Islami Versus Kristiani

Jumat, 15 Juli 2011

Tak lama lagi kaum muslimin akan memasuki bulan (masa) puasa. Tapi saya tak ingin membahas soal puasa sebab masa-masa di mana saudara muslimin bermati raga, justru menjadi saat-saat yang mengembirakan buat saya. Pertama tentu saja saya bisa ikut-ikutan buka puasa tanpa harus menahan lapar dan dahaga sebelumnya. Kedua ketika nafsu makan saya turun lantaran menu yang itu-itu saja, di bulan puasa ini bakal muncul aneka makanan dan masakan yang tak biasanya. Akan banyak kedai yang menyediakan aneka makanan dan jajanan dengan harga ‘orang beriman’. Dan masih berhubungan dengan soal harga, karena tidak diburu saat berbuka, maka saya akan membeli ketika masa buka sudah lewat, hasilnya adalah ‘harga perdamaian’.


Yang saya ingin bicarakan, menjelang hari puasa ini ramai para bintang (artis) baik penyanyi maupun pelakon mempersiapkan lagu dan sinetron rohani (Islami). Anang menciptakan lagu rohani untuk dinyanyikan oleh Ashanti yang berduet dengan Aurel, putri Anang hasil perkawinan dengan Kris Dayanti. Dalam video klipnya lagu itu, Azriel, adil Aurel ikut juga bermain sebagai pendukung. Sementara itu rekan duet mesra Anang dulu yaitu Syahrini, mengandeng Pasha Unggu untuk menyiapkan lagu rohani juga baginya. Lalu apa persoalannya untuk saya?. Bukankah menyambut hari puasa dengan lagu-lagu yang menyejukkan hati itu adalah sebuah ibadah juga?. Ya tidak ada persoalan sebenarnya, dan bahkan sungguh baik adanya. Yang mengelitik saya adalah soal penyebutan lagu Islami, itu maksudnya apa?.


Pertanyaan saya juga berlaku untuk lagu-lagu yang juga disebut sebagai lagu Kristiani. Maksudnya disebut Kristiani itu kenapa?. Apakah karena disitu menyebut-nyebut nama Yesus?. Pasti ada yang protes dengan pernyataan plus pertanyaan saya itu. Dan kemudian menjelaskan bahwa disebut sebagai Islami atau Kristiani karena isinya mencerminkan, mewartakan dan bernafaskan nilai-nilai Islami atau Kristiani. Lalu apa yang disebut dengan mencerminkan atau bernafaskan Islami?. Ya syairnya menunjukkan iman pada Allah, memuji kebesaranNYA serta mensyukuri nikmat yang telah dilimpahkan olehNYA. Nah, bukankah itu juga merupakan nilai-nilai Kristiani?.


Coba kita lihat dan rasakan syair ini “Kasih ..itu lemah lembut, kasih ..itu murah hati ….kasih…kasihMU oh Tuhan (Allah), luhur tiada batasnya”, nilai-nilai agama manakah yang dicerminkan atau menjadi nafas dari syair ini. Tentu bukan hanya nilai-nilai Kristiani saja yang mengakui bahwa kasih itu lemah lembut, murah hati serta kasih Tuhan (Allah) tiada batasnya. Mungkin ada yang menawarkan jawaban yang lebih sakti, “Lagu Islami adalah lagu yang diciptakan dan dinyanyikan oleh orang Islam”. Dan demikian pula dengan lagu Kristiani. Wah kalau begitu banyak lagu harus dikeluarkan dari daftar kidung Gereja. Sebab saya yakin banyak notasinya yang tidak diciptakan oleh orang Kristiani. Banyak lagu, nadanya diambil dari kidung-kidung rakyat yang tak jelas siapa penciptanya, beragama atau tidak.


Masalah seperti ini bukan hanya soal lagu tapi juga merembet ke urusan tulis menulis, karya tulis entah itu cerpen, novel, skenario maupun dongeng. Munculnya novel “Ayat-Ayat Cinta (AAC)” karya Habiburrahman El Shirazy mendorong lahirnya novel-novel serupa yang dilabeli dengan istilah novel Islami. Bahkan banyak pengarang lain mengekor sampai urusan nama agar lebih kelihatan Islami dengan menambahkan El di depan namanya. Kenapa disebut novel Islami?. Mungkin jawabannya adalah tokoh atau karakter utama dalam novel itu adalah sosok yang rajin sholat lima waktu. Kalau begitu dengan mudah saja novel ini menjadi novel Kristiani, karena tinggal menganti settingnya dari Mesjid ke Gereja, dari rajin sholat lima waktu menjai rajin ibadah harian dan misa atau ibadah di hari minggu. Dan kenapa pula cerpen AA Navis, yang berjudul “Robohnya Surau Kami” tidak disebut sebagai cerpen Islami?. Yang andai diganti setting menjadi “Robohnya Kapel Kami”, pasti tak akan disebut pula sebagai cerpen Kristiani.


Lalu apa kesimpulan saya, mungkin ada yang bertanya begitu. Apakah tidak ada karya yang Islami, Kristiani, Budhis, Hindui, Konfusianis, Bahaii dan lain sebagainya?. Yang pasti bagi saya jelas Al Quran adalah Islami, Injil adalah Kristiani, sementara yang lain-lain saya masih bingung. Intinya adalah kenapa sih kita masih terus membawa-bawa pertarungan antar agama sampai masuk ke urusan nyanyi menyanyi atau tulis menulis. Dan bukan itu saja karena lama-lama setelah baju atau pakaian, barangkali besok kita akan ribut soal tas, sepatu, kursi, jendela, genteng, kran air, motor, mobil, listrik dan air sebagai yang entah Islami atau tidak, Kristiani atau tidak. Penting nggak sih?.


Salam Bingung

@yustinus_esha


NB : Andai saya “pedagang” kemungkinan besar akan menjawab bahwa hal itu penting.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum