Lembaga Swadaya Masyarakat atau Lembaga SUmber Masalah

Rabu, 05 Oktober 2011


Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat , wadah partisipasi publik dalam pembangunan (dalam arti seluas-luasnya) pada kenyataannya jarang yang mampu membiayai dirinya sendiri. Istilah LSM sendiri diperkenalkan oleh regim orde baru, untuk mengeliminir istilah organisasi non pemerintah (Ornop). Disebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat dengan harapan kehadirannya mampu menjadi partner atau mitra pemerintah dalam pembangunan.

“Peran LSM dalam pembangunan diakui oleh pemerintah, bahkan secara eksplisit disebut dalam berbagai peraturan dan perundangan. Meski demikian tidak semua pelaksana pemerintahan mampu memandang LSM sebagai mitra, sebagaian masih memandang LSM sebagai lembaga sumber masalah”, kata Mas Romo saat ditanya soal kebiasaan pejabat yang marah-marah karena dikritik LSM.

“LSM itu sejak lahirnya memang cair, tak bisa diatur-atur. Salah jika menempatkan LSM sebagai wadah partisipasi publik secara luas, sebab LSM bisa saja didirikan oleh satu dua orang yang peduli atau punya hobby pada masalah tertentu. LSM kan tidak hanya peduli pada orang atau masyarakat, tapi juga pada binatang dan tumbuhan. Maka tak heran ada LSM yang mati-matian membela Orang Hutan, Badak Jawa, Harimau Sumatra, Penyu Hijau, Pohon Ulin, kantong Semar dan lain sebagainya”, sambung Mas Romo.

“Tapi kenapa ada istilah LSM legal dan LSM liar Mas Romo”, tanya Rudi.

“Ya itu kan istilah yang muncul dari Kesbanglinmas sebagai konsekwensi regim bansos. LSM yang berniat menggali sumber dana lokal (APBD) harus terdaftar di sana, istilahnya biar bisa jadi rekanan. Yang tidak mau mendaftar, entah karena tidak sempat atau tak memenuhi syarat ya bakal dianggap organisasi liar. Tapi ada juga yang sengaja tak mau mendaftar, soalnya pengakuan legal atau tak legal tidak penting. LSM kan bukan badan usaha, hari ini berdiri besok mati tak juga masalah. Lagi pula kalau memang tak berniat untuk mendapat dana dari pemda atau pemerintah, maka tak jadi soal biar nggak terdaftrar”, jawab Mas Romo.

“Kira-kira berapa ya jumlah LSM”, tanya Rudi lagi.

“Wah banyak, bagai cendawan di musim hujan. Ada yang betulan banyak pula yang jadi-jadian. Daerah kita ini layaknya peternakan LSM. Tapi yang kau perlu ingat bahwa LSM itu bukan spektrum tunggal. Banyaknya LSM tidak sekaligus menjadi penanda dari kekuatan masyarakat sipil. Banyak juga LSM yang sebenarnya related government. Didirikan atau diinisasi oleh orang-orang di pemerintahan untuk pra syarat proyek tertentu”, terang Mas Romo.

“Pantas saja ya ada LSM berkelahi dengan LSM lainya”, ujar Rudi.

“Pasti itu, kan ideologinya macam-macam. Ada yang mengusung pembangunan mainstream, adapula yang membawa bendera pembangunan alternatif. Jelas pasti bertabrakan. Tapi tidak masalah ini adalah bagian dari dialektika. Konflik yang sehar justru melahirkan alternative pandangan baru yang lebih komprehensif”, terang Mas Romo.

“Tapi banyak juga yang abu-abu, tidak jelas apa pandangannya tentang pembangunan. Pokoknya kanan kiri oke. Terkadang keras tapi pada waktu yang lain tak bersuara, diam saja malah bermesraan dengan yang bisa dikritiknya”, kata Rudi lagi.

“Mereka paham bahwa dalam berbagai kesempatan, LSM bisa menjadi alat penekan. Bahasa salah kaprahnya advokasi. Main three in one, pukul tiga kali, tagih satu kali lalu selesai urusan. Tapi ya itulah setiap LSM dan orang didalamnya punya gaya main sendiri. Dan semua bisa mengaku LSM, sebab tidak ada badan sertifikasi, alat untuk mengetes mana LSM asli atau palsu juga tak ada”, ujar Mas Romo.

“jadi menurut Mas Romo, LSM itu sebenarnya apa?”, tanya Rudi.

Pertanyaan Rudi sebenarnya sulit sebab definisi LSM selalu saja beda-beda, tak ada standard yang pasti karenanya masing-masing bisa merumuskan sendiri termasuk kode etiknya.

“Secara umum LSM adalah organisasi yang didirikan oleh baik perorangan atau kelompok yang tidak berkaitan dengan pemerintah. Para pendiri biasanya mempunyai kepedulian terhadap permasalahan tertentu dan ingin membantu mengatasinya dengan cara yang mereka yakini. Inilah yang disebut dengan mandat. Dan niat itu diwujudkan dalam serangkaian program atau aksi, baik yang bersifat ke dalam maupun ke luar yaitu pada kelompok atau lapangan yang menjadi titik perhatiannya. Dan semua itu didorong oleh keinginan untuk mendedikasikan semua sumberdayanya pada kepentingan bersama, kepentingan masyarakat banyak atau lebih khusus lagi kepentingan kemanusiaan”, terang Mas Romo panjang lebar.

“Berat juga kalau begitu”, ujar Rudi.

“Sebenarnya memang demikian kalau mau sungguh-sungguh”, pungkas Mas Romo.

Yustinus Sapto Hardjanto
Sociocultural Networker’s

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum