="mso-bidi-font-style: normal;">‘tai minyak’ </i>sebuah istilah untuk
menyebut perbincangan yang berbusa-busa, sampai liur muncrat-muncrat dari mulut
tapi tak juga menghasilkan apa-apa, perubahan yang significant. Alhasil semua
tinggal hanya sebatas menjadi kata-kata yang barangkali rumit, njelimet, penuh
perhitungan matematis dan didasari oleh aneka teori serta pandangan yang tidak
mudah dipahami oleh orang awam. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kalo tak percaya coba saja tanya
pada yang berwenang, soal kenapa kita harus menjual minyak bumi ke luar negeri,
dan kemudian harus membeli baik minyak bumi maupun komoditi olahannya yaitu
bensin serta lainnya dari luar negeri. Bukankah kita punya bahan sendiri,
kenapa tidak diolah dan dipakai sendiri?. Sebuah pertanyaan yang sederhana tapi
pasti kemudian jawabannya akan membuat kita pusing kepala mencerna berbagai
istilah yang bakal keluar dari yang berwenang menjawabnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Oleh karenanya, saya tak perlu
berpanjang-panjang, memutar-mutar hingga membuat tulisan menjadi tak jelas,
dalam urusan minyak ini – sekali lagi saya akan memakai istilah yang
diperkenalkan oleh kawan di Manado – memang banyak melahirkan <i style="mso-bidi-font-style: normal;">‘ular minyak’</i> . Sosok entah pelaku
maupun pengambil kebijakan dalam soal perminyakan yang pandai berkelit dalam
menghadapi pertanyaan-pertanyaan sederhana dari masyarakat yang capek terus
menerus mengantri BBM.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 6 Desember 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-34095367925268916632012-11-28T23:12:00.002-08:002012-11-28T23:17:11.997-08:00Kontemplasi : HASTAG (6)<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]-->
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#bahayaLATENkomunisme</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Mau oleh-oleh apa Pah?”, begitu
tanya istri saya waktu menceritakan bonus dari sebuah perusahaan untuk berangkat
mengikuti tour selama seminggu di negeri tirai bambu.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Saya tahu pada saat berangkat nanti tak bisa
memberi tambahan uang saku maka saya mesti tahu diri untuk tidak membebani
kegembiraan istri menikmati hadiah liburan dari sebuah perusahaan penghasil
alat-alat kesehatan itu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Kaos dengan gambar partai
komunis China, kalau nggak ada ya cari yang ada gambarnya Mao atau Deng Zhiao
Ping. Itu saja”, saya menjawab singkat. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mendengar jawaban saya istri saya
tertegun, seolah menyesal menanyakan oleh-oleh apa yang hendak diminta oleh
saya. “Kok itu sih, gak ada yang lain apa?”, begitu katanya memprotes
permintaan saya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ya, sudah kalau begitu bendera
China saja, yang seukuran bendera upacara”.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Ah sudah, nanti mama aja yang
pilihkan”, begitu kata istri <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>saya seolah
sudah mau berangkat hingga perlu segera membuat keputusan untuk memberi
oleh-oleh apa. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Istri saya dan banyak orang lain
terutama yang terlahir di akhir tahun 60-an dan awal 70-an biasanya memang
enggan berurusan dengan semua hal yang berbau komunis. Pendek kata kalau bisa
semua hal yang terkait dengan komunisme tidak ada di dekat-dekat mereka. Maka
permintaan saya untuk membawakan kaos dengan lambang partai komunis China yang
tentu saja bukan palu arit seperti lambang PKI dahulu merupakan permintaan yang
berat untuk dituruti.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Mungkin istri saya tidak phobia
pada komunisme, karena memang tak tersangkut dengan hal itu, namun dalam
hatinya mungkin masih menyimpan kekhawatiran akan pandangan dari orang lain
yang nantinya bisa membuat kesulitan baginya. Jadi praktisnya dari pada nanti
repot dan terkena masalah maka lebih baik menghindar saja. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan phobia pada yang namanya
komunisme, entah betulan maupun dibuat-buat nampaknya masih bercokol di negeri
ini. Tak heran misalnya jika ada sekelompok mahasiswa di satu sekolah tinggi
masih mengadakan sebuah diskusi publik untuk membahas bahaya laten komunisme.
Dan saya yakin seyakin-yakinnya ketika mereka bicara soal bahaya laten
komunisme maka yang akan dibahas bukan Marx, Lenin, Stalin, Mao atau Fidel
Castro melainkan Partai Komunis Indonesia. Dan utamanya adalah peristiwa yang
disebut sebagai G30S/PKI yang ditandai dengan terbunuhnya para jenderal yang
kemudian dikenang sebagai pahlawan revolusi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya sebenarnya diminta untuk
berbicara dalam diskusi publik itu namun saya menolak. Penolakan saya bukan
karena tak bersedia membantu pelaksanaan acara tersebut melainkan karena saya
memandang tema yang mereka sodorkan itu sudah tidak masuk akal. Anak-anak muda
ini, para mahasiswa tentu saja generasi yang lahir sesudah tahun 90-an,
anak-anak yang mungkin tak lagi menonton film kolosal “G30S/PKI” yang
dibintangi Umar Kayam dan Amaroso Katamsi serta disutradarai oleh Arifin C
Noor. Mereka juga sudah tidak mendapat pelajaran PSPB yang menempatkan PKI
sebagai ancaman besar bagi negeri ini. Saya tak tahu persis bagaimana sampai
mereka masih saja percaya dengan kata-kata sakti Suharto dengan segala operasi
khususnya yang gemar mengucapkan kata ‘bahaya laten komunis” itu. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menjelang masa reformasi
sebenarnya mulai berkembang informasi dan catatan-catatan tentang peristiwa
G30S/PKI yang tidak berasal dari sumber resmi pemerintah. Catatan-catatan
sejarah ini membuka ruang revisi atas apa yang ditulis dalam sejarah versi
resmi pemerintah yang diwarnai dengan catatan-catatan bombastis dan cenderung
mengangkat peran tokoh tertentu dan menistakan tokoh-tokoh lain sebagai lawan
politiknya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Membandingkan berbagai macam
catatan itu yang sampai sekarang belum mampu melahirkan catatan sejarah baru
mengantikan apa yang ditulis sebagai catatan resmi negara, mestinya kita tak
lagi terjebak untuk melihat peristiwa G30S/PKI sebagai sebagai peristiwa
tunggal. Apa yang disebut sebagai G30S/PKI adalah puncak dari rangkaian panjang
dari sebuah organ yang diakui negara untuk berjuang melakukan perubahan. Jika
kemudian dianggap sebagai catatan kelam, kekejaman (kalau memang demikian) yang
dilakukan tidaklah khas kelompok tertentu dalam hal ini komunis. Pilihan atau
jalan yang dipilih bisa saja dilakukan oleh kelompok manapun manakala tidak
tersedia pilihan-pilihan lain untuk mewujudkan jalan perjuangannya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya tak hendak memaklumi apa
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia saat itu, namun memandang apa yang
dilakukan sebagai khas hanya oleh mereka dan kemudian dipakai sebagai sebuah
cap yang abadi untuk menandai kelompok ini menurut saya tidaklah benar dan
merupakan sebuah ketakutan yang dilebih-lebihkan. Bukannya mau takabur, andai
saya menyimpulkan bahwa episode komunisme di Indonesia sudah selesai. Hal mana
dikarenakan episode komunisme di duniapun kini tinggal menjadi monumen yang
berdiri dalam dingin dan sepi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tapi sekali lagi ini pikiran saya
dan saya tak menyalahkan siapapun yang masih percaya dengan mantra ‘bahaya
laten komunis’ entah karena alasan ideologis maupun psikologis. Termasuk alasan
istri saya yang sebenarnya pragmatis saja yaitu nda mau repot berurusan dengan
pihak yang berkepentingan andai nanti ketahuan membawa oleh-oleh kaos
berlambang partai komunis China.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 24 November 2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>FIL-PH</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
</style>
<![endif]-->Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-70798696411529783372012-11-28T23:06:00.001-08:002012-11-28T23:06:54.027-08:00Kontemplasi : HASTAG (5)<br />
<div class="MsoNormal">
#jancuk</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Setiap kali ada jenis layanan
baru di jagad social media biasanya saya ikut-ikutan membuat account. Dan
kemudian membiarkan hingga saat jenis layanan itu booming, saya sudah lupa nama
account beserta passwordnya. Meski sebenarnya mudah untuk melacaknya namun
biasanya saya malas dan memilih membuat account baru. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Cukup lama saya punya account
twitter namun tak pernah saya gunakan karena tak terlalu paham apa guna twitter
itu. Saya waktu itu lebih memilih aktif sebagai facebookers karena saya anggap
layanan ini lebih memasyarakat dan mampu mewadahi keperluan saya terutama untuk
mengupload tulisan. Facebook menyediakan layanan ‘catatan/note’ yang
memungkinkan saya memasang tulisan sehingga bisa dibaca oleh mereka yang
terhubung dengan saya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya kurang memperhatikan
twitter, karena layanan ‘berkicau’ ini lebih populer di kalangan selebritis
atau mahkluk-mahkluk ternama dalam masyarakat. Dan karena saya tak termasuk
sedikitpun dalam kategori itu maka saya tak memberdayakan account untuk
ikut-ikut berkicau. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun lama kelamaan saya jadi
‘ketinggalan berita’ gara-gara topik utama perbincangan ketika ngumpul-ngumpul
dengan teman-teman adalah pokok-pokok yang sedang menjadi trending topic di
twittland. Saya yang tidak memantau timeline di twitter kerap kali bertanya-tanya
apa yang sedang dibicarakan ini sembari pura-pura mengerti dengan ikut nimbrung
pendek-pendek. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Akhirnya tanpa disuruh, sebuah
account saya buat dan kemudian mulai mem-follow account-account twitter yang
populer. Puluhan account populer saya ikuti sehingga timeline bergerak cepat,
kicauan-kicauan silih berganti menyebar dan menebar berbagai informasi, fakta,
opini, renungan, gosip dan juga fitnah. Alhasil dengan account twitter yang
aktif saya bisa kembali mensejajarkan diri dengan teman-teman ketika berbincang
sambil ngopi-ngopi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sepanjang ikut aktif di dunia
twittland, salah satu twitterian yang konsisten berkicau adalah Sujiwotedjo,
dalang dan budayawan yang kerap disebut sebagai presiden jancukers. Jancuk yang
adalah kata makian favorit di daerah seantero Jawa Timur kemudian berkembang
menjadi kata yang lazim di twitter gara-gara secara konsisten dipakai oleh mbah
Sujiwotedjo. Banyak orang menjadi fasih dan tak risih mengucapkan kata jancuk,
termasuk Karni Illyas, host diskusi Indonesia Lawyer Club di TV One. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Para pengikut dan pengemar
Sujiwotedjo bahkan tak keberatan disebut sebagai jancukers. Saking banyaknya
jancukers maka Sujiwotedjo kemudian dianggap sebagai presiden Jancuk di
Republik jancukers. Bahkan Vicky Vette, artis porno yang membuat anggota DPR RI
dari PKS terjungkal dari kursinya juga ikut-ikutan fasih menyebut kata jancuk.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya tak tahu apa istilah yang
tepat untuk menyebut kenyataan bahwa kata makian kerap kali tak sungguh-sungguh
bermakna makian kala digunakan. Jancuk yang kemudian kerap ditekan
pengucapannya menjadi juancuk atau jiancuk, nyatanya bisa juga dipakai untuk
menyatakan kekaguman atas seseorang atau sesuatu yang luar biasa. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Jiancuk wis gede kowe le, nganteng maneh”,</i>
tentu ini bukan kalimat makian dari seseorang yang tiba-tiba ketemu seorang
yang dulu dikenal sewaktu masih kecil dan kemudian ketemu lagi saat sudah
tumbuh besar.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jiancuk disini mewakili
perasaan kaget sekaligus kagum, tidak menyangka anak yang dulu kecil, item dan
umbel-an kini sudah tinggi, besar dan gagah.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Fenomena seputar kata makian yang
saat diucapkan namun tidak membuat orang lain tersinggung sebenarnya merupakan
hal yang biasa dalam berbagai kebudayaan di Indonesia. Kata seperti cukimai,
pukimai atau lubang puki jelas tak baik artinya namun dalam konteks tertentu
pengucapakan kata itu dari seorang ke orang lainnya tidak sungguh ditujukan
untuk memakai, menunjukkan emosi tidak senang atau kemarahan, melainkan malah
menjadi tanda keakraban, mengungkapkan kekaguman dan rasa heran atas sesuatu
hal yang nilainya positif.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dalam dunia cerita fiksi
misalnya, kita mengenal cerita Wiro Sableng dan Sinto Gendeng. Sableng dan
gendeng adalah sebutan lain dari edan atau gila. Namun penulis cerita memberi
imbuhan sableng dan gendeng pada Wiro dan Sinta pasti bukan dimaksudkan untuk
mengambarkan pada pembaca bahwa kedua figur itu sungguh-sungguh edan atau gila.
Sablengnya Wiro dan gendengnya Sinto justru untuk menunjukkan bahwa mereka
benar-benar luar biasa, sakti, menguasai ilmu kanuragan namun tidak mewujud dalam
model yang selama ini dikenal atau ditunjukkan oleh orang sakti sebagaimana
biasanya. Maka sableng dan gendeng dalam cerita Wiro Sableng adalah pengakuan
bahwa figur Wiro dan Sinto merupakan pendekar dan guru kanuragan yang luar
biasa.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dalam bahasa manapun selalu ada
kosa kata yang digunakan untuk memaki, kosa kata yang dalam sopan santun
berbahasa dipandang sebagai kata kotor yang sebanyak mungkin harus dihindari
dalam pengunaan atau komunikasi sehari-hari.<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>Namun bahasa tak selamanya berpatokan pada aturan sopan-santun belaka.
Melainkan juga berkaitan dengan rasa, dan apa yang kerap dipandang sebagai yang
tidak sopan ternyata malah justru menimbulkan ‘rasa’ tertentu saat dipakai.
Kata yang sebenarnya adalah kata makian, dalam konteks tertentu justru malah
menjadi tanda kedekatan antara seseorang dengan orang lainnya, tanda kekaguman
antara seseorang dengan orang lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Begitupula sebaliknya, kata-kata
luhur, bijak dan manis tidak selamanya akan berarti atau dimaksudkan untuk
kebaikan. Maka tak heran ada pepatah “indah di ucapan, namun pahit dalam
kenyataan”. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 26 November 2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-55615367591717762792012-11-28T23:02:00.004-08:002012-11-28T23:02:55.727-08:00Kontemplasi : HASTAG (4)<!--[if gte mso 9]><xml>
<o:OfficeDocumentSettings>
<o:AllowPNG/>
</o:OfficeDocumentSettings>
</xml><![endif]-->
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#Amor dan Portal</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Anak-anak muda Samarinda memang
luar biasa. Setelah dari pagi hingga sore hari mengikuti kegiatan belajar dan
lainnya, malam harinya masih sempat mengikuti kegiatan ‘extra sekolah’ yaitu
kebut-kebutan di jalanan. Olah raga malam itu biasanya dimulai kurang lebih
pukul sepuluh ketika jalan raya sedang beranjang menuju sepi. Aktivitas
kebut-kebutan ini bisa berakhir sekitar jam 2 – 3 dini hari apabila tidak ada
reaksi dari satpol PP maupun polisi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Melihat anak-anak muda beraksi
bagai Lozenso, Pedrosa, Stoner dan Rossi itu terkadang saya bertanya dalam
hati, bilang apa mereka pada orang tua saat hendak keluar rumah. Atau
jangan-jangan anak-anak yang doyan kebut-kebutan itu adalah anak-anak yang
tinggal di kos-kosan. Namun rasanya tidak karena beberapa waktu, anak tetangga
saya yang masih kelas 2 SMP, patah tangannya gara-gara ikut kebut-kebutan di
dini hari. Dan jika melihat motor-motor yang dipakai untuk menghabiskan bensin,
kebanyakan adalah motor standar, motor rumahan yang tidak dimodifikasi untuk
menambah kecepatan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya menduga Satpol PP dan Polisi
sudah pusing kepala menghadapi para raja jalanan di malam hari ini.
Berkali-kali Satpol maupun Polisi melakukan operasi namun mereka tak juga
kapok. Jika satu ruas jalan dijaga, mereka segera bisa mencari tempat lain.
Bahkan terkadang mereka sengaja memanas-manasi Satpol PP maupun Polisi untuk
mengejar mereka. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Nampaknya polisi dengan
koordinasi dengan pemerintah daerah berniat menyelesaikan persoalan
kebut-kebutan di jalan dengan cepat. Dan entah apa pertimbangannya jika
kemudian beberapa sudetan jalan (tempat berputar) di ruas jalan tertentu
kemudian dipasangi portal. Portal terbuat dari palang besi yang diberi roda
untuk membuka dan menutupnya. Portal dilengkapi dengan gembok sehingga tak bisa
didorong oleh mereka yang tidak berhak atau tak memegang kunci. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Karena pemasangan portal tidak
disertai dengan peresmian dan pidato maka saya tak tahu sama sekali apa alasan
yang mendasari keputusan untuk membuat portal tersebut. Apakah benar portal itu
hanya untuk menghalangi agar anak-anak tidak kebut-kebutan lagi di jalanan yang
sekarang di portal atau ada juga kepentingan lain yang berkaitan dengan
manajemen lalu lintas di kota Samarinda. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hanya saja menurut saya keputusan
memasang portal adalah jenis keputusan ‘tiba masa tiba akal’ keputusan yang
didorong oleh sebuah masalah yang dianggap berat dan dicarikan jalan keluar
namun tanpa dipikirkan masak-masak. Pemasangan portal ditujukan untuk mengatasi
satu persoalan jalanan yang dipakai kebut-kebutan tapi justru menimbulkan
persoalan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan pekerjaan baru. Pengendara
yang lain tak lagi bisa memutar melalui jalan itu karena portal di gembok.
Polisi bertambah pekerjaan menjadi tukang buka dan kunci gembok. Kalau polisi
malas atau tak sempat membuka gembok, maka seharian jalan akan tertutup portal.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya sekurangnya melihat ada tiga
portal sejenis yang dibuat di berbagai ruas jalan seputaran Samarinda. Meski
terbuat dari besi namun terlihat ringkih dan benar saja ada salah satu portal
yang kini tergeletak di divider jalan karena tak mampu menahan panjangnya besi
penghalang. Alih-alih mengatasi persoalan, pemasangan portal justru menjadi
sebuah pemborosan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Memang di ruas jalan yang
terportal itu kini anak-anak muda tak lagi berkerumun menyaksikan
teman-temannya adu nyali, menikung sambil mengeber motornya saling berkejaran.
Namun bukan berarti balap liar anak-anak motor itu telah usai. Masih banyak
ruas jalan lain yang tidak diportal dan bisa dimanfaatkan sebagai sirkuit
dadakan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jadi portal jalan bukanlah sebuah
penyelesaian, ibarat obat hanya berfungsi untuk mengurangi rasa sakit sesaat.
Sebagai sebuah kebijakan maka kebijakan ini memang cepat namun tidak akurat.
Mungkin ada yang bertanya, lalu cara seperti apa yang tepat?. Saya juga tidak
tahu dan bukan urusan saya untuk menjawab pertanyaan itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 25 November 2012</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha</div>
<!--[if gte mso 9]><xml>
<w:WordDocument>
<w:View>Normal</w:View>
<w:Zoom>0</w:Zoom>
<w:TrackMoves/>
<w:TrackFormatting/>
<w:PunctuationKerning/>
<w:ValidateAgainstSchemas/>
<w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid>
<w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent>
<w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText>
<w:DoNotPromoteQF/>
<w:LidThemeOther>FIL-PH</w:LidThemeOther>
<w:LidThemeAsian>X-NONE</w:LidThemeAsian>
<w:LidThemeComplexScript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript>
<w:Compatibility>
<w:BreakWrappedTables/>
<w:SnapToGridInCell/>
<w:WrapTextWithPunct/>
<w:UseAsianBreakRules/>
<w:DontGrowAutofit/>
<w:SplitPgBreakAndParaMark/>
<w:EnableOpenTypeKerning/>
<w:DontFlipMirrorIndents/>
<w:OverrideTableStyleHps/>
</w:Compatibility>
<m:mathPr>
<m:mathFont m:val="Cambria Math"/>
<m:brkBin m:val="before"/>
<m:brkBinSub m:val="--"/>
<m:smallFrac m:val="off"/>
<m:dispDef/>
<m:lMargin m:val="0"/>
<m:rMargin m:val="0"/>
<m:defJc m:val="centerGroup"/>
<m:wrapIndent m:val="1440"/>
<m:intLim m:val="subSup"/>
<m:naryLim m:val="undOvr"/>
</m:mathPr></w:WordDocument>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml>
<w:LatentStyles DefLockedState="false" DefUnhideWhenUsed="true"
DefSemiHidden="true" DefQFormat="false" DefPriority="99"
LatentStyleCount="267">
<w:LsdException Locked="false" Priority="0" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Normal"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="heading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="9" QFormat="true" Name="heading 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 7"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 8"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" Name="toc 9"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="35" QFormat="true" Name="caption"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="10" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" Name="Default Paragraph Font"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="11" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtitle"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="22" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Strong"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="20" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="59" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Table Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Placeholder Text"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="1" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="No Spacing"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" UnhideWhenUsed="false" Name="Revision"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="34" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="List Paragraph"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="29" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="30" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Quote"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 1"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 2"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 3"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 4"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 5"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="60" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="61" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="62" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Light Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="63" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="64" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Shading 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="65" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="66" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium List 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="67" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 1 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="68" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 2 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="69" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Medium Grid 3 Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="70" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Dark List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="71" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Shading Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="72" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful List Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="73" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" Name="Colorful Grid Accent 6"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="19" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="21" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Emphasis"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="31" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Subtle Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="32" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Intense Reference"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="33" SemiHidden="false"
UnhideWhenUsed="false" QFormat="true" Name="Book Title"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="37" Name="Bibliography"/>
<w:LsdException Locked="false" Priority="39" QFormat="true" Name="TOC Heading"/>
</w:LatentStyles>
</xml><![endif]--><!--[if gte mso 10]>
<style>
/* Style Definitions */
table.MsoNormalTable
{mso-style-name:"Table Normal";
mso-tstyle-rowband-size:0;
mso-tstyle-colband-size:0;
mso-style-noshow:yes;
mso-style-priority:99;
mso-style-parent:"";
mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt;
mso-para-margin:0in;
mso-para-margin-bottom:.0001pt;
mso-pagination:widow-orphan;
font-size:10.0pt;
font-family:"Calibri","sans-serif";
mso-bidi-font-family:"Times New Roman";}
</style>
<![endif]-->Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-22346241271311674542012-11-28T22:54:00.000-08:002012-11-28T22:54:57.074-08:00Kontemplasi : HASTAG (3)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#saveMunarman</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saat membuka twitter terlihat timeline
penuh dengan hastag save munarwan. Saya menduga munarwan yang sedang dijadikan
topik adalah mantan aktivis YLBHI yang kemudian menyebrang menjadi pimpinan
salah satu satgas yang ada di bawah FPI. Dan dugaan saya benar, ramai kicauan
dengan hastag save munarman ternyata dipicu oleh peristiwa pengeroyokkan
sekelompok orang terhadap Munarman di jalanan Pamulang. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menurut cerita, saat jalanan
macet Munarwan memainkan klakson mobilnya. Merasa terganggu, rombongan orang
yang ada di depannya turun dan mendekati Munarwan. Mereka ribut dan berakhir
dengan pemukulan terhadap Munarman. Selain luka lebam di wajah, kaca depan
mobil Munarman juga pecah. Entah siapa yang pertama menyebarkan berita
pemukulan Munarman di twitter, namun yang pasti bukan polisi. Sebab pihak
kepolisian mengatakan tidak menerima laporan dari Munarman tentang pemukulan
yang terjadi atas dirinya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya sendiri tak kenal Munarman
termasuk sepak terjangnya kala menjadi aktivis di YLBHI. Namun menurut
kawan-kawan yang pernah mendapat pelatihan pengorganisasian darinya, Munarman
yang dulu tidak seperti Munarman sekarang ini. Menurut mereka Munarman adalah
orang yang asyik-asyik saja, tak mudah marah dan tak juga garang. Maka banyak
orang yang mengenalnya heran ketika wajahnya muncul di layar televisi saat
pasukan FPI menghajar para peserta pawai AKBP di kawasan Monas. Nampak dengan
jelas wajah Munarman kala mencekik salah seorang peserta pawai seolah-olah
ingin membunuhnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sejak saat itulah Munarman menjadi
sosok antagonis dalam dunia gerakan di tanah air. Watak yang juga diamini
olehnya sebagaimana terlihat dari mimik wajahnya kala disorot oleh kamera
televisi. Loncatan dari satu sisi ke sisi lain yang berlawanan sebagaimana
dilakukan oleh Munarman adalah hal yang biasa ditemui dalam dunia gerakan
sosial dan politik dalam arti luas. Seorang yang pluralis menjadi anti pluralis
dan sebaliknya, bisa terjadi pada siapa saja. Apa yang membedakan antara satu
orang dengan orang lainnya adalah motifnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ada seorang aktivis yang dulunya
sangat anti pemerintah kemudian menyeberang ke pihak pemerintah dengan menjadi
staf ahli, penasehat dan lain sebagainya. Ada juga yang awalnya sangat anti
politik praktis, menyerang kinerja dan sistem kepartaian namun kemudian bergabung
menjadi anggota partai yang dulu diserang olehnya. Dunia memang berputar,
sikap, perilaku, tindak tanduk dan pilihan orang bisa berubah, selama hal itu
tidak melanggar hukum dan tidak diatur sebagai tidak boleh maka perubahan
pilihan adalah sah-sah saja.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Perubahan dari satu sisi ke sisi
lain bisa jadi merupakan pertanda kedewasaan dalam berpikir dan bertindak, bisa
pula merupakan perubahan strategi dan jejaring aksi, namun bisa juga dilandasi
oleh alasan pragmatis demi mendapat peran yang lebih besar termasuk penghasilan
yang lebih pasti dan mapan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya menduga, bertebarannya
hastag #savemunarman di timeline twitter muncul sebagai reaksi negatif atas
loncatan yang dilakukan oleh Munarman dari YLBHI ke FPI. Meski ada garis merah
dalam soal advokasi, namun antara YLBHI dan FPI jelas saling bertolak belakang.
YLBHI dikenal sebagai lembaga pembelaan hukum yang getol membela
kelompok-kelompok minoritas, yang beberapa diantaranya menjadi sasaran serang
FPI. Dan sialnya, Munarman masuk ke FPI bukan pada bagian ‘think tank’
melainkan justru berdiri di garda depan sebagai pemimpin pasukan, operator di
lapangan yang berhadapan dan melakukan aksi fisik pada lawannya. Padahal YLBHI
jelas merupakan lembaga yang mendidik anggotanya untuk anti kekerasan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Belum lagi entah benar atau
tidak, Munarman dalam baju FPI jelas-jelas menentang dan menyerang aktivitas
Amerika Serikat di Indonesia. Namun konon kabarnya Munarwan yang adalah seorang
pengacara itu ternyata tercatat sebagai penasehat hukum PT. Freeport Indonesia.
Bahwa seorang pengacara tidak boleh membeda-bedakan klien, semua orang juga
paham. Namun aneh bin ajaib kalau seseorang dengan ideologi tertentu tiba-tiba
menjadi pembela atau bekerja untuk kelompok lain yang ideologinya
berseberangan. Ibarat kata, seseorang dengan sah dan sadar menyerahkan diri
untuk mengabdi kepada musuh.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya bukannya mau gila urusan
orang, namun fenomena ketidakkonsistenan kini kerap terhampar telanjang di
depan kita. Sebuah contoh buruk dalam persoalan integritas, ketidaksesuaian
antara omongan dan tindakan. Mirip iklan sebuah partai yang berteriak keras
‘say no to corruption’ tapi ramai-ramai bintang iklannya tersangkut-sangkut
kasus korupsi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Entah apa reaksi Munarman (andai
dia mempunyai account twitter) membaca twit-twit yang bertebaran dan hastag
#savemunarman terus diretwitt . Saya membayangkan betapa lucunya andai Munarman
dengan wajah yang dibikin-bikin sangar bak aktor watak mengatakan “Masalah buat
lo”.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 29 November 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-7677977805512064252012-11-28T22:47:00.001-08:002012-11-28T22:48:09.105-08:00Kontemplasi : HASTAG (2)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
#saveTKI</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Suatu kali saya diminta bicara di
depan ibu-ibu tentang perempuan dan korupsi. Tema itu sekelebat memunculkan
bayangan wajah-wajah perempuan yang setahun terakhir ini banyak diperbincangkan
pada ruang publik. Angelina Sondakh, Nunun Nurbaety, Wa Ode Nurhayati, Miranda
Goeltom, Hartato Moerdaya Poe dan lain-lain, adalah sosok perempuan yang
pintar, punya kedudukan tinggi, pergaulan luas dan kompeten pada bidang
masing-masing.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Namun kemudian mereka
jadi bulan-bulanan pemberitaan karena ditenggarai terperosok dalam Tindak
Pidana Korupsi. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saat memikirkan outline untuk
membuat tulisan sebagai bahan presentasi, saya mengingatkan pada diri sendiri
agar tidak ikut-ikutan membahas tema perempuan dan korupsi dengan kehebohan
layaknya berita-berita di media massa. Saya tak bisa menutup mata soal bias
gender dalam pemberitaan media tentang korupsi andai pelakuknya adalah
perempuan. Berita menjadi lebih berwarna dengan pokok-pokok lain yang tak ada
hubungannya dengan perilaku korupsinya. Angelina Sondakh misalnya diobrak-abrik
sampai urusan belanja, baju, merk sepatu, tas hingga sampai urusan yang hampir
mendekati kamar tidur. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pembuat berita seolah ingin
mengkonstruksi kalau perilaku koruptif perempuan didorong oleh ‘kebutuhan’
untuk memenuhi gaya hidupnya yang tinggi, standard gaya tertentu yang harus
diikuti pada kelas sosialita. Standard yang mungkin tak akan bisa dipenuhi
andai hanya mengandalkan isi dompet dari gaji dan tunjangan semata. Tentu saja
imajinasi seperti ini amat naif terutama jika disangkutkan dengan jenis korupsi
yang terkait dengan politik. Korupsi yang maha raksasa dan tak tentu uang yang
dirampok masuk ke kantong sendiri. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bukan karena ingin menyenangkan
pengundang yang adalah kaum perempuan kalau kemudian saya menegaskan tidak
relevan membahas korupsi dari sisi penyebab dengan status atau jenis kelamin
pelakuknya. Korupsi tak punya urusan apakah seseorang laki-laki atau perempuan.
Probabilitas untuk melakukan korupsi sama antara perempuan dan laki-laki. Sebab
korupsi lebih terkait dengan kedudukan, kekuasaan, peluang dan tekanan pada
seseorang yang berada di sebuah sistem.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Secara sosilogis dan psikologis
ada pandangan bahwa perempuan lebih mampu menahan diri untuk tidak melakukan
penyimpangan karena mempunyai standar moral lebih tinggi dari laki-laki. Namun
pandangan seperti ini tidak mutlak benar adanya. Dalam sebuah sistem yang
korup, standar moral seseorang menjadi tak berguna karena tekanan. Seseorang
bisa bertahan tidak korupsi andai kemudian memilih keluar dari lingkungan itu.
Namun siapa yang berani melakukan tindakan frontal seperti ini?. Saya yakin
tidak banyak yang berani melakukannya dengan segala pertimbangan di
belakangnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Oleh karenanya saya justru lebih
memfokuskan pada perilaku koruptif dan dampaknya pada perempuan. Bagi saya perempuan
justru lebih sering menjadi korban utama dari perilaku korupsi. Perempuan
menanggung kerugian dan beban tambahan akibat perilaku korupsi yang dilakukan
oleh orang lain. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sekali lagi tak ada maksud bagi
saya untuk menyenangkan kaum perempuan dengan seolah-olah mendudukkan diri
sebagai orang yang peduli pada kelompok ini. Realita TKI utamanya Tenaga Kerja
Wanita di luar negeri adalah salah satu pokok yang bisa menjadi contoh tentang
perempuan sebagai korban perilaku koruptif. Para ahli dengan aneka penelitian
berani menyatakan bahwa salah satu dampak dari korupsi adalah pada perekonomian
negara yang melemah. Ekonomi yang tidak mampu memberi kesejahteraan pada
masyarakatnya secara luas, perkembangan ekonomi yang tidak mampu mewadahi
‘partisipasi perempuan’ untuk bekerja, mencari pendapatan untuk menopang
kehidupan dan kebutuhan hidup baik dirinya sendiri maupun keluarga. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tingginya perilaku dan praktek
korupsi dalam penyelenggaraan kepemerintahan di Indonesia membuat investasi
yang tumbuh subur adalah ‘investasi hitam’, investasi yang merusak lingkungan
karena bertumpu pada industri ektraktif yang ekploitatif. Industri ini adalah
industri yang tidak ramah terhadap perempuan, dimana jumlah peluang kerja untuk
perempuan sedikit. Selain itu industri ektraktif biasanya juga mendorong tumbuh
suburnya industri hiburan malam dimana perempuan menjadi korban karena
dijadikan ‘komoditas’ untuk menarik pelanggan yang utamanya adalah laki-laki.
Dampak dari industri ektratif yaitu polutan, juga amat merugikan perempuan
utamanya jika sampai menimbulkan gangguan pada reproduksi. Pencemaran udara dan
air bisa mengakibatkan kasus keguguran pada ibu hamil atau kelahiran dengan
bayi yang cacat secara genetis.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Banyaknya industri di Indonesia
yang tidak menyediakan kesempatan kerja pada perempuan dalam jumlah yang besar
mengakibatkan banyak perempuan terutama yang tidak mempunyai ketrampilan khusus
memilih untuk bekerja menjadi TKW di luar negeri. Pilihan pekerjaan yang penuh
resiko karena mereka bekerja di lingkungan yang jauh dari rumah dan berada di
luar jangkauan serta pengawasan dari pemerintah. Apapun bisa terjadi terhadap
mereka tanpa diketahui oleh kita yang ada disini.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Banyak cerita yang menunjukkan bahwa TKW
terus menerus menjadi korban sejak masih berada di Indonesia hingga sampai ke
luar negeri dan kembali lagi ke Indonesia. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kisah lingkaran korupsi nampaknya
dekat dengan para TKW, mulai dari menyuap untuk memperoleh dokumen-dokumen yang
diperlukan untuk keberangkatan, gaji yang dipotong dengan hitungan yang tidak transparan
oleh agen pengirim dan kemudian menjadi sasaran pemerasan ketika pulang oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di pintu masuk wilayah NKRI.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bahwa kemudian pemerintah bekerja
keras untuk memperbaiki<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kondisi lewat
berbagai satgas atau pokja itu perlu diapresiasi. Namun kisah derita TKW mulai
dari saat hendak berangkat, ketika bekerja di luar negeri dan saat kembali ke
Indonesia masih saja menceritakan banyak lakon duka nestapa. Tak heran jika
kemudian hastag #saveTKI menjadi salah satu pokok yang kerap muncul dalam
twitterland.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 27 November 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-26203337405487573092012-11-28T22:44:00.002-08:002012-11-28T22:44:41.030-08:00Kontemplasi : HASTAG (1)Cit ‘Twit” Cuit<br />
<br />
Perasaan takut akan sesuatu hal yang berlebihan disebut sebagai phobia. Disebut sebagai phobia karena bagi sebagian orang lain apa yang ditakutkan oleh seseorang itu bukanlah sebuah masalah besar yang sampai menganggu hidup, ketenangan atau kebahagiaan. Gejala yang sangat biasa bagi orang lain menjadi luar biasa bagi seseorang yang mengidap phobia, bahkan bisa-bisa menimbulkan histeria. Tak heran jika kemudian para pengidap phobia ini sepintas kelihatan seperti ‘lebay’.<br />
<br />
Phobia mempunyai tingkatan dari sekedar phobia ringan yang hanya menimbulkan deg-deg-an sampai phobia berat yang membuat pengidapnya mogok. Contohnya salah satu figur dalam film serial The A Team yaitu Mister T yang menderita phobia takut ketinggian atau terbang. Mr. T yang berbadan gempal, besar dan sangar itu ternyata ‘cemen’ dalam urusan naik helicopter. Setiap kali harus berpindah dari satu tempat ke tempat lain secara cepat dengan menaiki pesawat, Mr. T mogok tak mau ikut. Maka agar bisa ikut dan tidak membuat kekacauan dalam pesawat, Mr. T selalu dibius terlebih dahulu sehingga tidak sadar ketika mengikuti sebuah penerbangan.<br />
<br />
Dennis Bergkamp, salah satu legenda Arsenal dari Belanda juga mempunyai phobia yang sama. Setiap kali Arsenal harus bertanding ke luar dan tim pergi dengan naik pesawat. Dia akan berangkat lebih dahulu, lebih awal tinimbang rekan se-timnya dengan naik mobil. Jika masih memungkinkan sebuah daerah dijangkau dengan modus angkutan non penerbangan maka Bergkamp akan memilih moda angkutan itu meski sebenarnya naik pesawat jauh lebih nyaman dan cepat.<br />
<br />
Sekarang ini ditenggarai banyak orang menderita ‘nomophobia’ yaitu ketakutan yang luar biasa akan kehilangan mobile phone. Ketakutan yang muncul akibat sebuah ketergantungan yang sangat tinggi terhadap perangkat telepone mobile yang kini sudah sangat pintar (smart phone). Akibatnya seseorang tak bisa lepas sedikitpun dari gadgetnya. Gadget selalu besertanya kemanapun dan dimanapun dia berada.
Layanan sosial media dalam bentuk instan messaging, chating (video chat), micro blog, sharring video-document dan lain sebagainya memungkinkan seseorang untuk terus menerus terkoneksi dengan orang lainnya melalui gadget yang dipegangnya selama ada jaringan internet. Kebisaan online terus menerus membuat dunia terasa hampa jika jaringan lenyap dan gadget hilang.<br />
<br />
Gejala yang menunjukkan bahwa seseorang khawatir luar biasa akan kehilangan gadgetnya adalah membawa perangkat telepon mobile tidur dengannya. Dan begitu bangun saat tidak bisa menemukan gadget – yang mungkin tersembunyi di bawah bantal atau jatuh di kolong tempat tidur – akan heboh, mencari-cari bak orang kesurupan. Saking tidak mau terpisah dari gadgetnya, seorang ‘nomophobia’ bahkan membawa gadgetnya saat pergi ke WC dan kamar mandi. Dia tak ingin semua pesan atau informasi yang masuk terlewatkan.
Saat ini biasa seseorang mempunyai gadget ganda, memegang perangkat telepon lebih dari satu. Andai hal itu dilakukan untuk mempermudah komunikasi atau untuk mengkhususkan masing-masing gadget pada satu keperluan tertentu bukanlah sebuah masalah.<br />
<br />
Namun kebiasaan memegang dua gadget bisa dianggap sebagai sebuah nomophobia apabila didasari oleh ketakutan akan kehilangan gadget, maka gadget ganda dimaksudkan sebagai sebuah cadangan, layaknya ban serep pada pemilik mobil, sehingga kalau bocor maka tak perlu mencari tukang tambal terlebih dahulu melainkan mengantinya dengan ban lain yang sudah dipersiapkan.<br />
<br />
Ikatan yang berlebihan pada apapun tentu saja bukan sesuatu yang baik. Rasa cinta yang begitu dalam pada gadget sampai menjadi begitu takut kehilangan akan membuat seseorang justru mengalami gangguan komunikasi manusiawi dengan sesamanya. Ibaratnya seseorang lebih memilih ‘berasyik masyuk’ dengan perangkat telepon dibanding dengan sesamanya. Jadi mulailah berkaca dan bertanya adalah kita termasuk dalam kategori “nomophobia”, kalau iya, segeralah bertobat.<br />
<br />
Pondok Wiraguna, 24 November 2012<br />
@yustinus_eshaBorneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-74140415105034363082012-11-23T22:42:00.004-08:002012-11-23T22:43:25.320-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (100)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menulis Setiap Hari </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dalam perbincangan, dosen etika
saya memberi sebuah rasionalisasi tentang manusia dan keabadian dan manusia
dengan penjelasan yang sangat masuk akal dan tidak berbau spiritualisasi.
Menurutnya manusia abadi karena setelah mati <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>karena masih diingat oleh manusia lain,
terutama oleh orang-orang yang dekat dengannya. Seseorang diceritakan dan
dikenang dari satu generasi ke generasi lainnya. Itulah kenapa tujuan hidup
tertinggi kerap dirumuskan dengan kata menjadi berarti untuk sesama. Seorang
tokoh pendidikan dari Sulawesi Utara, Dr. GSSJ Sam Ratulangi mempopulerkan
istilah Si Tou Tumou Tou, manusia hidup untuk menghidupkan orang lain. Semboyan
yang melawan kata homo homini lupus, manusia menjadi serigala bagi manusia
lainnya.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa yang diterangkan oleh Dosen
saya mempunyai benang merah dengan apa yang disampaikan oleh Sam Ratulangi
dengan konsekwensi tertentu yaitu tingkat keabadian antar orang menjadi tidak
sama. Orang-orang dengan lingkaran pengaruh lebih luas maka akan lebih ‘abadi’.
Diceritakan dari generasi ke generasi oleh banyak orang, bahkan secara formal
melalui mata pelajaran di sekolah. Maka celakalah orang meskipun baik namun
karena <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lingkaran pengaruhnya kecil,
sehingga tak lama setelah meninggal sudah terlupakan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Maka sebenarnya keabadian menjadi
‘ajeg’ apabila ditulis, dinarasi bukan hanya dalam cerita lisan dan tersimpan
dalam ingatan orang per orang <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>melainkan terangkum
dalam kitab. Pramoedya Ananta Toer kalau tidak salah pernah mengungkapkan pernyataan
“Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang
dalam masyarakat dan dari sejarah”. Sebuah pernyataan yang dengan jelas
menunjukkan bahwa menulis dan tulisan adalah jalan untuk menjadikan sesuatu
atau seseorang menjadi tetap dikenang atau abadi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya setuju dengan apa yang
dikatakan oleh Pram dan saya memandatkan kepada diri saya sendiri<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk menulis setiap hari, entah jadi atau
tidak. Namun saya menulis bukan untuk memenuhi apa yang dikatakan olehnya. Mandat
pada diri oleh menulis sebenarnya dipengaruhi oleh nasehat seseorang yang saya
dengar ketika mengatakannya pada seorang teman. Jadi sebenarnya saya melakukan
nasehat yang tidak langsung ditujukan pada saya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
“Menulislah setiap hari”, begitu
katanya. Entah apa yang membuat orang itu mengatakan hal demikian. Namun saya
menduga, kawan saya itu bertanya tentang bagaimana bisa menulis dengan bagus.
Dan setahu saya yang ditanya itu adalah seseorang yang saya kenal mempunyai
kemampuan menulis di atas rata-rata. Seseorang yang bisa menghasilkan tulisan
dengan cepat namun isinya tetap bernas. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sejauh yang saya alami, memang
banyak orang yang ingin bisa menulis dengan baik, namun hanya berhenti menjadi
sebuah keinginan karena mulai dipusingkan dengan tetek benggek teori yang
membuatnya tidak memulai untuk menulis. Maka ungkapan atau kata-kata
“Menulislah setiap hari”, menjadi sama persis dengan ‘Memotretlah sesering
mungkin”, sebagai jawaban atas pertanyaan bagaimana bisa menghasilkan foto yang
bagus. Allah bisa karena biasa, begitu pepatah yang biasa kita dengar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Menulis dan memotret adalah dua
hal yang kelihatan berbeda namun sejatinya sama. Dibalik gambar dan tulisan
selalu ada pesan yang ingin kita sampaikan hanya saja mediumnya berbeda. Namun
tulisan maupun gambar sama-sama akan ‘bercerita’ dengan sudut tertentu sesuai
dengan apa yang dipilih oleh penulis atau fotografernya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dan adalah benar dengan menulis
setiap hari sesungguhnya kita sedang ‘learning by doing’, belajar sambil
melakukan. Langkah demi langkah kita akan belajar dengan sendiri tentang
menulis dan menghasilkan sebuah tulisan yang baik dengan refleksi dan evaluasi
atas tulisan kita sendiri. Menulis setiap hari akan membuat kita secara
otomatis menyusun outline, kerangka tulisan di balik kepala. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan menulis setiap hari,
segera kita akan merasa betapa pengetahuan itu penting dan ternyata pengetahuan
kita akan sesuatu terbatas. Dengan demikian ada dorongan untuk terus menambah
pengetahuan, peka terhadap keadaan di sekeliling, melihat dengan lebih dalam
apa yang terjadi. Dan yang paling penting kita akan tahu dan sadar bahwa
membaca itu penting, karena dengan membaca maka pengetahuan dan pemahaman kita
akan sesuatu menjadi bertambah dan semakin baik. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pengetahuan dan wawasan yang
lebih luas karena bacaan akan membuat kita tidak kesulitan dalam membuat
tulisan. Tidak kekurangan bahan dan ide tentang apa yang akan ditulis.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Saya tak tahu apa yang hendak saya tulis,
lagi nda ada ide, saya sedang menunggu datangnya ilham dan inspirasi untuk saya
tulis, begitu sering dikatakan oleh banyak orang ketika ditanya kenapa belum
juga menulis. Padahal di sekitar kita banyak bahan yang bisa ditulis. Namun
kita menjadi buntu ketika akan menulis karena berpikir muluk-muluk, bahwa
tulisan harus sempurna, ilmiah, rasional dan seterusnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika saya belajar tentang
pendidikan orang dewasa, fasilitator berkali-kali mengatakan satu pokok penting
untuk disimpan dalam kesadaran terdalam yaitu “kenyataan bahwa setiap orang
selalu punya pengetahuan yang khas pada dirinya sendiri”. Pengetahuan yang khas
muncul dari apa yang disebut sebagai sudut pandang. Orang akan menerima sesuatu
dari sudut pandangnya sendiri, sudut pandang yang dibangun dari segenap
pengalaman dari perjalanan hidupnya yang khas. Dengan demikian pengetahuan
seseorang selalu unik. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Setiap hari kita pasti akan
berhadapan dan mengalami sebuah kejadian baik secara langsung maupun tidak.
Sebuah perjumpaan yang akan menghasilkan ‘pengetahuan’ sebagai hasil
permenungan, perbandingan, perkembangan, pembaharuan dan seterusnya. Dan untuk
saya inilah yang akan saya tulis, saya menulis segala sesuatu dari sudut
pandang diri saya yang bisa saja kemudian diperbandingkan dengan sudut pandang
orang lain atau sudut pandang umum, ilmu pengetahuan, moral, agama dan
sebagainya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di jaman kita sekarang ini segala
macam hal telah terungkap, namun meski telah ada ribuan tulisan tentang sesuatu
hal tetap kita masih bisa menghasilkan satu tulisan tentang hal itu dengan
sebuah kekhasan kita sendiri. Itu terjadi karena kita mempunyai ‘mind map’
sendiri atas sesuatu hal dengan demikian selalu tersisa ruang yang tidak
dilihat atau dipunyai oleh orang lain. Sebuah tulisan menjadi orisinil bukan
karena apa yang kita tulis belum pernah ditulis orang lain. Sebuah tulisan
menjadi orisinil justru karena dalam tulisan itu ada style dan identitas diri
kita yang tak mungkin ditiru oleh orang lain. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Memang bisa saja pada
awal-awalnya kita meniru gaya atau terpengaruh dengan model tulisan orang lain.
Sebagai sebuah pembelajaran, meniru bukanlah sesuatu yang haram. Toh, sejak
kecil kita melakukan sesuatu juga dimulai dengan meniru orang lain. Namun
perlahan-lahan pasti kita akan menemukan gaya kita sendiri, gaya yang menurut
kita paling cocok dengan diri kita.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Terus terang saya memilih menulis
dengan gaya bertutur, menulis seperti tengah bercerita atau berbicara, sebuah
gaya yang dipakai oleh banyak penulis ternama. Tapi saya yakin apa yang saya
ceritakan, saya tuturkan meski menyorot soal yang sama akan berbeda dengan apa
yang dituturkan oleh Farid Gaban, Emha Ainun Nadjib, Zaim Zaidi, Hamid Barsyaib,
Mahbud Djunaidi, Samuel Mulia, Budiarto Shambazi dan lain sebagainya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Jadi sebenarnya tidak ada satu
alasan yang membuat kita sulit untuk menulis. Dan agar menulis tidak terasa
semakin sulit serta bikin sakit kepala, maka kalau ada orang yang bertanya pada
saya tentang bagaimana cara menulis, saya akan mengulangi jawaban temannya
teman saya yaitu menulislah setiap hari. Lalu agar tulisan mengalir dan mudah
dicerna, akan saya tambahkan lagi satu nasehar yaitu menulislah seperti kita
sedang berbicara. </div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 22<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>November 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-25193344287273745672012-11-23T22:34:00.000-08:002012-11-23T22:35:02.146-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (99)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Antara Kendari dan Samarinda</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kendari, propinsi Sulawesi
Tenggara merupakan satu-satunya ibu kota propinsi di pulau Sulawesi yang belum
sempat saya kunjungi<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ketika saya tinggal
selama 10 tahunan di Sulawesi Utara. Kesempatan untuk berkunjung ke Kota Kendari
justru datang ketika saya telah berpindah dan tinggal di Samarinda Kalimantan
Timur. Seorang kolega mengajak untuk mengerjakan sebuah proyek riset dan
pengembangan di Pomalaa, Kabupaten Kolaka.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebelum pergi ke Pomalaa, saya
sempat tinggal beberapa hari di Kota Kendari, bertemu dan berdiskusi dengan
beberapa teman disana untuk mendapat sedikit gambaran tentang propinsi Sulawesi
Tenggara yang tidak saya kenal sama sekali. Selain itu saya juga merekrut
beberapa orang surveyor untuk membantu mengumpulkan informasi dan melakukan
wawancara dengan beberapa narasumber baik di Kendari, Kolaka maupun Pomalaa. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya lupa persis berapa jam
perjalanan Kendari – Pomalaa dengan kendaraan roda empat, yang jelas lebih dari
empat jam. Pomalaa dikenal sebagai daerah penghasil nikel yang ditambang oleh
PT. Aneka Tambang atau lebih dikenal dengan singkatan Antam. Memasuki Pomalaa,
saya menemukan kompleks kuburan yang dari gapura masuknya jelas menandakan itu
adalah kompleks kuburan orang-orang Toraja. Besarnya kompleks kuburan itu
menunjukkan bahwa banyak orang Toraja tinggal di Pomalaa dan pasti sudah sejak
lama.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pertanyaan saya tentang orang
Toraja, nanti akan terjawab ketika saya berbincang-bincang dengan pensiunan
pegawai Antam yang masih tinggal di kompleks perumahan pegawai. Menurut Kakek
yang mulai menurun pendengarannya itu, dulu di tahun 60-70 an, tidak banyak
orang di sekitar kawasan tambang Antam mau bekerja sebagai pekerja tambang.
Konon katanya tambang saat itu masih manual, ore (tanah yang mengandung nikel)
dikeruk dengan cangkul dan skop dan dimasukkan ke dalam lori yang didorong atau
ditarik oleh manusia. Jelas ini merupakan pekerjaan yang berat sehingga tidak
banyak orang sekitar yang tertarik. Akibatnya Antam mendatangkan orang-orang
dari Toraja untuk bekerja di tambang itu.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Banyak orang Toraja yang
didatangkan dan kemudian beranak pinak di Pomalaa, sehingga sekarang
kurang-kurangnya ada dua kampung yang mayoritas dihuni oleh keturunan orang
Toraja. Sebagian masih ada yang meneruskan pekerjaan orang tua mereka di Antam
namun sebagian besar lainnya memilih pekerjaan lainnya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Ketika tambang sudah berkembang
dan mulai menggunakan peralatan mekanis, mulailah orang-orang setempat melirik
dan ingin bekerja di Antam, namun formasi pekerjaan yang tersedia di Antam juga
tidak lagi banyak, sehingga tak setiap tahun bisa menerima pegawai dari warga
setempat. Masalah ini kemudian menjadi soal dan Antam kerap di demo karena
dianggap tidak memberi kontribusi besar dalam penyediaan lapangan kerja bagi
masyarakat sekitar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa yang terjadi di Pomalaa
sebenarnya merupakan kasus klasik, kasus yang terus berulang sampai sekarang di
daerah-daerah lainnya. Di kalimantan Timur, pengembangan perkebunan kelapa
Sawit mungkin sudah memasuki tahun ke 10. Namun dalam rentang waktu itu ternyata
sebagian besar pekerja di sektor perkebunan Sawit masih di dominasi oleh orang
‘luar’.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Apakah ini terjadi karena orang
setempat tidak melirik peluang pekerjaan di sektor perkebunan sawit, atau
justru karena perusahaan sawit yang tidak berniat untuk merekrut pekerja dari
masyarakat sekitar wilayah operasinya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Bisa jadi masyarakat setempat
memandang pekerjaan di kebun sawit terlalu berat dan tidak seimbang antara
tenaga yang dikeluarkan dengan upah yang diterima. Atau bisa jadi perusahaan
mendatangkan orang dari luar karena berkaitan dengan tingkat ketrampilan
pekerja, yang mana pekerja dari luar telah siap atau terbiasa kerja di
perkebunan sawit.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pemerintah selalu menyatakan
investasi ditujukan untuk mensejahterakan masyarakat setempat. Kesehteraan yang
dibangun dengan terbukanya lapangan kerja serta efek langsung maupun tidak
langsung dari operasi usaha di sebuah daerah (trickle down efect). Setiap
investasi juga mempunyai tanggungjawab untuk meningkatkan kapasitas masyarakat
setempat sehingga bisa memenuhi kebutuhan sektor usaha yang beroperasi di
daerah tersebut.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun sejak dari jaman bahari
hingga saat ini apa yang dibayangkan dan dinyatakan ini tak selalu terjadi.
Investasi selalu mempunyai problem yaitu menimbulkan kesenjangan pada
masyarakat lokal yang kemudian kerap menimbulkan gejolak bahkan hingga menjadi
konflik yang manifest dalam bentuk kekerasan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa yang terjadi di perkebunan
sawit yang beroperasi di Kalimantan Timur adalah sebuah contoh, dimana usaha
yang sudah mencapai rentang 10 tahun belum juga mampu menumbuhkan kapasitas
pada masyarakat lokal untuk menjadi pekerja atau pekebun sawit yang handal.
Tenaga terus didatangkan dari luar yang bisa berakibat menimbulkan kecemburuan
sosial. Persoalan antara masyarakat setempat dengan perusahaan sawit, kemudian
bisa beralih menjadi persoalan masyarakat setempat dengan pekerja sawit yang
berasal dari luar. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya juga baru mendapat
informasi, ternyata ada perkebunan sawit di daerah Berau yang mendatangkan
pekerja anak dari Nias. Konon sudah tiga gelombang yang didatangkan dan jumlah
pekerja anak lebih dari 100 orang. Ternyata anak-anak ini bekerja dalam kondisi
kerja dan imbalan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Anak-anak
dipekerjakan sebagai penyemprot bahan untuk mematikan rumput, tidak dilengkapi
dengan peralatan safety seperti masker (mulut dan hidung) dan sepatu boot.
Sulit bagi anak-anak ini untuk keluar dari situasi itu karena lokasi perkebunan
yang sangat jauh dari pemukiman. Cerita ini terbongkar kala ada seorang anak
yang berhasil melarikan diri dengan menembus kawasan tanpa pemukiman berjalan
kaki selama 3 hari dengan hanya berbekal uang 6 ribu di saku.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di balik pidato megah tentang
investasi dan capaian kinerjanya untuk ekonomi daerah ternyata selalu
tersembunyi cerita suram baik bagi masyarakat setempat, maupun masyarakat luar
yang sengaja didatangkan untuk menopang roda investasi itu. Cerita yang
bagaikan roda berputar terus menerus, berkutat pada persoalan yang sama seakan
kita tak pernah belajar untuk ‘move on’. Bergerak dari satu persoalan ke
persoalan lain yang menghasilkan situasi yang lebih baik. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saat ini dalam sektor investasi
dan hubungannya baik dengan pemerintah maupun masyarakat telah dirumuskan
sebuah pengertian bersama yang menempatkan baik masyarakat, pemerintah maupun dunia
usaha sebagai pemegang kepentingan yang setara. Dunia usaha sebagai entitas
menyadari tugas dari keberadaannya yang tidak sekedar mencari untuk untung
semata (profit) dengan melupakan masyarakat (people) dan abai pada kelestarian
alam (planet). Namun kebanyakan ini masih bertahan sebagai rumusan, kalimat
yang hanya fasih terucap namun tak terbukti dalam kenyataan. Hubungan antara
Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat masih diwarnai cerita suram. Kabar yang
tidak sedap karena pemerintah lebih kerap berpihak dan membela kepentingan
pengusaha dengan mengorbankan kepentingan masyarakatnya.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 23 November 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha<span style="mso-spacerun: yes;"> </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-4207330433617271232012-11-20T22:22:00.001-08:002012-11-20T22:24:01.622-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (98)Doyan Menyesatkan<br />
<br />
Dari jejaring surat elektonik, saya membaca sebuah kabar singkat yang sangat ironik. Tengku Kemal Pasha, antropolog muda yang tulisannya banyak dimuat di media nasional menuliskan dua kejadian yang berlawanan terjadi pada hari yang sama. Tanggal 17 November 2012 di Banda Aceh diadakan peringatan Hari Toleransi Internasional, dan pada hari itu juga, 180 km dari Banda Aceh, tepatnya Plimbang, Bireun penyerbuan
terhadap kelompok pengajian Tengku Ayuib yang dituduh sebagai penyebar ajaran sesat.<br />
<br />
Saya sendiri sempat menyaksikan beritanya sekilas melalui saluran televisi.<br />
Dalam pemberitaan disebutkan adanya bentrokkan antara dua kelompok. Dimana kelompok pengajian dianggap telah menyiapkan diri dengan berbagai senjata. Jadi begitu didatangi mereka melawan dan mengakibatkan kelompok yang mendatangi kocar-kacir dan beberapa orang terluka. Berita itu tidak menyebutkan kalau pemimpin pengajian yaitu Tengku Ayuib dan seorang pengikutnya tewas dengan cara dibakar oleh massa yang datang.<br />
<br />
Dalam catatan Kemal, di tahun 2010 kelompok penggajian ini pernah diserbu oleh warga atas tuduhan yang sama yaitu menyebarkan ajaran sesat. Namun dalam persidangan yang dilakukan MPU (MUI) Bireun, ternyata tidak ditemukan alasan untuk menganggap kelompok pengajian Tengku Ayuib ini sesat. Ternyata persidangan itu tidak berpengaruh besar pada masyarakat yang terlanjur menetapkan mereka sebagai sesat. Peristiwa tanggal 17 November itu membuktikan kelompok pengajian Tengku Ayuib terus diincar untuk menjadi sasaran pemusnahan.
Kejadian di Plimbang, Bireun Aceh ini menambah daftar panjang semangat dan perilaku anti toleransi pada kelompok intra agama. Meski sama-sama muslim ternyata antara satu kelompok dengan kelompok lainnya terjadi upaya penyesatan.<br />
<br />
Persoalan seperti ini menjadi berat terutama untuk para pembela gerakan toleransi. Bersimpati atau berusaha membantu untuk mendudukkan persoalan salah-salah malah dianggap ikut mendukung keberadaan kelompok ‘sesat’. Nah berhadapan dengan kelompok yang gemar melakukan ‘penyesatan’ terhadap orang lain akan sulit untuk melakukan dialog baik berdasar hukum positif, HAM maupun patokan-patokan lainnya. Jika kelompok ini sudah tiba pada keputusan final yaitu menyatakan kelompok lain sebagai ‘sesat’ maka tak ada negosiasi lain diluar kata ‘tumpas dan habiskan’.<br />
<br />
Dibandingkan dengan yang terjadi di Ciukesik dan Sampang, peristiwa di Plimbang juga tak kurang kejamnya, karena pemimpin pengajian dan seorang pengikutnya ternyata dibakar hidup-hidup serta tak kurang dari 15 orang terluka parah karena penyerbuan. Padahal terminologi ‘sesat’ yang dipakai oleh para penyerangnya sulit dibuktikan. Apakah karena kita tidak senang kepada seseorang atau sekelompok orang lalu dengan mudahnya mengatakan mereka sebagai sesat.<br />
<br />
Dari telaah atas berbagai kejadian penyerbuan atas kelompok tertentu, diketahui bahwa kejadian itu bukanlah laku yang begitu saja terjadi. Sebagian besar direncanakan sehingga kecil kemungkinan tidak diketahui oleh aparat intelejen.<br />
<br />
Namun berkali-kali kita melihat bahwa aparat kurang responsif dalam mencegah terjadi peristiwa penyerbuan. Meski bersiap, namun gerak langkah aparat di lapangan tidak ditujukan untuk membuat peristiwa penyerbuan tidak terjadi. Aparat biasanya hanya melokalisir kejadian agar tidak meluas. Maka wajar apabila rentetan kekerasan, pengrusakan, pembakaran dan penghacuran terjadi begitu saja tepat di depan mata aparat.
Saya meyakini tidak ada satupun warga bangsa ini yang setuju ada seseorang dibakar hidup-hidup hanya dengan sebuah tuduhan yang tak dibuktikan kebenarannya.<br />
<br />
Namun ternyata peristiwa seperti itu terus terjadi berkali-kali. Padahal hukum kita mengatur persoalan itu. Kalau benar seseorang atau sekelompok orang melakukan ‘penistaan agama’ baik pada agama sendiri maupun agama orang lain, negara berhak melakukan tindakan.
Lalu kenapa masyarakat, massa atau kelompok tertentu melakukan tindakan sendiri, menghakimi yang lainnya dengan tindakan di luar dan melanggar hukum serta kemanusiaan. Saya mencurigai ada motif-motif lain yang disembunyikan dibalik alasan menjaga ajaran agama. Dan apabila benar demikian, maka sesungguhnya yang ‘sesat’ adalah mereka-mereka yang gemar ‘menyesatkan’ pihak lainnya.
Pondok<br />
<br />
Wiraguna, 21 November 2012<br />
@yustinus_esha
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-72944293730327208972012-11-19T23:09:00.001-08:002012-11-19T23:09:44.784-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (97)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kopi Basi</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Seingat saya bapak bukan peminum
kopi, namun kalau malam-malam ada tetangga yang bertamu biasanya akan
disuguhkan kopi. Waktu itu belum banyak kopi kemasan yang dijual di warung.
Pemilik warung biasanya mengiling sendiri kopi untuk dijual dalam ‘conthong’
yang terbuat dari kertas. Kopi bubuk dijual eceran dengan ukuran sendok makan. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya belajar minum kopi dengan
mencicipi sisa kopi yang tidak habis diminum oleh tamu bapak. Sebab membuat
kopi untuk diminum sendiri pasti akan dimarahi. Kopi dianggap bukan minuman
yang cocok untuk anak-anak, cepat tua nanti begitu kata ibu saya. Aturan minum
kopi menjadi sedikit longgar saat ada acara ‘lek-lek-an’, berkumpul bersama
malam hari, berjaga-jaga saat ada kedukaan, kelahiran atau acara lainnya. Kopi
disajikan sebagai minuman utama agar orang-orang yang hadir tahan ‘melek’
semalaman.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Pada acara itu biasanya orang
tua akan membiarkan anak-anak ikut menikmati sedapnya minum kopi.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Almarhum nenek saya adalah
satu-satunya orang yang mentolerir kesenangan saya minum kopi sewaktu masih
kanak-kanak. Setiap kali saya berlibur ke rumah nenek, bukan susu yang
disajikan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>oleh nenek melainkan kopi. Ada
satu tradisi di rumah nenek sewaktu beliau masih hidup yaitu minum di sore hari,
minuman panas yang disajikan bisa teh atau kopi. Semua diseduh tanpa campuran
gula, jadi tehnya tawar dan kopinya pahit. Kalau tak ingin minum teh tawar dan
kopi pahit, nenek menyediakan bongkahan gula aren, untuk digigit setelah teh
atau kopi diteguk.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Rumah nenek berada di daerah
pegunungan, dimana kebun-kebunnya banyak ditanami cengkeh, kopi dan vanilli.
Hanya saja kopi tidak terlalu terpelihara dan pohonnya sudah tinggi-tinggi
serta buahnya tak lagi banyak. Suatu waktu diperkenalkan jenis kopi baru yang
pohonnya tidak meninggi melainkan melebar. Seingat saya bapak juga ikut menanam
beberapa pohon di halaman depan , namun tak pernah dipanen dan hanya menjadi
hiasan pekarangan depan.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saat sekolah dan tinggal di
Sulawesi Utara, ibarat ‘tumbu ketemu tutup’, klop antara kebiasaan masyarakat
disana dan kesenangan saya minum kopi. Kopi menjadi sajian yang lumrah, minuman
sehari-hari. Bahkan di asrama, saat ‘potus’ (minum sore dan malam) bila tidak
cepat-cepat mengambil maka kopi akan habis duluan. Kopi yang tersohor di
Sulawesi Utara adalah Kopi Kota Mobagu yang menurut saya keasamannya rendah dan
bulat rasanya. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Memang kopi Kota Mobagu kalah
tersohor dengan kopi Toraja, Enrekang dan Kalosi dari Sulawesi Selatan, bisa
jadi karena hasil panennya tidak terlalu banyak dan terserap habis untuk
konsumsi di Sulawesi Utara. Namun di toko oleh-oleh atau souvenir di Manado,
kopi ini bisa diperoleh dalam berbagai kemasan berdasarkan beratnya. Salah satu
merek yang terkenal adalah kopi cap keluarga.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dalam lima tahun terakhir ini
perkembangan dunia perkopian semakin semarak. Di pasaran banyak beredar
kopi-kopi dalam kemasan, baik kopi original maupun blended. Bahkan kini kopi
tak perlu lagi diseduh dengan air yang benar-benar mendidih karena ice kopi-pun
kini menjadi lazim.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Beredarnya banyak merek dan jenis
kopi membuat kita sering bingung dalam menentukan pilihan kopi mana yang hendak
diminum atau dinikmati. Rentang harganyapun bermacam-macam, mulai dari 3 ribu
rupiah di warung-warung pinggir jalan, sampai ratusan ribu di cafe-cafe ber-ac.
Hanya saja tak perlu pusing dengan soal harga, menurut saya tidak ada kopi yang
paling enak. Soal rasa kopi tidak tergantung harganya melainkan dari cara
pengolahan dan penyajiannya. Kopi mahalpun jika sudah tidak segar dan diseduh
serampangan pasti berasa air got. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Lidah setiap orang berbeda-beda
dalam menerima rasa kopi. Ada yang doyan meminum kopi beraroma rempah namun ada
juga yang menciumnya saja sudah rasa muntah. Konon untuk benar-benar meresapi
rasa kopi, seduhan itu harus dicecap tanpa diberi campuran apapun, benar-benar
original sehingga kita bisa merasakan keasaman, kepahitan dan juga manis alami
dari kopi. Namun terus terang saya tak sanggup untuk terus menerus meminum kopi
tanpa gula. Bagi saya tetap yang paling nikmat adalah kopi manis tanpa rasa
pahit. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hanya terkadang kalau menyeduh
kopi sendiri, saya akan memberi tambahan gula beberapa saat sesudahnya. Jadi
kopi tidak dicampur dengan gula atau apapun terlebih dahulu, agar aroma kopinya
keluar. Kebanyakan para ahli kopi menyarankan agar kopi diminum selagi hangat.
Dan memang minum kopi sewaktu masih hangat terasa nikmat bukan hanya dimulut
melainkan juga aromanya yang menyentuh hidung hingga mengalir sampai hati. </div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Namun berlawanan dengan kebiasaan
banyak orang, saya setiap pagi justru menikmati ‘kopi basi’ selepas bangun
tidur. Kopi yang didiamkan semalam itu, menurut kabar yang mungkin tidak perlu
dipercaya bisa mencegah penyakit maag. Saya tak tahu apakah demikian persisnya,
hanya saja yang pasti sampai sekarang meski kebiasaan makan saya awut-awutan,
rasanya amat jarang saya diserang gangguan maag. Satu hal yang pasti, manfaat
kopi dingin untuk saya dan mungkin ini tak berlaku untuk anda-anda, adalah
sesaat setelah meminumnya saya akan segera nongkrong di kamar kecil dan
menyambut hari dengan perut terasa lega.</div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 20 November 2012</div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-56010173163629374232012-11-18T23:47:00.002-08:002012-11-18T23:47:11.481-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (96)<br />
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Penyapu Jalan Yang Terlupakan<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Menonton bola dari tengah
malam sampai matahari memancarkan terangnya membuat saya menyentuh kasur
sekitar jam 7 pagi. Dan tahu-tahu terbangun sekitar jam 1 siang, bukan karena
kantuk sudah hilang melainkan karena rasa lapar mulai menyerang perut. Dalam
keadaan ‘ayam-ayam’ saya diberi tahu bahwa ada tetangga yang meninggal dini
hari tadi dan sudah dikebumikan. Saya kenal baik ibu itu karena dulu dia yang
membantu mengantar jemput kemenakan dan kemudian juga anak saya ketika mereka
sekolah di TK. Bantuan mengantar jemput itu kemudian terhenti karena ada
kesibukan lain yang dilakukan oleh ibu itu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Kabarnya, ibu itu meninggal
karena mengalami kecelakaan ditabrak mobil saat hendak berangkat bekerja
sebagai petugas kebersihan. Ya, setiap pagi (dini hari) ibu itu bersama anak
sulungnya bekerja menyapu salah satu ruas jalanan di kota Samarinda. Pada hari
yang naas, minggu dini hari sebuah mobil double cabin yang melaju kenjang,
menghantam motor ibu itu sehingga terlempar cukup jauh. Sang ibu meninggal di
tempat, sementara putranya dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit
tanpa sadar serta tahu kalau ibunya telah tiada.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Saya tak mendapat gambaran
persis soal siapa yang berada di mobil double cabin itu, namun katanya sang
sopir mabuk setelah semalaman menghabiskan waktu di tempat hiburan. Ya, malam
itu malam minggu, malam dimana banyak orang yang kelebihan duit
menghamburkannya di table tempat hiburan malam. Bisa dipastikan bahwa jutaan
rupiah dihabiskan oleh pengendara mobil itu hingga kehilangan kesadaran dan
memacu mobil kesetanan di dini hari. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Sungguh ironis, seseorang yang
menghabiskan uang berjuta-juta dalam waktu beberapa jam dan hanya menghasilkan
penurunan kesadaran diri (mabuk) kemudian berkendara dan mencelakai orang lain
yang bekerja keras di kala orang lain terlelap dengan penghasilan yang mungkin
hanya senilai sebotol minuman luar negeri yang ditenggak penabraknya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Bukan sekali dua kali, ibu-ibu
penyapu jalan ditabrak atau disambar oleh pengendara yang pulang dari tempat
hiburan malam. Saya pernah mendapat cerita, tentang ibu penyapu jalan yang
ditabrak hingga patah kakinya. Dan sang penabrak kabur, lari entah kemana.
Untuk biaya operasi kakinya yang patah, ibu penyapu jalan itu harus menanggung
biaya hingga puluhan juta rupiah, yang mungkin saja tak akan terkumpul meski
dia menabung semua penghasilannya selama bertahun-tahun.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Ada puluhan tetangga saya yang
kebanyakan adalah ibu-ibu bekerja sebagai petugas kebersihan kota. Ada yang
bekerja dari pagi hingga siang hari, ada yang siang hingga sore hari, namun
banyak pula yang mulai berangkat untuk membersihkan jalanan semenjak jam 2 – 3
dini hari. Yang bisa mengendarai motor akan berangkat sendiri atau berboncengan
dengan rekan sekerjanya, namun ada juga yang perdi diantar suami atau anaknya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Berangkat dan bekerja pada
dini hari tentu saja mempunyai resiko yang tinggi. Suasana jalan yang lenggang
dan sepi adalah saat yang tepat bagi orang-orang yang punya niat tak baik untuk
melakukan aksinya. Belum lagi pengendara-pengendara lain yang menganggap
jalanan masih sepi sehingga memacu kendaraan tanpa sikap waspada. Pada jam itu
pula biasanya orang-orang penggila dunia hiburan malam pulang dalam keadaan
‘teler’ sehingga tidak awas dalam membawa kendaraan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Di dalam kondisi seperti
itulah ibu-ibu penyapu jalan bekerja tanpa dilengkapi alat atau perangkat
keamaan seperti rompi dengan warna mencolok atau berpendar kala terkena sinar
lampu. Atau tanda lain yang membuat pengendara bisa melihat bahwa tengah ada
orang yang bekerja membersihkan jalanan. Bunyi sapuan sapu lidi di jalanan tidak cukup untuk membuat
pengendara yang akan lewat berhati-hati, mengurangi kecepatan kala melewati
ibu-ibu penyapu jalan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Karena bangun kesiangan, saya
tak sempat melayat untuk memberi penghormatan kepada ibu penyapu jalan yang
meninggal kala melaksanakan tugas dan pengabdiannya pada kota ini. Hanya doa
yang bisa saya panjatkan dengan harapan agar arwahnya beristirahat dengan
tenang dalam rumah Allah. Tak lupa saya berdoa agar putra sulungnya diberikan
jalan terbaik pada masa kritisnya. Semoga pula pihak yang berwenang, pemerintah
kota dan dinas yang terkait memberi perhatian pada keluarga yang ditinggalkan
olehnya. Saya tahu persis, salah satu putranya yang bernama Ariel adalah teman
sekelas putri saya kala duduk di TK dahulu. Tentu saja Ariel butuh bantuan
untuk melanjutkan pendidikan dasar yang baru saja dijalaninya. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Dan untuk penabraknya yang
saya tahu tidak sengaja, namun sengaja memabukkan dirinya. Dari jenis mobil
yang dipakai, bukannya saya mau menuduh sembarangan tapi kemungkinan besar
terkait dengan dunia pertambangan. Saya berharap mereka cepat sadar, bahwa uang
besar yang mereka peroleh jangan lagi dihambur-hamburkan untuk mendapat
kesenangan sesaat yang menyengsarakan orang lain seumur hidupnya. Gunakanlah
uang yang diperoleh dengan mengaduk-aduk bumi dan tanah di Samarinda ini, andai
kemudian berlebih untuk kebaikan kota dan warga Samarinda.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
Pondok Wiraguna, 18 November
2012<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
@yustinus_esha<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-44082390707793894222012-11-18T23:35:00.003-08:002012-11-18T23:36:05.360-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (95)<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Panic City<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tahun ini memasuki tahun ke
sepuluh saya tinggal dan menetap di kota Samarinda. Sepanjang ingatan saya perkembangan yang paling kentara
adalah pertumbuhan fasilitas perbelanjaan dan usaha dalam bentuk mall dan
ruko-ruko serta penetrasi kawasan perumahan yang menawarkan hunian mulai dari
rumah sederhana sampai pondok mewah yang berharga milyard-an rupiah. Dari sisi
gaya hidup, pertumbuhan cafe-cafe, tempat hang out juga sangat kasat mata.
Hampir setiap ruas jalan bisa ditemukan cafe sebagai tempat ‘kongkow-kongkow’
di sore hingga dini hari untuk bercengkrama menghabiskan waktu dengan rekan
sebaya. Di banding dengan kota lain di Kalimantan Timur, dunia industri hiburan
malam Kota Samarinda jelas lebih semarak dan ramai.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di luar segala peningkatan tercata
juga banyak penurunan. Penurunan terutama dalam kwalitas mutu lingkungan dan
sarana maupun prasarana publik. Penurunan mutu lingkungan dengan jelas ditandai
dengan semakin meluasnya kawasan genangan air atau banjir. Sementara yang tak
kasat mata adalah mutu udara, dari data yang dirilis oleh badan statistik,
jumlah penderita penyakit ISPA (infeksi saluran pernafasan atas) juga terus
meningkat dari tahun ke tahun. Data ini dengan jelas mengatakan bahwa mutu atau
kwalitas udara kota ini semakin tidak baik dari waktu ke waktu. Debu merajalela
dimana-mana.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Debu merupakan hasil dari
pembongkaran (pengupasan dan pematangan) lahan, penggalian material dan
pertambangan batubara yang banyak merubah kontur wajah bebukitan di Kota
Samarinda. Perubahan yang diikuti oleh munculnya jalan-jalan air baru di waktu
hujan, alur yang tak selalu dipersiapkan oleh mereka yang mengeruk dan
mengaduk-aduk bebukitan dan lahan di kota ini. Alhasil aliran hujan bukan hanya
berupa cairan semata melainkan mirip bubur, air kental dengan lumpur yang
kemudian memenuhi got, salurang air disepanjang kota hingga bermuara di sungai
Mahakam. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Andai punya waktu, cobalah
berkeliling kota ini dan perhatian got atau saluran airnya. Nyaris sebagian
besar dipenuhi genangan air yang tidak dalam karena lumpurnya nyaris tak sampai
sejengkal dengan permukaan tanah. Selain sebagai penampung lumpur, saluran air
juga merupakan tempat buangan sampah yang favorit, aneka botol minuman instan,
plastik bungkus kue dan material lain tersembunyi dibalik penutup got.
Sampah-sampah juga dengan mudah ditemui di belokan saluran air, dimana airnya
tak terlihat karena tertutup oleh aneka material plastik yang mengapung
diatasnya.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dengan kondisi seperti itu tak
heran jika kemudian hujan deras turun agak lama, segera air meluap memenuhi
jalanan dan lahan-lahan disekitarnya. Genangan banjir dari tahun ke tahun
semakin luas meski telah dibangun polder sebagai kolam retensi limpasan air
hujan di beberapa tempat. Banjir yang terjadi tak lama sesudah hujan, juga
disebabkan oleh alur sungai Mahakam yang juga terus mengalami pendangkalan.
Padahal sungai Mahakam adalah satu-satunya jalur keluar limpasan air hujan yang
mengguyur Samarinda. Apabila sungai Mahakam menolak aliran air dari daratan
Samarinda maka air akan tertahan di daratan menjadi genangan yang bisa bertahan
selama berhari-hari. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Dahulu ketika daerahnya mulai
terkena banjir, warga cenderung menjual rumahnya untuk berpindah ke tempat lain
yang tidak tersentuh banjir. Namun karena kini banjir sudah merata, maka
menjual rumah dan pindah bukan lagi sebuah pilihan. Pilihan yang masuk akal
adalah meninggikan lantai sehingga genangan air tidak masuk rumah. Alhasil jika
sudah ditinggikan 2 atau 3 kali maka tampakan rumah menjadi lucu, rumah seakan
‘mendlep’ ke dalam tanah. Kalau sudah demikian maka tak ada jalan lain selain
membongkar untuk kemudian meninggikan pondasi. Dan celakalah mereka yang tak
mempunyai sumberdaya untuk meninggikan pondasi, rumahnya bakal menjadi ‘cebol’
dibanding rumah lain di sekitarnya. Dan kalau hujan tiba, percuma pepatah sedia
payung sebelum hujan, sebab bakal tak berguna lagi, karena yang mereka butuhkan
adalah perahu.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sesaat setelah air lenyap dari
jalanan yang tersisa adalah sampah berserak dan material-material lain. Selain
berbau, begitu pasa menyenggat datang, air mengering maka yang tersisa adalah
debu, debu yang membuat mata pedih dan perih. Debu semakin diperparah dengan
kondisi jalan di Samarinda yang plural, dimana ada jalan aspal biasa, aspal
hotmix dan semen serta jalan berlubang sehingga kelihatan tanahnya. Dalam
kondisi panas, semua jalanan ini akan memproduksi debu yang kemudian terhambur
kemana-mana karena laju dan intensitas lalulintas yang kian padat. Jalan semen
dengan kekuatan tertentu namun dilewati oleh berbagai macam kendaraan yang
kapasitas melebihi batas, akan membuat semen padat terkikis menjadi
partikel-partikel yang ringan untuk diterbangkan oleh tiupan angin. Debu halus
dari remah-remah semen jelas-jelas tidak sehat apabila terhirup, dada terasa
panas karena semen terbuat dari batuan tertentu. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya tidak tahu apakah ada yang
tertarik untuk meneliti dampak jalan semen pada kesehatan lingkungan dan warga
Samarinda. Namun saya berharap ada yang berminat untuk melakukannya agar
pembangunan jalan dengan agregrat utama berbahan semen dilakukan dengan
sungguh-sungguh. Bukan dikerjakan sejengkal demi sejengkal seperti terjadi
selama ini dan oleh kontraktor yang tidak jelas juntrungannya, sehari kerja dua
hari istirahat. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sebagai bagian dari warga dari
relung hati yang terdalam saya mempunyai harapan agar pembangunan kota ini
lebih punya arah yang jelas, yang dengan mudah dipahami oleh warganya. Kota
yang bukan hanya sibuk membenahi ini dan itu kala mendekati akhir tahun, yang
menimbulkan kesan untuk menghabiskan anggaran agar tidak banyak yang tersisa.
Pembangunan yang semata ditujukan hanya untuk menyerap anggaran.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 16 November 2012<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha<o:p></o:p></div>
<br />Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4560869995673045980.post-29100111995628667562012-11-18T23:28:00.003-08:002012-11-18T23:28:42.525-08:00Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (94)<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Multilinggual<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Apa hebatnya orang Indonesia
dibanding bangsa-bangsa lainnya di dunia?. Menurut seorang teman yang tidak
perlu lagi diragukan pengetahuan dan kecintaannya pada Indonesia, kehebatan
orang Indonesia dibandingkan bangsa lain adalah kenyataan bahwa orang Indonesia
adalah multilanguage. Mau tidak mau saya harus mengakui amatannya yang tajam
ini, karena benar dibanding orang USA dan Inggris yang kemungkinan besar hanya
berbahasa Inggris, rata-rata orang Indonesia menguasai lebih dari dua bahasa.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Saya yang lahir di Jawa Tengah,
sejak kecil berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa,
kemudian mulai sedikit-sedikit berbahasa Indonesia ketika masuk TK. Ketika
masuk SD mulailah menggunakan bahasa Indonesia untuk pengantar pelajaran sehari-hari.
Kemudian masuk SMP dan mulai belajar
berbahasa Inggris meski kemudian hanya menguasai percakapan sederhana semacam
how are you today dan fasih mengatakan I love you. Saat SMA sempat juga saya mempelajari bahasa German
dengan buku paket Wir Sprechen Deucth. Setamat SMA, sebelum melanjutkan
pendidikan di Sekolah Tinggi, selama setahun saya mengikuti suatu pendidikan
khusus yang disebut dengan Kelas Persiapan Atas, disini saya belajar bahasa
Latin yang bikin sakit kepala. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Kekayaan ragam bahasa di negeri
Nusantara memang luar biasa banyaknya. Akan sulit bagi seseorang untuk
menguasai seluruh bahasa Nusantara, atau bahkan tak mungkin. Kita mengenal nama
suku-suku besar dengan sebutan generik. Misalnya Minahasa, yang sesungguhnya
mempunyai banyak sub etnis seperti Tonsea, Toundano, Toutemboan, Tombulu, Jawa
Toundano dan lainnya yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri dan tidak
dipakai oleh sub etnis lainnya. Demikian juga dengan suku Dayak yang mempunyai
lebih banyak sub etnis di dalamnya mulai dari Tunjung, Kenyah, Punan, Modang,
Bahau, Benuaq, Ngaju, Agabag, Busang dan lain-lain yang masing-masing mempunyai
bahasa sendiri yang tidak dimengerti oleh sub etnis lainnya. Dan keragaman yang
lebih besar juga akan ditemukan di Papua, dimana keragaman sukunya sangat
tinggi, kemungkinan setiap kecamatan (distrik) mempunyai bahasa daerah
sendiri-sendiri. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Keragaman bahasa Nusantara akan
lebih diperkaya lagi dengan aneka dialek atau logat dalam satu bahasa. Misalnya
bahasa Jawa, bahasa yang dipakai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski
sama-sama mengatakan berbahasa Jawa, ada banyak perbedaan gaya dan pengucapan
banyak kata pada masing-masing daerah. Maka tak heran gaya bahasa Jawa orang
Solo, Jogya, Surabaya, Semarang, Banyumas, Tegal, Malang dan seterusnya
berbeda-beda. Saya misalnya dibesarkan di daerah yang bahasa Jawanya terjepit
diantara pengaruh Yogya dan Banyumasan. Maka kala berbicara bahasa Jawa dengan
orang-orang Jawa Timur, terkadang menemukan beberapa kata yang tidak saya
mengerti benar-benar. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Sayang memang, kekayaan seperti
ini tidak dimaksimalkan. Padahal secara universal berlaku semacam pemahaman
bahwa seseorang yang menguasai banyak bahasa menunjukkan bahwa wawasan dan
pergaulannya luas. Bahasa juga mendekatkan seseorang dengan orang lainnya. Dan
dalam konteks Indonesia andai kita saling tahu bahasa ibu maka pergaulan antar
masyarakat kita yang plural akan semakin baik dan dekat. Bukankah kita akan
merasa aman dan akrab jika bertemu dan berbicara orang yang berbahasa sama
dengan kita?.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Hanya saja dalam urusan
berbahasa, semakin banyak orang yang menggunakannya maka semakin kuat pengaruh
bahasa itu pada orang lain. Ini menjadi masalah terutama bagi bahasa-bahasa
daerah yang dipakai oleh sekelompok kecil masyarakat. Perlahan tapi pasti bahasa
ini terancam punah karena tidak lagi digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Saya ambil contoh di Minahasa misalnya, kini tak lagi banyak anak-anak muda
yang tahu bahasa ibunya, bahasa Tombulu, Toutemboan dan lain-lainnya kebanyakan
hanya dipakai sebagai alat komunikasi orang tua di pedesaan. Sebagian besar
lainnya mungkin mengerti saat mendengar namun tak bisa mengatakan dalam bahasa
tutur (pasif). Dan sisanya tak mengerti sama sekali, atau paling hanya
menguasai beberapa kata yang populer.<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Tantangan lain berkaitan dengan
keragaman budaya nusantara adalah perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang menyertakan bahasa universal dan populer. Bahasa yang
dimengerti oleh semua yang memanfaatkan penggunaan teknologi komunikasi dan
informasi tersebut. Kini semakin banyak orang bekomunikasi bukan dengan mulut
melainkan jari-jari. Berkomunikasi menggunakan bahasa tulis lewat berbagai
modus penyampaian pesan instan. <o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Pesan atau kata-kata yang
kemudian terbawa dalam percakapan sehari-hari sehingga muncul trend berbahasa
tertentu yang banyak menggunakan peristilahan atau pilihan kata-kata yang
tengah ‘in’ di dunia online. Sebenarnya menarik mengamati dan menyelami
perkembangan serta dinamika bahasa dalam masyarakat kita. Meski kadang-kadang
kita harus siap menghadapai kejutan-kejutan dalam prakteknya, sebab bahasa
bukan sekedar kata-kata tapi juga menyangkut perasaan dan emosi. Satu contoh
kecil yang kerap saya alami dalam berkomunikasi dengan anak saya tatkala ditanya sesuatu dia
menjawab dengan kalimat yang membuat pusing kepala. Misalnya ketika pulang
sekolah saya tanya, tadi di sekolah mempelajari apa, dan dijawab olehnya <i>“Kasih ..tahu nggak ya?</i>”. Astaga, tentu saja dengan agak marah saya
mengatakan padanya untuk tidak menjawab dengan kalimat seperti itu. Tapi apa
pula jawabnya <i>“Masalah buat loe”.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<br /></div>
<div class="MsoNoSpacing">
Pondok Wiraguna, 19 November 2012<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNoSpacing">
@yustinus_esha<o:p></o:p></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
Borneo Menulishttp://www.blogger.com/profile/02915573567086781107noreply@blogger.com0