#K-POP
Dulu, saya dan teman-teman setiap
kali melihat barang baru selalu mencari-cari tulisan yang menunjukkan barang itu
buatan mana. Saat itu yang populer
adalah made in Japan dan made in China. Barang buatan Jepang dan China memang
lazim dan dikenal semenjak jaman saya kecil dulu. Barang dengan tulisan made in
Korea kurang dikenal saat itu meski sebenarnya juga ada. Sebab kalau tak salah
bumbu masak Miwon merupakan produk dari korea.
Korea tertanam dalam benak saya
karena pemberitaan tentang perang Korea
yang berakhir dengan pemisahan Korea Selatan dan Korea Utara. Dua negara satu
nenek moyang yang terus berseteru hingga sekarang. Situasi politik di
semenanjung Korea yang kerap memanas karena campur tangan Amerika Serikat
dahulu memang banyak mewarnai pemberitaan di televisi.
Secara perlahan Korea kemudian
menyaingi ketenaran Jepang dan China dengan produk industrial berupa elektronik
dan otomotif. Jika di Indonesia lahir orang-orang kaya yang disebut sebagai
konglomerat, di Korea juga muncul fenomena serupa. Lahir chaebol-chaebol,
industrialis Korea yang kaya dan juga ternama produknya. Merk-merk seperti KIA,
Daewoo, Hyundai, Samsung dan lain sebagainya kini menjadi familiar. Industri
otomotif Korea bahkan sempat menjadi kiblat pengembangan industri mobil
nasional di masa terakhir pemerintahan Suharto. Dua putra Suharto yaitu Tommy
dan Bambang Trihatmojo melahir Timor dan Bimantara Cakra sebagai mobil
nasional. Produk mobil nasional yang tak
lebih hanya menganti merk mobil dengan merk lain di Korea itu akhirnya gagal
dan tidak berlanjut.
Sekarang ini, produk Korea bukan
hanya ternama di Indonesia melainkan mulai menguasai secara mendalam. Gadget
produks Samsung sampai terbawa-bawa dalam mimpi ketika diingini, siapa coba
yang bisa menolak ketika diberi Samsung Galaxy Note?.
Namun pengaruh terbesar yang
benar-benar mencengkeram hingga merubah perilaku adalah gelombang budaya yang
disebut sebagai K-Pop. Budaya K-Pop yang pertama masuk melalui serial sinetron
produksi Korea dan diteruskan dengan perfomance Boy dan Girls Band-nya membuat
generasi MTV, Manga dan Harajuku perlahan-lahan tergusur. Dangdut yang mulai meredup, kembali naik lewat
lagu salah alamat yang dinyanyikan oleh Ayu Ting Ting, penyanyi yang tak
ragu-ragu menyebut diri pengemar dan bergaya ala K-Pop.
Band-Band ternama yang sebelumnya
kental mengusung irama pop malayu kemudian tergusur oleh boy dan girls band
yang mengusung gerak serta lagu lewat gaya yang persis serupa dengan band
Korea. Smash dan Cheribelle adalah dua kelompok band Indonesia bergaya Korea
yang sangat populer dan digilai oleh anak-anak dan remaja nusantara. Tingginya
animo anak-anak kemudian memunculkan pula kelompok musik Coboy Junior dan
Lollypop, sayang kemunculan bocah-bocah ini tak mengusung lagu-lagu sebagaimana
dinyanyikan oleh penyanyi-penyanyi bocah pada masa sebelumnya. Coboy Junior
misalnya sudah membawakan lagu-lagu yang bertema percintaan.
Penetrasi budaya K-Pop sebenarnya
tidak semata-mata karena pasar. K-Pop yang menyebar bukan hanya di Indonesia,
melainkan juga di negara Asia lainnya adalah sebuah langkah sistematis lewat
campur tangan politik pemerintahnya. Pemerintah Korea Selatan mengelontorkan
dana yang tidak sedikit untuk mendukung perkembangan budaya K-Pop. Dan K-Pop
kemudian mencapai level global lewat gaya tari yang disebut dengan “Gangnam
Style”. Gang Nam Style membuat orang sedunia menjadi menggila, mengikutinya.
Sebuah fenomena yang jarang sekali terjadi, dimana sebuah gaya menari diikuti
hampir oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh dunia.
Di layar kaya, berkali-kali kita
saksikan para pesohor menarikan atau bergaya ala Gangnam Style. Olahragawan
ternama menarikannya kala mencetak goal atau memenangkan pertandingan. Putra
David Beckham tersorot kamera tengah ber-gangnam style kala LA Galaxy, klub bola
yang diperkuat bapaknya mencetak goal ke gawang lawan. Dan yang lebih luar
biasa, dalam penghargaan American Music Awards, hampir semua hadirin ikut
menarikan Gangnam Style saat penyanyinya memperoleh penghargaan dari publik
musik Amerika.
K-Pop, yang disemai lewat serial
sinetron, boy dan girls band dan kini dengan gangnam style di garda depan
ibarat ‘hadiah dari Korea untuk dunia”, from Korean to the world. Dan lagi-lagi
khalayak negeri kita yang kaya akan unsur gerak dan lagu hanya menjadi penonton,
penikmat dan pengembira. Pemerintah telah mencanangkan dekade ini sebagai
dekade industri kreatif untuk mengenjot karya-karya kreatif dari Indonesia
menuju pentas dunia. Jalan sudah terbuka lebar, lagu dan karya film Indonesia
sudah familiar di negera-negara tetangga, kita tinggal membutuhkan satu
loncatan untuk bisa berpengaruh secara mondial.
Loncatan yang dalam dunia musik
kerap disebut sebagai ‘go internasional’. Sayangnya memang kita belum punya
strategi dan kemauan politik serta dukungan pendanaan yang jelas. Kita hanya
gemar memukul gong di depan dan setelah itu gemanya hilang ditelan angin.
Pondok Wiraguna, 12 Desember 2012
@yustinus_esha