MAAF DI HARI YANG FITRI

Sabtu, 03 September 2011


Memasuki bulan Ramadhan dan semakin mendekatnya hari lebaran semakin mudah kita mendapati berbagai media memberitakan kegiatan-kegiatan dan iklan bertemakan bulan suci. Para pesohor berlomba-lomba mengelar kegiatan baik, dalam aneka bentuk. Berbuka puasa bersama dengan kaum yang perlu disantuni, membagi berkah untuk mereka yang berkekurangan dan semakin mudah mengucapkan kata maaf bagi siapapun.

Kesalehan tidak hanya ditunjukkan oleh orang perorangan melainkan juga oleh institusi perusahaan. Di bulan puasa berbagai perusahaan mengiklankan produk-produknya sebagai yang tepat dan bermanfaat untuk mendukung upaya kaum muslim menjalankan puasa dengan baik. Baik untuk menjaga kesegaran tubuh maupun kesehatan saat menjalankan kepenuhan masa puasa. Semua nampaknya berlomba-lomba menghubungkan produknya dengan konsumen dengan tema puasa dan lebaran.

Para penjual jasa dan barang beramai-ramai menunjukkan “kebaikan” dengan aneka program potongan harga (discount). Mereka tahu persis bahwa menjelang lebaran tiba, masyarakat akan berbondong-bondong belanja untuk menyambut hari yang Fitri sebaik dan semeriah mungkin. Potongan harga dan aneka program penjualan (paket) yang menarik dimaksudkan agar konsumen melirik apa yang mereka tawarkan.

Berbagai perusahaan berusaha menunjukkan dirinya mampu melampaui “mandat” usahanya. Salah satunya adalah perusahaan kertas, yang di masa puasa ini mengiklankan dirinya dengan kegiatan mewakafkan Kitab Suci Al Qu’ran yang diproduksi dengan kertas hasil usahanya. Ribuan kitab suci dibagikan melalui organisasi yang dikenal mempunyai jumlah anggota terbesar di negeri ini. Upaya lain adalah menyediakan sarana transportasi untuk mudik lebaran. Sebuah pilihan yang sangat bijaksana sebab mudik di saat lebaran memang jadi persoalan dan perjuangan bagi sebagian besar kaum muslim sebelum menikmati kemenangan di hari nan fitri. Tunjangan hari raya (THR) tidak hanya diberikan oleh perusahaan kepada pegawainya melainkan juga kepada masyarakat baik yang merupakan konsumen atau tidak.

Niat mulia dan tindakan baik dari para pesohor (artis, pembesar, pejabat dan kaum kaya) dan sektor usaha serta organisasi lainnya pada bulan ramadhan tentu saja perlu disambut dengan gembira. Perangkat negara juga bekerja keras di masa-masa menjelang lebaran untuk mempermudah masyarakat melakukan ritual mudik. Siang malam petugas polisi dan perhubungan berada di jalan bertahan dalam panas, debu dan segala keruwetan lalu lintas.

Ucapan selamat Hari Raya Lebaran (Idul Fitri) juga mulai muncul dalam berbagai bentuk. Iklan baik “below the line” maupun “up the line” seolah berlomba-lomba mengucap selamat dan memohon maaf kepada khalayak. Sejurus dengan itu, nampak kini banyak orang saleh di negeri ini dan rendah hati untuk meminta maaf.

Akan tetapi maaf adalah sekedar ucapan saja apabila tidak jelas ditujukan untuk siapa atau pada siapa saja. Sebab maaf selalu berkaitan dengan kesalahan atau kekurangan dalam hubungan atau tindakan pada pihak lain. Maka permintaan maaf selalu harus ditujukan pada pihak yang dikecewakan, dirugikan, disakiti, diingkari dan lain sebagainya. Perusahaan Daerah Air Minum pantas meminta maaf pada konsumen karena air mengalir tidak lancar sepanjang hari misalnya. Perusahaan listrik negara, layak meminta maaf karena tak mampu menyediakan pasokan listrik meski calon pemasang sudah membayar jutaan rupiah. Perusahaan penerbangan juga perlu meminta maaf karena berkali-kali membuat calon penumpang kecewa dan rugi waktu karena keterlambatan jadwal terbang.

Kepada siapa permintaan maaf perlu ditujukan akan berbeda-beda, sebab pemangku kepentingan atau pihak yang terkait dengannya juga berbeda. Pejabat Publik barangkali lebih luas pemangku kepentingannya, sehingga bisa meminta maaf secara agak umum. Intinya yang sebenarnya adalah permintaan maaf yang terlalu umum hanya akan membuat mereka yang mendengar, membaca atau melihat menganggapnya hanya sebagai iklan atau tindakan kosong belaka, sekedar mengikuti kebiasaan di hari lebaran.

Ucapan atau permintaan maaf, pemberian bantuan (santunan) dari satu pihak ke pihak lain tidaklah secara otomatis akan mengoreksi atau menghapus kekurangan atau kesalahan di masa lalu. Permintaan minta maaf bersifat restoratif, artinya tanpa dibarengi dengan perubahan di hari sesudahnya dan janji tak akan mengulangi kealpaan yang sama di hari depan sungguh tidak akan bermakna apa-apa. Inilah pentingnya ucapan maaf, agar tidak sekedar menjadi ucapan belaka, kata-kata yang keluar dari bibir dengan senyum tersungging tanpa makna.

Idul Fitri adalah puncak dari sebuah siklus laku spiritual, mulai dari mati raga, refleksi hingga kesadaran untuk merubah perilaku di hari depan guna memperbaiki apa yang kurang di masa lampau. Setelah sebulan penuh menjalani puasa, seseorang baik sebagai pribadi, insan Allah maupun mahkluk sosial lahir kembali dalam kebaharuan agar hidupnya, pekerjaan dan pengabdiannya membawa manfaat. Puasa dari tahun ke tahun memperbesar dampak positif dari keberadaan seorang pribadi terhadap lingkungan sekitarnya.

Bagi para pejabat publik, siklus puasa adalah momentum memperbaiki diri, melihat kembali segenap pelayanan dan pelaksanaan mandatnya di hari yang lampau. Dengan meminta maaf kepada stakeholder berarti menyatakan dirinya pada hari ke depan akan lebih sensitif mendengarkan suara para pemberi mandat. Terutama suara-suara dari mereka yang terabaikan, mereka yang berada dalam posisi paling bawah, mereka yang paling membutuhkan pelayanan dan perlindungan. Ucapan maaf akan menjadi bermakna apabila pejabat publik mampu mewujudkan kebijakan yang memungkinkan mereka yang terlemah dalam masyarakat akan meningkat kondisinya, semakin sehat dan berdaya.

Semangat menahan diri dalam masa puasa dan berbagi di hari raya, tidak sekedar dipuncaki dengan acara “open house” yang megah dan meriah. Open House yang semakin tahun semakin marak, membuktikan bahwa para pembesar menunjukkan watak yang ajeg yaitu gemar didatangi dan bukan mendatangi mereka-mereka yang seharusnya dilayani dan dilindungi. Alangkah bahagianya bagi si miskin, mereka yang tergusur dari tanahnya, apabila di hari nan fitri didatangi oleh pejabat negeri, datang bersilaturahmi, mengucap selamat merayakan hari nan fitri dan meminta maaf atas kesalahan pemerintah negeri di hari yang lalu.

Selamat merayakan hari raya Idul Fitri sesungguhnya tidak mudah untuk mengucap maaf, sebab maaf akan punya makna jika bukan sekedar kata-kata belaka.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum