LA MASIA, Rumah Persemaian Barca

Sabtu, 03 September 2011


Buku itu hanya bungkusan, pengetahuan itu isinya. Begitu salah satu pesan seorang kawan yang mengingatkan soal betapa kita sering menghabiskan waktu dan energi, menguras tenaga dan pikiran untuk mengurus BUNGKUSAN-nya saja dan mengabaikan ISI-nya.

Saya bukanlah seorang penggila sepakbola, tetapi saya penyuka Barcelona. Kenapa Barcelona?. Tentu kekaguman saya pada FC Barcelona bukan dipengaruhi oleh indahnya nada-nada dan syair lagu Barcelona yang dinyanyikan oleh Fariz RM. Bagi saya Barcelona, dalam konteks analisis bungkusan dan isi, menunjukkan bahwa dinamika dan segala prestasi yang dicapai saat ini adalah hasil dari ketekunan dan konsistensi pengurus klub itu untuk memperkuat isi. Barca saat ini tidak terjebak oleh glamour dan membangun prestasi secara instan dengan mendatangkan pelatih dan pemain terkenal dari luar klub.

Apa yang dicapai oleh Barca pada saat ini adalah buah dari sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari sebuah filosofi dalam sepak bola. Dalam sepak bola kita mengenal istilah Jogo Bonito, yang muncul dari Amerika Latin, Kick n’rush dari Inggris, Der Panzer dari Jerman dan Total Football dari tradisi bola Belanda. Dan kini muncul filosofi Tiki Taka dari Spanyol (baca : Barca).

Tiki Taka bukanlah sebuah filosofi yang lahir begitu saja melainkan puncak dari evolusi yang dimulai 30 tahun lalu oleh Johann Cruiff pemain legendaris dari Belanda yang datang ke Barcelona dengan membawa prinsip total football-nya. Cruiff meletakkan prinsip ini bukan hanya di klub melainkan juga di sekolah sepakbola Barcelona yang dikenal dengan sebutan La Masia yang dalam bahasa Catalan berarti rumah petani ( tempat pembibitan/persemaian). Ditangan Cruiff, Barcelona berjaya namun tidak sedigdaya Barca saat ini. Cruiff pada masa kepelatihannya masih diwarnai oleh pemain-pemain produk luar La Masia. Meski demikian peran Cruiff sangat besar untuk membangun Barca sampai pada kondisi saat ini. Oleh karenanya dia tetap merupakan orang yang terhormat di Barcelona. Cruiff sampai saat ini tetap merupakan ketua kehormatan Barcelona dan memilih untuk tetap tinggal disana.
Kini di tangan Pep Guardiola, yang adalah produk asli La Masia, Barca menjelma menjadi klub bertabur bintang dan gelar yang kemungkinan besar sulit dicapai oleh klub manapun. Ditangan Pep, evolusi yang dibangun oleh Cruiff menuai buahnya. Dream team Barcelona baik secara kuantitas maupun kualitas secara dominan berasal dari para Canteras (anak didik atau lulusan La Masia).

Para Canteras semenjak berada di La Masia hingga masuk ke klub secara konsisten mempraktekkan hasil revolusi total football menjadi tiki-taka. Dalam total football semua pemain bergerak bebas ke segala posisi sesuai dengan kebutuhan sesaat dan pergerakan itu dilakukan dalam satu kesatuan utuh. Namun posisi dan spesialisasi tugas masih tetap penting, meski penyerangan dilakukan secara total dan bergelombang.

Sementara dalam tiki-taka penyerangan dan pertahanan dilakukan melalui penguasaan bola (possesion of the ball). Penguasaan bola diwujudkan melalui passing dan aliran bola yang efektif dan efisien. Pada titik ini tiki-taka juga mengadopsi kekuatan utama filosofi jogo bonito, yaitu teknik individual yang mumpuni. Bukan hanya aliran bola saja yang penting melainkan juga pergerakan pemain yang mulus. Disini tugas dan spesialisasi pemain menjadi nomor dua. Semua pemain dituntut bisa berada dalam segala posisi dan spesialisasi tugas agar mudah bertukar peran sesaat.
Karena prinsip ini maka Barca lebih senang mengumpulkan pemain tengah yang hebat. Sebab dikaki mereka penguasaan dan aliran bola akan dijaga. Messi misalnya bukanlah striker murni, dia kerap bermain sebagai false nine, turun ke bawah dan memberi umpan matang untuk dikonversi menjadi gol. Fabregas (anak hilang yang telah pulang) berlaku sebaliknya dengan memainkan posisi false ten, karena tidak berdiri di belakang penyerang. Assist matang Messi dalam beberapa pertandingan membuat Fabregas yang dikenal sebagai pemain tengah mampu menghasilkan gol yang bersih di masa perdananya berkostum Barcelona. Fabregas menjadi salah satu contoh dari transfer pemain yang paling berhasil di klub barunya. Namun hal ini tidak mengherankan sebab Fab adalah produk asli La Masia sehingga dalam darahnya mengalir tiki-taka. Walau kemudian bermain di Inggris, namun Arsenal klub yang lama dibelanya juga memainkan gaya bola yang hampir mirip-mirip tiki taka.

Sekali lagi ini menunjukkan bahwa dalam tiki taka posisi menjadi nomor dua, sebab serangan justru dibangun mulai dari belakang (bek dan kiper) yang kemudian perlahan mendekati daerah lawan. Pemain belakang bahkan kerap sampai berada di area dekat gawang lawan untuk memberikan umpan terobosan. Gaya seperti ini mulai ditunjukkan oleh Ronald Koeman yang merupakan salah satu punggawa dream team Barcelona dulu.
Bola di kaki pemain Barca diperlakukan sebagai sahabat dan dinikmati gerakannya. Cruiff dan Pep mengajarkan kepada para pemainnya untuk bergembira saat bermain bola. Pemain Barca ibarat anak-anak yang sangat riang saat diberikan bola sebagai mainannya, mengelundungkan kesana kemari, mengejar tiada henti dan menari-nari seiring pergerakannya. Maka bagi pemain Barca, gol adalah hasil bukan tujuan utama. Gol merupakan konsekwensi karena sudah tidak ada lagi ruang didepannya. Kemenangan dibangun lewat sebuah proses, bukan merupakan tujuan utama. Prinsipnya jika memainkan bola dengan benar maka kemenangan secara otomatis berada di tangan. Maka pemain Barca selalu merayakan gol dalam kebersamaan, jarang berekpresi berlebihan kala melakukan selebrasi pribadi. Salah satu dampak terpenting dari filosofi tiki taka adalah permainan keras bisa dihindari.

Gaya permainan Barca dan kemudian juga menjiwai permainan tim nasional Spanyol (dimana tim intinya sebagian berasal dari Barca) membuat keder banyak pelatih tim-tim lainnya. Bahkan pelatih tim nasional Belanda, tempat asal nenek moyang tiki-taka, kemudian memodifikasi total football dengan tambahan agresifitas. Bumbu permainan keras untuk menganggu konsentrasi lawan. Permainan keras yang ditujukan bukan untuk menyakiti lawan, tentu sah-sah saja. Dan atmosfer gaya seperti ini mewarnai kompetisi bola di Inggris. Namun saat pemain tidak bisa menahan emosi, tensi permainannya tinggi maka agresifitas bisa menjadi “kekasaran”, hasilnya seperti tendangan tae kwon do De Jong kepada Alonzo di laga piala dunia, atau Pepe yang setelah mendorong pemain lawan, lalu terjatuh ditendang-tendang badan dan kepalanya (saat melawan Getafe). Agresifitas tanpa sportivitas akan membuat wajah pemain menjadi beringas dihadapan lawan dan penonton. Ciri kick n’rush dengan sangat baik ditunjukkan oleh Wayne Rooney di Manchester United.

Mengalahkan Barca kini menjadi tujuan dari lawan-lawannya baik dalam kompetisi nasional maupun regional Eropa. Namun kedatangan Ces Fabregas, Alexis Sanches dan masuknya beberapa pemain muda dari Barcelona B dalam laga-laga perdana pembuka musim menunjukkan Barca semakin digdaya dengan tiki-takanya. Ketidakhadiran Puyol, Pique dan Dani Alves ternyata tidak berpengaruh banyak pada produktifitas dan kemenangan Barca.

Mungkin terlalu dini untuk meramalkan perjalanan Barca di kompetisi liga Spanyol dan liga Eropa, namun sebagai penyuka Barcelona, saya “mengimani” bahwa Barca hanya bisa dikalahkan oleh dirinya sendiri dan tim-tim lawan yang tidak “menghormati” sepakbola. Oleh karenanya lawan yang paling mengancam bagi Barcelona dalam kompetisi apapun adalah Real Madrid di bawah asuhan Jose Mourinho. Pelatih yang akan menggunakan jalan apa saja untuk memenangkan timnya meski telah dikalahkan di lapangan.


0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum