• Blockquote

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Duis non justo nec auge

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

  • Vicaris Vacanti Vestibulum

    Mauris eu wisi. Ut ante ui, aliquet neccon non, accumsan sit amet, lectus. Mauris et mauris duis sed assa id mauris.

Jannah, Jun dan Dani, Doaku untukmu

Jumat, 08 Juli 2011 0 komentar

Pagi menjelang siang, seperti biasa laku pertama setelah bangkit dari peraduan adalah mencari rokok dan koran.  Sebetulnya hari ini tak terlalu bernafsu untuk segera membacanya sebab saya menduga headline beritanya tak akan jauh-jauh dari Nazzarudin, mantan bendahara dari partai yang tanda gambarnya mirip lambang mobil ternama dari Jerman.  

Menyedot rokok dengan dalam dan menyeruput kopi dingin sisa semalam, membuat perut meniup tanda untuk segera melangkah menuju jamban. Tapi langkah kaki tertahan, ketika mata tertumbuk pada judul berita halaman pertama, koran Tribun Kaltim, Jum’at, 8 Juli 2011. Anak Saya tak Kembali : 3 Bocah Tewas di Kolam Bekas Tambang. Sontak hilang rasa ke belakang, luruh tersaput panas dan sesak yang mencengkeram di dada. Hati siapa yang tidak panas membaca berita itu, mata siapa yang tak akan meneteskan buliran duka melihat wajah tiga bocah yang tengah menikmati masa-masa liburan sekolah yang hampir berakhir itu kini telah tiada.

Muhammad Junaidi dan Ramadani adalah kakak beradik, bersama Miftahul Jannah dan teman-temannya, murid Sekolah Dasar di RT 05 Kelurahan Sambutan bermain di sekitar kolam bekas tambang. Barangkali mereka bukanlah anak-anak yang bisa menikmati liburan sekolah dengan berenang di kolam hotel berbintang atau waterpark yang kini marak di kota ini. Orang tua yang sibuk bekerja barangkali tak bisa menemani mereka menyusuri tempat bermain di mall-mall yang adem. Kemungkinan besar mereka juga bukan bocah yang sudah akrab dengan aneka gadget terbaru yang memungkinkan langlang buana tanpa meninggalkan rumah. Mereka hanyalah bocah-bocah kampung yang taat memanfaatkan apa saja yang ada di sekitar mereka untuk menuruti naluri bermain yang memang kuat di dalam diri anak-anak.

Saya membayangkan bahwa saat mereka melihat kolam bekas tambang yang konon berukuran 6 x 25 meter, di benak mereka pasti muncul keinginan untuk mencebur dan menikmati segarnya. Anak-anak selalu mempunyai dunia sendiri dan dengan cepat mengimajinasikan genangan air yang seadanya itu sebagaimana layaknya kolam-kolam indah yang kerap mereka saksikan di layar televisi. Soal waspada terhadap resiko bahaya tentu tak ada dalam benak mereka. Genangan air yang barangkali jernih, tidak berombak dan tenang ibarat lambaian tangan yang mengajak bocah-bocah menceburkan dirinya.

Niat bergembira yang berubah jadi petaka. Tiga bocah itu tenggelam tak lama sesudah menceburkan dirinya dalam kolam bekas tambang itu. Teman-teman seusianya yang lain, namun belum turut menceburkan diri tak kuasa menolong, ketiga bocah yang ‘megap-megap’ melepas diri dari luruh ke dasar kolam. Usaha mencari pertolongan dari rekan-rekannya pada orang dewasa, terlambat sudah. Ketiganya ditemukan meninggal dengan badan berlumur lumpur tambang.

Saya tidak mengenal ketiga bocah itu, wajah mereka yang riang menatap masa depan baru pertama saya lihat di halaman koran. Saya juga tidak tahu bagaimana lingkungan mereka tinggal di Sambutan sana. Tapi yang saya tahu bahwa tambang batubara di Samarinda telah berkali-kali memakan korban, baik kolektif maupun individual. Sehari yang lalu, saya juga menatap wajah di lembaran koran dengan cukup lama, foto Nazaruddin yang kini entah lari kemana. Ingin rasanya diri ini meludah di mukanya. Tapi hari ini tak kuasa saya berlama-lama menatap wajah ketiga bocah yang lugu itu. Hidup dan kematian adalah kuasa Tuhan, tapi siapa yang mampu dengan mudah menerima kematian ketiga bocah yang sedang senang-senangnya menikmati kehidupannya. Membangun cita-cita dan meniti masa depannya yang barangkali seadanya. Andai Tuhan bisa didemo dan mau mengembalikan kehidupan ketiga bocah itu, saya akan berdiri pada barisan paling depan untuk memintanya.

Saya ta ingin memanfaatkan kematian ketiga bocah ini untuk mengingatkan para pemangku kepentingan yang berurusan dengan dunia tambang di Samarinda maupun Kalimantan Timur pada umumnya. Sebab tanpa diingatkanpun, andai anda sekalian tidak buta huruf dan buta hati berita di Koran Tribun Kaltim dan pasti juga ada di media lainnya akan menyuarakan peringatan itu dengan sendirinya. Meski hati anda sekalian telah membatu, namun tangis orang tua, sanak kerabat, saudara dan teman-teman ketiga bocah itu akan melumerkan batu sekeras apapun.

Kematian ketiga bocah ini adalah “teriakkan tanpa bunyi” memungkasi aneka suara yang selama ini dihamburkan oleh berbagai pihak, betapa perilaku para pengusaha tambang di Samarinda begitu serampangan. Suara yang oleh para pengambil kebijakan ditanggapi dengan acuh tak acuh, jawaban yang normatif “yang baik kita apresiasi, yang nakal kita amputasi” sembari tak lupa menganggap para pengkritiknya sebagai “tak paham dan menghambat laju pembangunan”. 

Kepulangan ketika bocah pada hadirat Tuhan pemilik kehidupan, adalah penanda bahwa para pemangku kepentingan yang bertanggungjawab atas aktivitas pertambangan di kota ini telah “membunuh peradaban”. Aktivitas investasi yang mengemukkan pundi-pundi kekayaan pemerintah kota dan dipuji mengerakkan roda pembangunan ternyata tak mampu menyediakan teman bermain yang nyaman dan aman untuk anak-anak. Anak-anak adalah mahkluk tanpa prasangka dan tak peduli resiko, adalah tugas bagi penanggungjawab masyarakat untuk menyediakan dan memfasilitasi kebutuhan mereka. Menyalahkan bocah dan orang tuanya adalah tanda bahwa kita menghindari tanggungjawab kolektif dalam membesarkan dengan benar para penerus bangsa.

Kota ini abai mendidik warganya akan resiko yang ada di kesekitaran mereka. Papan peringatan hanya gemar melarang-larang dan menakut-nakuti warganya. Tak ada sebuah papanpun yang dengan jujur mengatakan misalnya “sungai ini telah tercemar dengan aneka polutan. Mohon tidak menggunakan airnya sebab akan berisiko menimbulkan gangguan pada kulit, pernafasan, pencernaan dan lain-lain”. Tanda peringatan yang gemar dipasang selalu berisi “jangan membuang sampah sembarangan”, “dilarang masuk bagi yang tidak berkepentingan”, “awas listri tegangan tinggi”, “awas anjing galak”, “pemulung di larang masuk”, “ngebut benjut” dan lain sebagainya.

Usaha pertambangan bukanlah usaha siluman maka tak pantas seperti layaknya maling yang “masuk tidak diundang (tanpa permisi) dan pergi diam-diam”. Tak perlu berkelit bahwa aktivitas tambang adalah penyumbang terbesar kerusakan alam. Tidak perlu kita berdebat dengan memakai aneka undang-undang dan peraturan, kembali saja pada rumusan sederhana yang mungkin kita pandang bodoh bahwasannya “Siapa yang merusak, dia yang harus memperbaiki. Kalaupun tidak bisa mengembalikan pada kondisi semula, sekurang-kurangnya tidak meninggalan bahaya”.

Para pemangku kepentingan yaitu pengambil kebijakan dan pengusaha tambang (pekerja di level manajemen) bisa dipastian bukan sekumpulan orang bodoh dan tolol. Sebagian besar telah menamatkan pendidian kesarjanaannya, bahkan pasti ada yang bergelar master dan tak sedikit yang telah mencapai tingkat doktoral. Maka tentu saja tidak sulit untuk memahami dan mengerti ayat bodoh dan rumus termudah di atas. 

Dari hati yang paling dalam, saya mengucapkan turut berduka bagi keluarga Jun dan Dani serta keluarga Jannah. Semoga Tuhan menerima ketiga anak ini dalam pangkuanNYA dan memberikan tempat bermain terindah dalam haribaanNYA. 

Akhirnya untuk para pengambil kebijakan, pelaksana pemerintahan di kota ini, para pemimpin, pelaksana teknis dan wakil rakyat, jangan hanya gemar mempersoalkan dan ingin mengeruk dana CSR saja. Tugas anda bukan hanya “mengemis” dana CSR dari maskapai tambang, melainkan mengharuskan mereka untuk menghormati kehidupan, mengeruk kekayaan alam dengan “beradab”. Tanggungjawab bukan hanya pada manusia saja melainkan juga alam dan kehidupan lainnya. Berkaitan dengan dunia anak-anak, berhentilah memasang baliho yang memameran senyum manis kalian seolah mengatakan dan menyatakan bahwa “KOTA INI LAYAK ANAK”. Kematian ketiga bocah adalah affirmasi bahwa senyum anda tak lebih dari seringai vampir atau zombie yang menghisap kehidupan.

Salam Hancur Lebur
Batu Lumpang, 8 Juli 2001
@yustinus_esha

JURNALISME WARGA : MERETAS JALAN PERUBAHAN

Selasa, 05 Juli 2011 0 komentar

Parni Hadi pernah menyatakan kalau jurnalis adalah salah satu profesi yang paling diemohi oleh calon mertua. Konon karena jam kerjanya tidak jelas sehingga para mertua khawatir putrinya yang dikawini oleh jurnalis bakal kesepian, sendiri dirumah karena sering ditinggal suami pergi berburu berita. “Sudah kerap ditinggal, uang belanja yang dikasih kecil lagi” begitu barangkali yang ada di benak para mertua. Disamping itu profesi sebagai pewarta dianggap berbahaya karena kerap bersinggungan dengan penguasa.  Pada regim  pemerintahan yang otoriter, jurnalis adalah salah satu musuh terbesar penguasa.

Soal resiko sampai saat ini pekerjaan jurnalis terutama pada media yang menerapkan jurnalisme kritis, tentu saja masih sama berbahayanya. Tulisan atau reportase jurnalis masih berpotensi untuk memancing kemarahan atau ketidaksukaan banyak pihak yang mungkin saja berujung pada kekerasan. Tapi kalau soal citra, saat ini profesi jurnalis adalah salah satu profesi bergengsi yang didamba oleh para calon mertua.

Kini banyak orang ingin jadi jurnalis dan ruang untuk itu memang terbuka lebar karena industri media berkembang tidak hanya di ibukota dan kota-kota besar saja. Selain media-media mainstreams, pertumbuhan media internal dan media komunitas juga besar serta butuh sumberdaya. Namun untuk mereka yang ingin melakukan kerja-kerja jurnalistik tanpa harus menjadi jurnalis ruang dan sarana untuk itu juga tersedia secara luas. Kini istilah jurnalisme warga (citizens journalist) semakin populer dan mudah dipraktekkan. Meski bukan praktek yang baru, pada masa ini jurnalisme warga semakin luas cakupannya dan tidak lagi tergantung kepada media mainstreams untuk mempublikasikannya.

Dari Mana Datangnya Berita
Kerja seorang jurnalis adalah mencari informasi, mengumpulkan dan kemudian menuliskannya menjadi sebuah berita. Sumber berita bisa berupa peristiwa atau penjelasan dari orang/lembaga tertentu (narasumber). Berbeda dengan jurnalis profesional, jurnalis warga tidak bisa mengandalkan bahan berita atau sumbernya pada konperensi pers, siaran pers atau pertemuan/kegiatan pemerintah. Akses kepada sumber-berita yaitu tokoh-tokoh kemungkinannya juga kecil. Maka jurnalis warga harus mencari sumber-sumber yang tidak lazim.

Tapi jangan khawatir, sumber atau bahan berita tersedia dimana-mana. Bahkan tanpa keluar dari rumahpun kita bisa saja menulis berita. Mulai saja dari kamar mandi atau dapur, dimana air PAM tidak mengalir berhari-hari, atau mengalir hanya dimalam hari itupun keruh airnya.  Atau soal aliran listrik yang mati hidup sampai menimbulkan kerusakan pada alat-alat elektronik.  Ketika telepon rusak dan kita memberitahukan ke telkom namun responnya lambat, butuh waktu berhari-hari untuk datang memperbaikinya, ini juga bahan berita yang bagus.

Saat kita keluar rumah, suasana jalanan juga merupakan kabar yang baik. Dimana saja jalan yang rusak dan macet. Belum lagi aksi ugal-ugalan dari pengendara di jalanan, kecelakaan dan lain sebagainya. Pendeknya banyak sekali peristiwa disekitar kita yang bisa jadi bahan berita.
Belum lagi kalau kita browsing atau berselancar di dunia maya. Disana tersedia bahan berita yang tiada habis-habisnya. Status facebook, kicauan di twitter atau video di youtube, berkali-kali menjadi pemberitaan yang dahsyat di media mainstreams. Bukanlah hal yang tabu lagi kalau kini media-media mainstreams mengambil bahan berita dari media sosial atau situs berbagi entah teks maupun audiovideo.

Menyajikan Berita
“Saya secara rutin meng-update tulisan berita di blog, tapi tetap minim pengunjung”, keluhan seperti ini diungkapkan oleh banyak blogger pemula. Semangat saja memang tidak cukup untuk membuat orang tertarik pada apa yang kita sajikan. Sebagaimana jurnalis profesional, seorang jurnalis warga juga dituntut untuk menyajikan informasi yang relevan untuk publik. Informasi yang relevan tidak selalu berkaitan dengan besarnya sebuah peristiwa. Berita meledaknya gunung Merapi yang kemudian menyapu beberapa wilayah kabupaten/kota di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, adalah berita besar. Tapi kita tak memilih untuk memberitakannya sebab hampir semua media secara terus menerus memberitakannya (running news).
Soal relevansi ini memang butuh kejelian untuk menentukannya. Parameter yang dipakai untuk menentukan apakah suatu peristiwa atau informasi itu relevan atau tidak, dengan menanyakan siapakah sasaran utama yang hendak kita jangkau, siapa mereka?.  Dimana mereka tinggal?. Apa kebutuhan informasi mereka? Dan kategori –kategori lain seperti kelas sosial, tingkat pendidikan, umur dan lain sebagainya. Berarti sejak awal kita harus menentukan atau membuat segmentasi,kelompok mana yang hendak menjadi target paparan informasi.

Orang akan membaca informasi kita bila merasa bahwa pokok itu diperlukan oleh mereka, entah untuk menambah pengetahuan, memberi hiburan, memperingatkan, memberikan petunjuk praktis atau menguatkan perilaku tertentu. Selain relevansi, informasi yang kita sajikan juga harus mempunyai kedekatan (proximity) dengan kelompok sasaran. Secara tradisional konsep kedekatan sering dikaitkan dengan aspek geografi atau lokalitas. Berita di katakan menarik apabila menyajikan apa yang terjadi di sekitar wilayah atau lingkungan pembacanya. Tak heran jika salah satu grup media secara massiv mendirikan koran-koran lokal sampai tingkat kabupaten.

Namun kini konsep kedekatan sudah berkembang melampaui batasan-batasan geografi. Kedekatan bahkan bisa diciptakan melalui kepedulian yang sama. Kini banyak media mengembangkan diri menjadi media yang khusus, menyasar kelompok tertentu (narrows casting).  Pilihan ini yang sebenarnya cocok untuk para pewarta warga, fokus pada issue tertentu. Dengan fokus pada pokok tertentu kemungkinan besar kunjungan berulang atau perhatian dari khalayak akan lebih mudah diperoleh.

Pada microblogging twitter ada beberapa account anonym yang di follow oleh banyak pengguna twitter. Account ini banyak men-twitt informasi-informasi yang tidak diungkap di media massa. Informasi yang kerap menjadi latar dari apa yang diberitakan di media mainstreams. Maka selain mempunyai relevansi, informasi yang di ‘kicau’ kan terasa dekat dengan keseharian. Bukankah sering kali kita digempur oleh berita tertentu, pagi, siang, malam dan berhari-hari, kasus Century misalnya.  Informasi di balik apa yang terungkap di media massa menjadi menarik untuk banyak orang yang bosan dengan pemberitaan itu-itu saja.

Berlagak Bego Tapi Jangan Mau Di Bego-Bego-in
Seorang pewarta adalah penanya yang baik, maka yang paling utama harus dipelihara adalah rasa ingin tahu yang tinggi. Mempertanyakan segala sesuatu dan tidak mudah percaya (kritis dan skeptis).  Selalu mempertanyakan apa yang dilihat, didengar, dibaca dan dikatakan oleh orang lain, bahkan terhadap apa yang diyakini oleh dirinya sendiri. Cek dan ri-cek begitu selalu atas apapun yang diterima. Seorang pewarta yang malas bertanya dan mempertanyakan kembali lalu mempublikasikan beritanya akan menyesatkan para pembacanya. Berkali-kali masyarakat kita diguncang oleh berita yang sumbernya tidak jelas, berita yang “katanya” dan kemudian beredar lewat SMS, BBM lalu mulut ke mulut.  Awalnya mungkin pengirim pertama berniat baik, mengabarkan sesuatu, tetapi tidak melakukan validasi atas isi beritanya sehingga niat baik justru berujung pada kekacauan.

Sikap selalu bertanya dan tidak mudah percaya itu secara bergurau diterjemahkan dalam slogan “Berlagak Bego Tapi Jangan Mau Di Bego-Bego-in”. Seorang yang bego digambarkan selalu bertanya-tanya, seolah tak tahu ini atau itu. Bertanya sampai yang ditanyai tak punya jawaban lagi. Tapi meski berlagak bego, jangan mau di bego-begoin, ini artinya jangan percaya begitu saja pada ucapan seseorang meski di adalah presiden misalnya. Tapi terus dipertanyakan secara kritis sambil terus menggali bukti.

Banyak kejadian di sekitar kita andai didalami sampai ke akarnya ternyata menarik, meski awalnya nampak biasa-biasa saja. Sekumpulan anak-anak bermain layang-layang di lapangan dengan banyak bapak-bapak duduk sambil memperhatikan, adalah pemandangan yang biasa. Tapi karena penasaran seorang teman memperhatikan dengan seksama. Ternyata bapak-bapak yang duduk di belakangnya bukanlah orang tua anak-anak itu, bahkan tak ada hubungan keluarga. Dengan sabar teman itu memperhatikan, dan ketika layang-layang dua anak beradu dan satu putus, bukan hanya sekumpulan anak yang bersorak girang, ternyata sebagian bapak-bapak juga. Tapi sebagian lain tertunduk lesu dan setelah itu ternyata bapak-bapak yang lesu, membuka dompet dan menyerahkan sejumlah uang pada bapak-bapak yang bersorak. Ternyata permainan layang-layang dijadikan ajang perjudian.

Kejelian teman itu melihat apa yang terjadi di sekitarnya adalah salah satu contoh yang disebut investigasi. Bermula dari rasa penasaran, terus mempertanyakan, tahan dan sabar mengamati hingga kemudian diperoleh “kabar” besar, yaitu Judi Lewat Adu Layang-Layang. Berita ini menjadi menarik apabila dikaitkan dengan pernyataan pihak kepolisian yang merasa sudah mampu memberantas perjudian. Namun ternyata ketika satu moda judi dilarang, para penjudi selalu mempunyai akal untuk meneruskan kesenangannya bahkan lewat cara yang tidak terduga sebelumnya. Penjudi selalu punya cara, melakukan apa yang belum atau bahkan tidak terpikirkan oleh polisi. Rasa ingin tahu atau penasaran akan membuat kita tertarik pada sesuatu hal. Ketertarikan akan memancing kita mencari atau menggali informasi lebih dalam dan hasilnya terkadang sesuatu yang mengejutkan. Persis sama dengan para pecinta fotografi macro yang kerap terkejut melihat hasil jepretannya.

Dr. Ron Ross penulis Handbook for Citizen Journalist menuliskan enam sifat yang harus dimiliki oleh seorang pewarta warga, yaitu :
  1. Sikap Penasaran. Seorang jurnalis harus memelihara sikap ini sehingga terus siaga dan siap menggali cerita baru. Penasaran adalah darah seorang jurnalis.
  2. Peka atau Sadar Situasi. Menaruh perhatian pada apa yang terjadi disekitarnya. Pasang mata, telinga dan hati agar tidak terjebak pada peristiwa-peristiwa besar saja.
  3. Ahli bertanya. Seperti  jurnalis pada umumnya selalu berpegang pada 5 W dan 1 H. Tapi jangan hanya puas sampai disitu saja, terus lengkapi kalau perlu dengan 1 S (solution).
  4. Pendengar yang baik.  Memperhatikan dan menyimak dengan baik apa yang dikatakan baik secara tersurat maupun tersirat. Jangan karena terlalu bersemangat untuk bertanya sampai tak memperhatikan uraian atau jawaban dari yang ditanya.
  5. Berpikir kritis.  Yang dimaksudkan dengan kritis adalah tidak percaya begitu saja apa yang disampaikan orang. Selalu dipertanyakan sehingga jelas apakah yang dikatakan itu jawaban yang jujur, opini atau bahkan propaganda.
  6. Ahli kisah. Apa yang pertama harus direbut oleh jurnalis warga adalah perhatian pembaca, untuk itu berita yang disajikan mesti menarik.  Menarik baik dari sudut pandang, kaitan dengan kejadian lain (konteks dan sintesis), sederhana, ringkas dan jelas serta dituturkan dengan runtut (lancar dan mengalir). Membuat gambaran atau ilustrasi, untuk menyampaikan fakta agar tidak terdengar rumit.

Sekali Lagi : Tanya Kenapa?
Dalam modul in house training untuk calon jurnalis harian Kompas, yang pertama-tama ditekankan adalah sikap kritis, atau bahkan disebut dengan gaya jurnalisme skeptis. Selalu mempertanyakan sampai mendapat bukti yang meyakinkan. Andai bertanya jangan cepat puas dengan jawaban narasumbernya, seorang jurnalis adalah penyaji informasi yang terbaik untuk para pembacanya. Termasuk di dalamya adalah kegigihan untuk memburu narasumber yang penting. Kejar terus meski dia menolak,  berhenti jika sudah lebih dari tigabelas kali berusaha ( itu kenapa ada ujaran : celaka tiga belas).

Apa yang dikejar oleh jurnalis adalah fakta dan batu uji atas fakta adalah sikap kritis yaitu tidak begitu saja percaya melainkan melakukan cek atau validasi atas fakta yang diungkapkan itu. Layaknya anak-anak muda, saat ada lawan jenis yang bilang sayang, janganlah langsung diterima atau percaya. Cek dulu apakah dia sayang karena tertarik pada kita atau hanya ingin memanfaatkan apa yang kita punya. Berpikir kritis perlu diasah dan dibiasakan. Terlalu banyak godaan yang membuat kita menjadi tidak waspada. Banyak sekali sumber berita yang mampu “berakting” sehingga kita bisa bertekuk lutut, tahkluk dan percaya begitu saja apa yang dinyatakannya.

Maka berlatih untuk berpikir kritis harus terus dilakukan agar kemudian terbiasa dan konsisten menerapkannya dalam berbagai situasi. Leonard Downie, Jr dan Miceal Sculdson dalam Columbia Jurnalism Review memberikan panduan lima teknik berpikir kritis, yaitu :
  1. Fokus pada menggali seba, hindari jebakkan untuk berhenti pada gejala yang kelihatan (symptom).
  2. Cek, timbang dan reka ulang bukti-bukti yang dikumpulkan.
  3. Kenali para pemangku kepentingan (stakeholder).
  4. Selalu gunakan pertanyaan untuk menggali yaitu “Mengapa”.
  5. Selalu menguji ulang kesimpulan.

Selalu mempertanyakan dan tidak mudah percaya itu adalah inti dari jurnalisme kritis. Pewarta warga mesti menjaga sikap ini agar bisa berarti, menjadi penyambung suara masyarakatnya sendiri. Berharap kepada media mainstream untuk melakukan hal ini selalu tidak memuaskan. Sebuah institusi media selalu mewakili banyak kepentingan dan tidak selalu masyarakat menjadi yang utama.  Selain sikap yang selalu meragukan (mempertanyakan), tidak percaya begitu saja, seorang pewarta warga juga berlaku seperti detektif, tekun mengumpulkan potongan-potongan fakta, sekecil apapun. Seorang detektif ulung mampu mengenali seseorang itu kidal atau tidak dari puntung rokok yang ditemukannya. Pewarta warga bekerja secara mandiri, maka perlu benar-benar menelaah fakta atau bukti yang diperoleh. Tak perlu tergesa-gesa, konfirmasikan kembali apa yang belum jelas kepada pihak yang berkompeten. Agar informasi menjadi valid, pada pokok-pokok yang mempunyai bukti pendukung atau referensi, maka semua itu harus disertakan dan diperhatikan sedari awal.

Jurnalis warga adalah penyampai berita, ingat berita bukanlah opini. Sebab berita menyajikan informasi sementara opini berisi persuasi atau argumentasi. Berita selalu mempunyai banyak sudut pandang sementara opini hanya menyampaikan sudut pandang narasumbernya sendiri. Dalam berita yang berbicara adalah fakta sementara opini berisi argumentasi. Penulis berita melepaskan diri, subyektifitas dan personalitasnya dari berita yang ditulisnya.

Menggali Issue : Berita Bisa Datang Darimana Saja.
Informasi datang dari mana saja, kita sekarang bahkan seperti ditimbun oleh gunungan informasi (overload). Semua bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam memberikan informasi pertama dan eklusif. Media mainstreams berlomba untuk menyajikan berita langsung/real time. Bukan hanya televisi dan radio, melainkan juga media cetak lewat situs beritanya. Resikonya adalah informasi yang disampaikan menjadi dangkal, tidak punya konteks dan hanya mampu menangkap unsur yang dilihat oleh pewartanya saat itu. Berita menjadi tidak lengkap atau hanya mewakili penggalan fakta. Ini merupakan peluang bagi pewarta warga, untuk menyajikan berita yang lebih awet dengan cara menulis berita yang lebih dalam dan tidak dikejar oleh deadline.

Pewarta warga tidak perlu takut bersaing atau ketinggalan berita dengan para jurnalis profesional. Percayalah bahwa berita ada di mana saja, bahkan tanpa meninggalkan rumah, sesungguhnya pewarta warga tetap bisa menyajikan berita yang tak kalah dengan jurnalis profesional. Untuk melakukan penelusuran berita agar menjadi lebih dalam, pewarta warga bisa menggunakan teknik sebagaimana yang dipakai jurnalis profesional, yaitu :
  1. Penelusuran berita di media. Media massa adalah sumber berita andai kita mampu menggali secara lebih dalam. Banyak berita hanya ditulis sekilas atau dalam sudut yang terbatas, semua itu masih bisa ditindaklanjuti. Berita yang dangkal bisa diberi konteks sehingga lebih menarik dengan tambahan data baru atau dihubungkan dengan peristiwa-peristiwa lainnya.
  2. Studi dokumen. Kebanyakan jurnalis profesional/media mainstreams tak cukup punya waktu untuk melakukan studi atas dokumen. Mereka kerap dituntut untuk menghasilkan berita yang cepat (harian). Hasil riset, dokumen laporan tahunan, dokumen anggaran daerah dan lain sebagainya adalah sumber berita yang menarik apabila di analisa dengan baik.
  3. Menggali informasi dari narasumber atau wawancara. Berita yang baik adalah yang bersuara. Maka sumber berita menjadi penting, terutama dari sisi kompetensi dan relevansi. Wawancara yang cukup pada orang yang tepat akan memperkuat berita.
  4. Browsing di internet. Internet merupakan sumber berita yang tiada batasnya. Banyak tersedia data dan narasumber di internet. Mulai dari situs web, blog sampai microblogging atau jejaring sosial.
  5. Observasi lapangan. Setiap kita keluar rumah dengan kesadaran akan lingkungan sekitar maka akan selalu menjadi kegiatan lapangan karena kita melihat, mendengar, berada dan merasakan apa yang terjadi di sekitar kita.Dengan menggunakan keseluruhan indera, kita akan mampu mengumpulkan banyak bahan untuk menjadi berita.

Menulis Berdasar Pemberitaan Media
Jurnalis warga pada mulanya adalah konsumen berita, yang kemudian menjadi seorang produsen. Pada mulanya memang banyak jurnalis warga yang hanya meng-coppy paste berita media mainstreams untuk di upload ke blog atau situs tertentu. Namun kini semakin banyak jurnalis warga yang bertindak sama dengan jurnalis profesional, memproduksi berita sendiri, meski berdasar berita-berita di media mainstreams. Berita di media massa memang bisa menjadi sumber atau inspirasi pemberitaan pewarta warga. Dengan cara ditulis kembali lewat sudut pandang yang berbeda, atau didalami dengan data dan fakta-fakta lain yang belum disertakan.

Sumber berita tidak selalu dari media mainstreams, melainkan juga dari media sosial yang kini bertebaran di mana-mana. Bahkan kini bukan hal yang aneh apabila apa yang diangkat di media sosial kemudian muncul dan menjadi besar di media mainstream. Kicauan Tifatul Sembiring di account twitternya berkali-kali menjadi bahasan panjang di media mainstreams. Demikian juga kasus Prita yang awalnya beredar dalam millis. Kasus Bibit dan Chandra memperoleh sudut pandang lain dengan geliat yang luar biasa di facebook. Ibaratnya media sosial yang mengaum dan kemudian media mainstream yang mencakar.

Kini bahkan muncul istilah “desktop journalism”, sebuah istilah untuk menyebut para pewarta yang menghasilkan berita tanpa beranjak dari kursi di rumahnya. Informasi digali melalui komputer dengan sambungan internet. “Googling” demikian istilah untuk menyebut pencarian bahan atau sumber melalui mesin pencari google. Komputer (sekarang bisa saja HP, BB, IPAD, dan lain-lain) yang terkoneksi dengan internet mampu menjadi perangkat yang memungkinkan kita menggali informasi, kunjungan lapangan dan wawancara. Banyak situs bukan hanya menyajikan informasi berupa teks, melainkan juga audio visual yang memungkinkan kita melihat kawasan atau obyek tertentu seperti layaknya kita berkunjung kesana. Aplikasi yang memungkinkan kita untuk melakukan wawancara atau komunikasi langsung dengan narasumber juga banyak, seperti Yahoo Mesengger, Googletalk, Skype, Facebook (chat) dan lain-lain. Dengan meng-add atau follow tokoh tertentu, kita bisa mulai berkomunikasi dengannya andai dia berkenan dan punya kesempatan online pada saat yang sama.

Dengan fasilitas sambungan internet yang semakin cepat dan kuat sumber berita di internet semakin luas pula. Kini mulai bermunculan siaran radio dan televisi online. Berbeda dengan siaran radio dan televisi pada umumnya, kita bisa memilih berita atau program yang kita perlukan (playlist). Semua kemungkinan ini membuat kegiatan mengumpulkan bahan pemberitaan melalui internet menjadi lebih mudah dan efisien.

Mengkaji Dokumen atau Pustaka
Banyak lembaga, sebut saja salah satu contohnya adalah LSM yang mempunyai dokumen-dokumen laporan kegiatan atau studi namun tersimpan di rak atau almari. Dokumen seperti ini merupakan bahan atau sumber berita yang menarik. Dokumen yang bisa dipelajari kemudian ditulis lagi menjadi berita tentu saja tidak terbatas yang ada di LSM, melainkan juga di lembaga pemerintah dan perusahaan swasta. UU Kebebasan Informasi Publik membuka peluang kepada siapapun untuk mengakses informasi di lembaga-lembaga pemerintahan atau lembaga lain yang mendapat pembiayaan dari publik.

Untuk yang mengemari penulisan investigatif, kini di internet muncul situs-situs yang mengunggah dokumen-dokumen yang peredarannya terbatas ke internet. Salah satu yang populer dan kerap menguncang adalah wikileaks. Dokumen yang diunggah ke internet umumnya bisa dimanfaatkan secara gratis dengan demikian siapa saja bebas untuk memanfaatkannya.

Selain dokumen di lembaga tertentu dan internet, kita juga bisa memanfaatkan dokumen yang ada di perpustakaan. Umumnya perpustakaan menyediakan dokumen-dokumen hasil riset atau penelitian. Andai itu tidak tersedia, banyak hasil penelitian yang telah dibukukan. Maka kita bisa membaca buku itu untuk mempelajari dan memperoleh informasi yang menjadi bahan tulisan atau berita kita. Di perpustakaan juga tersedia berbagai macam jurnal yang memfokuskan pada bidang tertentu. Jurnal umumnya memuat karya-karya ilmiah yang merupakan hasil penelitian atau kajian dari orang-orang yang mempunyai kompetensi tinggi atas disiplin ilmu tertentu.

Dokumen dari perusahaan atau sektor swasta juga merupakan bahan  penulisan berita. Setiap perusahaan (terutama perusahaan publik) akan menerbitkan laporan tahunan. Biasa mereka membagikan dalam expo atau pameran tertentu. Namun kita juga bisa mengakses dari situs atau web perusahaan. Sebagian besar laporan tahunan bisa di download dalam format pdf.

Berita yang merupakan hasil kajian atas dokumen tidak banyak tersedia baik di media mainstream maupun blog jurnalis warga. Padahal kajian dokumen anggaran pembangunan misalnya pasti akan menarik bagi banyak pihak. Selain itu lewat kajian dokumen APBD misalnya kita bisa mendidik masyarakat pembaca untuk kritis terhadap penggunaan anggaran publik dan mungkin saja bisa membongkar skandal atau penyelewengan anggaran sejak dini. Berkaitan dengan dokumen untuk bahan penulisan, jurnalis warga juga terikat oleh kode etik menyangkut cara mendapatkan dokumen itu. Dokumen yang akan dianalisa hendaknya diperoleh dengan cara yang sah atau legal, dokumen yang akan digunakan hendaknya bukan dokumen curian. Prinsipnya perbuatan atau niat baik harus menggunakan cara yang baik pula.

Wawancara : Bukan Sekedar Nanya-Nanya
Cara yang paling mudah dan aman untuk memperoleh bahan berita adalah dengan melakukan wawancara atau perbincangan dengan orang tertentu yang kompeten untuk pokok yang akan kita tulis. Untuk jurnalis warga mungkin lebih sulit menemui narasumber yang merupakan tokoh pemerintah atau politik. Sebab kedudukan jurnalis warga mungkin dipandang kurang seksi oleh para narasumber tersebut.  Selain kesulitan itu , dalam wawancara kerap kali narasumber tidak mau memberikan informasi yang kita butuhkan dan kita tidak bisa memaksanya.

Jika kita perlu melakukan wawancara maka yang pertama ditentukan adalah apa tujuan wawancara itu, pokok-pokok apa yang hendak diketahui. Dari tujuan itu maka tentukan point-point utama yang menjadi pertanyaan.  Panduan pertanyaan ini penting, agar jika kesempatan wawancara tersedia maka tidak ada hal terlewatkan sehingga kita perlu kembali mewawancarai narasumber dengan kemungkinan dia menolak atau kurang senang. Penting juga untuk mempersiapkan peralatan yang membantu kita mendokumentasikan wawancara secara efektif. Misalnya alat tulis dan alat perekam suara, serta kamera jika kita perlu mendapatkan fotonya.

Wawancara bisa dilakukan dimana saja, tetapi akan lebih baik jika dilakukan di tempat yang nyaman untuk narasumber dan tidak banyak gangguan di sekitarnya. Situasi yang nyaman akan membuat wawancara menjadi lancar, mengalir layaknya obrolan biasa saja. Sebagai pewawancara, kita harus sabar mendengarkan uraian narasumber, biarkan moodnya berkembang. Jangan sering memotong karena mengejar point-point yang hendak kita tanyakan. Perbincangan yang hidup justru sering menghasilkan pengakuan-pengakuan yang tak terduga sebelumnya. Terlalu terpaku pada daftar pertanyaan akan membuat pembicaraan kaku dan kering.  Lama kelamaan kita dan narasumber bisa sama-sama bete.

Jaga irama atau ritme wawancara, sesekali perlu diajukan pertanyaan yang agak nakal atau nyeleneh agar karakter asli narasumber muncul.  Tidak perlu takut dimarahi atau bahkan diusir oleh narasumber, itu adalah bagian dari resiko menggali bahan berita. Namun kalau itu terjadi minta maaf sesudahnya. Pada persoalan tertentu, kerap kali narasumber menyembunyikan sebagian informasi. Mainkan trik tertentu, misalnya katakan kita pingin informasi yang lebih, tapi tidak akan dicatat atau direkam, kepentingannya agar kita bisa menulis berita dalam konteks yang lebih baik.

Menyangkut informasi hasil wawancara, kita harus memperhatikan kode etik dalam arti meminta ijin atau memberitahukan sejak awal bahwa hasil wawancara ini akan kita publikasikan. Kita harus menghormati catatan dari narasumber menyangkut hal-hal tertentu yang misalnya dia menginginkan agar tidak dipublikasikan. Dan sebagaimana yang berlaku di media mainstreams, nama-nama pelaku kejahatan, korban kejahatan atau orang-orang yang harus dilindungi, harus disamarkan demi kepentingan tertentu.

Observasi Lapangan : Lihat, Tinggal dan Rasakan
Sebagaimana tulisan yang lain, berita yang baik adalah yang punya roh atau ditulis dengan segenap indera. Datang atau hadir di tempat kejadian untuk melakukan liputan lapangan adalah cara yang terbaik agar bisa memperoleh data dan fakta untuk menyusun tulisan berita. Berbagai jenis informasi bisa ditemukan di lapangan, fakta kejadian, gambar atau rekaman peristiwa, wawancara dengan aktor/narasumber utama dan orang lainnya. Kita juga bisa melakukan pengamatan yang akan memperkaya baik konteks maupun pengambaran dalam tulisan kita.

Deskripsi atau penggambaran peristiwa dalam berita amatlah penting. Berita tulispun bisa hadir layaknya layar televisi apabila kita mampu mendeskripsikan peristiwanya dengan baik. Deskripsi yang baik akan mampu menyentuh indera pembacanya, seperti ikut merasa, mendengar, melihat atau mengalami kejadian. Mood atau suasana bisa dihadirkan dalam sebuah tulisan sehingga berita terasa berirama. Meski kamera televisi bisa meghadirkan detail visual, namun tetap punya keterbatasan yaitu frame atau cara pandang juru kamera sehingga berpotensi untuk menghasilkan bias atau potongan peristiwa yang tidak lengkap. Itulah kenapa berita tulis masih tetap bisa bersaing dengan berita gambar.

Dengan hadir secara utuh di lapangan kita akan bisa menuturkan peristiwa dengan detail serta kemungkinan sudut pandang yang beragam atau yang tidak tertangkap orang lain. Dengan demikian berita menjadi khas, berbeda dari yang dituliskan oleh orang lainnya. Oleh sebab itu kunjungan lapangan selalu penting untuk dilakukan. Selain memperkaya bahan dan warna informasi, kita juga bisa melakukan validasi, menge-cek data atau informasi yang kita peroleh dari sumber lain dengan kondisi sesungguhnya di lapangan. Apa yang tetap dan apa yang berubah, dengan demikian kita bisa meng-update informasi.

Sama dengan kegiatan lainnya, kunjungan atau observasi lapangan perlu dipersiapkan dengan baik. Lengkapi diri peralatan yang diperlukan, informasi kontak atau sumber-sumber yang bisa membantu disana dan juga pertimbangan soal resiko yang mungkin timbul apabila daerah yang kita datangi ada dalam kondisi yang bergolak atau tak mudah menerima kehadiran orang luar. Pertimbangan juga soal waktu berdasarkan akses transportasi kesana, apakah mudah atau tidak, perlu menginap atau tidak. Semua perlu dipertimbangkan agar kita tidak menjatuhkan diri dalam kesulitan akibat ketidaksiapan.

Selamat, Anda Adalah Pewarta
Menjadi pewarta sejatinya adalah fitrah setiap manusia. Kita selalu ingin membagi apa yang kita peroleh pada orang lainnya. Informasi akan berguna apabila kita sebarkan dengan tujuan masing-masing. Entah untuk membuat orang lain mendapat pengetahuan atau pemahaman baru, memperoleh penghiburan, mendapat semangat atau inspirasi baru atau merasa mendapat perhatian serta dukungan karena kepedulian dari orang yang lainnya. Pewarta warga telah membuktikan dalam banyak peristiwa, bahwa apa yang dibagikan olehnya secara sukarela telah mendatangkan manfaat untuk orang-orang tertentu.

Meskipun pewarta warga bertindak atas dasar volunterism tidak berarti melupakan kaidah dan norma-norma jurnalistik pada umumnya. Dalam pemberitaan isi tidak dibedakan sebagai amatir atau profesional, sebab yang dijunjung adalah kebenaran. Pewarta warga tetap dituntut bertindak “profesional” dalam melakukan proses dan tahapan pemberitaan. Sebab berita bukan sekedar rangkaian kata-kata belaka melainkan juga mampu memberikan dampak kepada masyarakat pembacanya. Berita yang tidak benar akan meresahkan atau bahkan membahayakan.

“Setiap warga adalah pewarta (journalist)” begitu motto dari situs “ohmynews.com” dari Korea Selatan. Dengan motto itu situs pewarta warga ini mampu menempatkan diri menjadi media online terpercaya dengan tingkat kunjungan (hit’s) yang sangat tinggi mengalahkan situs-situs berita lainnya. Dengan berpijak pada prinsip-prinsip jurnalisme yang benar ternyata pewarta warga mampu menyajikan berita yang berkualitas dan menjadi bahan rujukan.

Berita yang baik bukan lahir dari ilmu atau pengetahuan sang jurnalis belaka, melainkan dari keingintahuan yang besar, ketekunan mengumpulkan serpihan fakta, memberi warna dan konteks atas fakta-fakta itu sehingga menjadi informasi yang berguna. Menjadi seorang yang terbuka, gemar berkomunikasi dengan siapa saja, mencatat hal-hal yang menarik dan rela mendengarkan suara orang lain adalah sikap yang harus terus dipupuk oleh siapapun yang ingin menjadi pewarta warga. Berita kita akan bermakna bukan karena seberapa banyak dan seberapa sering kita mengikuti pelatihan jurnalistik atau penulisan berita. Sikap adalah yang paling utama dan ketekunan untuk terus menulis berita. Hanya dengan menulis dan menulis, seorang pewarta warga bisa membangun kompetensinya dan bersaing dengan jurnalis profesional.

Banyak ruang yang masih tersedia bagi kita untuk mulai menjadi seorang pewarta warga. Kita bisa memilih untuk mulai menekuni berita-berita yang tidak dilirik atau dianggap kurang seksi oleh media mainstreams. Tak perlu ikut-ikutan mengangkat apa yang sudah diberitakan oleh media mainstreams agar kita mencapai tingkatan seperti mereka. Banyak problem atau masalah yang dihadapi oleh masyarakat marjinal yang belum mempunyai ruang yang layak di kolom atau rubrik media mainstreams, kenapa kita tidak mengambil wilayah itu?. Dengan kata-kata kita bisa berarti untuk dunia. Banyak kejadian bisa membuktikan bahwa kata-kata mampu menjadi pemantik untuk meretas perubahan di dalam masyarakat menuju kondisi yang lebih baik.

Batu Lumpang, 6 Juli 2011
Salam Kata Kita
@yustinus_esha

Bermedia Secara Sehat : Mengasah Otak Dengan Berita

0 komentar

Agar pikiran senantiasa sehat, otak harus senantiasa digunakan. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengasah otak secara terus menerus adalah menulis. Karena pada saat menulis kita akan mendayagunakan keseluruhan kemampuan kerja otak untuk berpikir dengan cara mengingat atau mengeluarkan yang kita ketahui (alami, dengar, lihat, dll), mempertimbangkan, membanding-bandingkan atau menganalisa, menyusun sebuah kerangka yang logis (berlogika), memutuskan dengan alasan, menyimpulkan dan lain sebagainya. Otak bagaikan mesin, apabila tidak selalu digunakan akan menjadi lelet atau kurang lancar kinerjanya.

Otak yang selalu diasah akan menghasilkan pemikiran yang tajam dan dalam. Tulisan yang dihasilkan oleh pemikiran yang tajam dan dalam akan mempunyai pengaruh atau dampak pada siapapun yang membacanya. Kata-kata yang terangkai ibarat pedang yang tajam menghujam ke jantung kesadaran, atau silet yang mampu mengiris-iris perasaan. Pada sisi lain juga karena kedalamannya mampu menjadi air yang menyejukkan, angin yang membuai dan pelukkan yang menghangatkan.

Ada banyak hal yang bisa dituliskan agar kita bisa secara terus menerus mengasah pikiran melalui karya tulis. Sekali lagi setiap orang adalah unik, maka pandangan atau cara melihat (point of view) terhadap sesuatu hal akan berbeda-beda. Oleh karenanya sebuah tema akan bisa terus menerus diproduksi atau direproduksi dengan banyak sudut pandang dan tetap menarik seta relevan untuk disajikan. Meski demikian masih banyak orang yang kebingungan ketika diminta atau ingin menulis. Ide tidak mudah untuk datang dan ketika ditunggu ternyata tak muncul juga. Menulis adalah aksi yang aktif, menunggu datangnya ide atau ilham sering kali identik dengan membuang-mbuang waktu dengan sia-sia. Atau sebenarnya kita tengah berdamai dengan kemalasan.

Menulis Berdasarkan Berita
Cara terbaik untuk terus menerus mendatangkan gagasan atau ide penulisan adalah menulis berdasarkan berita. Setiap hari dihadapan kita tersaji aneka berita baik lewat media cetak (koran dan majalah), elektronik (televisi dan radio), pesan instan (SMS dan BBM) maupun dotcom (situs berita dan jejaring sosial). Apa yang tersaji lewat semua moda komunikasi dan informasi di atas menyediakan banyak bahan untuk dijadikan tulisan
Tulislah mulai dari apa yang kita senangi, begitu kira-kira nasehat kaum bijak. Kalau kita menyenangi dunia gaya hidup (life style) televisi atau majalah menyediakan bahan yang berlimpah ruah. Life style berspektrum luas mulai dari pakaian (mode), musik, pergaulan atau hubungan antar manusia, kuliner, wisata, dunia hiburan, tubuh aksesories, gadget dan lain sebagainya. Dalam tulisan life style biasanya disajikan soal trend/kecenderungan tertentu, yang terkini (up date), tip dan triks, dinamika psikologi pelaku, faktor-faktor pendorong dan lain sebagainya.

Rubrik Parodi di harian Kompas (hari Minggu) adalah salah satu contoh tulisan life style yang secara rutin ditulis oleh Samuel Mulia. Tema yang banyak itu bisa diperluas dengan melakukan segmentasi baik berdasarkan umur, kelas sosial, geografis maupun tingkat pendidikan. Moammar Emka dengan Jakarta Undercover, menguak gaya kelompok tertentu dalam dunia hiburan malam termasuk perilaku seksual mereka. Penglihatan atas fenenomena ini bisa diperluas lagi lewat gaya penulisan. Moamaar Emka misalnya menulis seperti dia melihat semua itu, terlibat di dalamnya entah sebagai “pengintip” atau bahkan pelaku. Sementara Wahyudin dalam bukunya berjudul Pengakuan Pelacur Jogya menempatkan diri sebagai seorang pendengar yang baik. Dia membiarkan mucikari dan anak-anak asuhnya menceritakan dirinya, menyanyikan atau menuturkan “Parikan” secara lepas. Ridho “Bukan” Rhoma menceritakan apa yang dilihat, didengar, dialami dan dibaca tentang perilaku seksual berbagai kelompok dalam buku Jogja Edan, Bro. Ada juga Adre Syahreza, yang menuliskan laporan jurnalistik secara mendalam tentang perilaku manusia Jakarta dalam buku The Innocent Rebel : Sisi Aneh Orang Jakarta dan kemudian disusul dengan Black Interview.

Barangkali kita tidak bisa seintens atau terlibat dalam apa yang kita amati seperti mereka-mereka itu. Namun dengan menyimak berita-berita di televisi maupun media cetak terutama dalam kolom atau program yang berkaitan dengan gaya hidup, akan ada banyak hal yang bisa kita tuliskan. Lewat rubrik atau program infotainment kita bisa menyaksikan berbagai polah kaum selebritas. Konflik dan perseteruan, trik dalam mempertahankan popularitas termasuk ideologi apa yang mendasari karya-karya mereka. Konflik antara kelompok dangdut sealiran Rhoma Irama dengan Inul Daratista serta pengekornya ditulis dengan sangat bagus oleh Farukh HT dalam sebuah artikel berjudul “Biarkan Kami Bergoyang”.

Tingkah polah atau perilaku yang juga selalu menarik adalah yang ditampilkan lewat berita-berita politik (politisi). Berita seputar politik dan politisi di media masa ibarat sumber yang tak pernah kering meski kemarau panjang sekalipun. Banyak sekali tulisan yang lahir atas dasar amatan tingkah dan polah para politisi baik secara institusional maupun personal. Kemungkinan temanya menjadi sangat luas karena kita bisa bermain dari sudut persepsi masyarakat atas apa yang dilakukan oleh kaum politisi. Satjipto Wirosardjono, Sukardi Rinakit, Budiarto Shambazy merupakan contoh yang baik untuk belajar bagaimana menuliskan tema yang berkaitan dengan dunia politik secara populer. Sementara Burhanudin Murtadi dan Eep Syafulloh Fattah secara memikat mampu melahirkan tulisan-tulisan atas dasar riset persepsi publik. Sementara dengan gaya yang lebih liar dan imajinatif, kita bisa belajar dari AS Laksana.

Persoalan lain yang tidak kalah menariknya adalah korupsi. Setiap hari kita selalu dikejutkan oleh berbagai drama yang berkaitan dengan tema ini. Banyak kejutan, sesuatu yang tidak terduga atau bahkan kita tidak pikirkan sama sekali ternyata bisa terjadi. Tema tentang korupsi justru berpotensi dekat dengan kita, barangkali ada sosok yang kita kenal sebab berita-berita di tingkat lokal juga tak kurang banyaknya. Fenomena berkaitan dengan hal ini terjadi di depan kita. Kalau kita masih ingat misalnya dalam kasus Suwarna AF, di berbagai penjuru muncul spanduk-spanduk bertuliskan kata-kata yang memintanya keluar dari Kaltim. Atau ketika Bupati Kutai Kartanegara Syaukanie HR tersangkut kasus korupsi, banyak sekali drama tersaji di hadapan kita. Bukan hanya spanduk dan baliho saja melainkan juga munculnya berbagai posko-posko dukungan untuknya. Dan itu sampai melintasi wilayah Kutai Kartanegara.  Yang terakhir dan mungkin masih segar di ingatan kita adalah hujan spanduk yang menghujat perilaku penegak hukum (kejaksaan) saat Irianto Lambrie, Sekretaris Daerah Propinsi Kaltim ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Daftar tema yang bisa diangkat dari sajian media masih terus bisa diperpanjang. Bahkan kalau kita punya kecenderungan analitik, gaya pemberitaan juga merupakan sumber yang bisa kita terus gali. Gaya atau model pemberitaan pada masing-masing media bisa merupakan tema tulisan yang menarik. Tulisan dengan model seperti ini penting, baik untuk memberi pandangan kritis pada media dan mendidik konsumen media untuk tidak terjebak dalam gaya pemberitaan. Bukankah kita menyaksikan bahwa berkali-kali masyarakat terguncang oleh pemberitaan dan bahkan ada yang mengambil langkah keliru atau merugikan karena pemberitaan.

Dokumentasi dan Pendalaman
Untuk menuliskan tema-tema yang kita ambil dari pemberitaan tentu saja tidak berbeda dengan penulisan sebagaimana umumnya. Ketika sudah menentukan atau mengambil pilihan perihal apa yang hendak kita tulis, langkah berikutnya adalah mengumpulkan bahan. Yang paling umum dilakukan adalah dengan mendokumentasi pemberitaan itu. Untuk media cetak bisa kita kliping secara tematis. Sementara untuk media elektronik atau radio, bisa kita buat catatan, sebab untuk mendokumentasi dalam bentuk rekaman butuh sumberdaya yang besar atau merepotkan.

Rumit dan buang waktu, bisa jadi kita akan berpikir begitu. Jangan khawatir ada cara lain yang tak kurang efektifnya yaitu dengan mengumpulkan bahan melalui internet. Hampir keseluruhan media cetak mempunyai situs pemberitaan dan biasanya berita yang berkaitan sudah dihimpun atau diindeks dalam kluster tertentu sehingga mudah bagi kita untuk membaca urutan-urutannya. Jadi bukalah internet dan ambil pokok-pokok yang kita perlukan atau baca-baca agar kita mempunyai kerangka dan konteks dalam melakukan penulisan.
Internet juga merupakan sarana sekaligus pustaka untuk melakukan pendalaman atas pokok-pokok yang hendak kita angkat. Dengan menuliskan kata kunci melalui mesin pencari, kita bisa mendapatkan bahan bacaan (pustaka) yang berguna untuk memperdalam tulisan kita. Tentu saja butuh kejelian dan ketrampilan untuk mengorganisasikan bahan-bahan itu. Sebab internet adalah ruang terbuka sehingga kita mesti selektif dan memperhatikan akurasi informasinya.

Tulisan yang didasarkan pada pemberitaan selalu memerlukan analisa atau perbandingan baik menyangkut urutan kejadian, perubahan dari waktu ke waktu, kaitan dengan isu yang lain dan sebagainya. Maka diperlukan riset kecil-kecilan untuk pendalaman agar tulisan semakin kaya dan berbeda dengan tulisan lain yang mengambil pokok pada persoalan serupa. Salah satu cara yang termudah adalah dengan mendiskusikan atau memperbincangkan pokok itu dengan teman-teman kita. Dari diskusi itu kita bisa menarik point-point apa yang menarik, apa pendapat atau persepsi orang lain tentang pokok persoalan itu. Catat semua itu dan kemudian susun dalam lembar gagasan sebagai panduan penulisan.

Internet juga merupakan sarana untuk melakukan riset secara mudah. Ketik pokok, tema atau kata kunci kita di mesin pencari. Pusatkan perhatian pada 10 situs pertama yang muncul dalam mesin pencari. Cermati isinya, siapa yang bicara, bagaimana nadanya (positif, negatif atau netral) dan point-point apa yang paling menarik, banyak disebut atau diulang. Dari analisis ini kita bisa menghasilkan kesimpulan atau tawaran-tawaran tertentu andai pokok yang kita angkat adalah problem atau persoalan yang mesti diatasi secara bersama.
Salah satu gaya yang tidak banyak dilirik adalah profil. Kebanyakan orang berpikir bahwa itu hanya ditulis oleh jurnalis untuk mengisi rubrik pokok dan tokoh. Padahal profiling atas orang tertentu bisa ditulis oleh penulis non jurnalis dan bukan untuk kepentingan pemberitaan. Kita bisa menuliskan rekam jejak seseorang untuk berbagai kepentingan. Dan andai orang itu adalah orang terkenal namun kita tidak mengenalnya atau tak punya akses untuk mendapat informasi langsung darinya maka sekali lagi riset profiling bisa dilakukan melalui internet.

Pada akhirnya tulisan ini hanya mau mengatakan bahwa kita tak perlu menunggu datangnya sebuah ide untuk memulai tulisan. Di hadapan kita setiap hari tersaji berbagai macam berita menyangkut berbagai hal yang bisa dijadikan sumber atau bahan untuk membuat tulisan. Dengan duduk manis di hadapan televisi kita bisa memunggut serpihan-serpihan peristiwa untuk kita rangka menjadi sebuah tulisan yang menyehatkan pikiran dan mendayagunakan otak. Dengan demikian kita telah turut mengembangkan perilaku bermedia, bertelevisi dan berinternet secara sehat.

Batu Lumpang, 4 Juli 2011
Salam Sehat
@yustinus_esha

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum