NATAL OH NATAL
Seorang teman menanyakan kepada saya kenapa yang disebut sebagai pohon Natal adalah pohon Cemara atau Pinus?. Saya tak tahu harus menjawab apa karena tidak ada penjelasan secara dogmatis maupun teologis yang saya pelajari menjelaskan tentang hal itu. Yang kerap saya dengar adalah pohon Natal sering disebut sebagai pohon terang. Mungkin disebut pohon terang lantaran ada bintang yang ditaruh di pucuk tertinggi plus lilitan lampu warna-warni. Entahlah.
Saya mencoba merasionalisasi kenapa dipilih pohon Cemara dan Pinus, mungkin pohon ini dianggap bisa bertahan dalam segala cuaca, tetap hijau meski dihantam panas, diguyur hujan dan diselimuti salju. Karena sifatnya ini maka pohon ini dipilih untuk menjadi salah satu ikon Natal untuk melengkapi ikon lain yang jumlahnya tidak sedikit itu.
Mas Ton (Alm), demikian TH Sumartana (pengagas Interfidei) biasa dipanggil, pernah punya pemikiran soal ini. Menurutnya pemakaian Cemara atau Pinus pada hari Natal bercorak warisan kolonial. Mestinya orang Kristen mencari dan memakai pohon (andai harus) yang asli Indonesia dan mempunyai sifat yang sama yaitu bertahan dalam segala cuaca. Dan setelah dipikir-pikir, pohon yang tahan pada cuaca panas dan hujan adalah pohon Pisang.
Saya membayangkan andai pilihan pohon pisang disetujui oleh orang-orang Kristen di Indonesia sebagai pohon Natal maka beban natal akan semakin berkurang. Tak perlu kita membeli pohon Natal di toko yang harganya makin tahun makin mahal saja. Mahal dan tidak efektif serta efisien karena hanya dipakai setahun sekali. Begitu dipakai lalu disimpan dan apabila menyimpannya kurang baik maka rusak dan tidak elok lagi untuk dipajang pada tahun depan.
Tentu saja karena tidak banyak teolog yang punya pikiran serupa dengan Mas Ton, maka urusan pohon Natal ini tak menjadi bahasan teologis di kalangan para klerus dan pemuka-pemuka gereja. Dan gagasan tentang pohon pisang menjadi pohon Natal asli Indonesia tidak berkembang dan bergulir menjadi sebuah gagasan besar, menjadi sebuah pemikiran teologi lokal yang kemudian menjadi laku dalam tradisi perayaan Natal Indonesia.
Tradisi perayaan hari-hari besar keagamaan memang membawa pernak-pernik tersendiri yang tidak selalu punya kaitan atau urgensi dengan makna perayaan itu sendiri. Pohon Natal, lampu kelap-kelip, kapas sebagai penganti salju, gantungan-gantungan di pohon natal, patung malaikat dan lain sebagainya tidak selalu harus ada dalam perayaan Natal. Natal tetaplah menjadi Natal meski tanpa itu semua. Tapi tentu saja akan terasa hambar, ada yang kurang andai Natal tak disertai dengan hiasan-hiasan itu.
Dan perasaan bahwa hari ini berbeda dengan hari-hari lainnya, bisa jadi menjadi lebih penting bagi kita yang merayakan hari besar agama dibanding dengan pesan atau makna dari perayaan itu sendiri.
Saya ingat ketika tahun pertama berada di Manado begitu terkejut saat menghadiri Misa Malam Natal yang justru sepi. Sesuatu yang berbalikkan dengan pengalaman saya ketika masih tinggal di Jawa Tengah dimana malam Natal justru menjadi sangat meriah, karena kerap diwarnai dengan Tablo atau peragaan perjalanan Yosef dan Maria hingga melahirkan Bayi Yesus di kandang domba. Perayaan malam Natal biasanya disiapkan secara serius dengan aneka latihan yang panjang.
Usut punya usut ternyata pada malam Natal keluarga-keluarga di Manado belum selesai kesibukannya mempersiapkan aneka hidangan untuk meramaikan Natal besoknya.
Kala itu di rumah-rumah pada malam Natal, asap berkepul di belakang rumah berasal dari tempat pembakaran (pengasapan) hidangan (sayur, daging dan nasi) yang dimasak di dalam buluh (bambu). Semua bahu membahu bukan hanya dari pagi hari melainkan mungkin sejak dari kemarin hari untuk mempersiapkan bahan dan bumbu yang hendak dimasak.
Ketika saya bertanya kepada seorang teman kenapa malam Natal kok malah sepi, secara bergurau teman itu menjawab, “Kalau malam-malam itu baju baru nda kelihatan”. Jawaban teman ini meski bergurau namun senada dengan sindiran yang kerap dialamatkan pada orang Manado yang konon suka pesta dan bergaya. Ada satu slogan yang populer waktu itu yakni “Boleh kalah nasi asal jangan kalah aksi”.
Soal bergaya dengan aneka pakaian baru di hari Natal, meski terasa anekdotal namun bukanlah omong kosong.
Di sana dulu saya kerap menemui seseorang yang tidak pergi ke gereja dengan alasan tak punya baju dan ‘cepatu’ gereja. Hanya saya menduga ini bukan karena orang ingin bergaya melainkan karena mereka begitu menghormati gereja, sehingga pergi beribadah harus dengan pakaian yang khusus dan istimewa, pakaian dan perlengkapan yang tidak dipakai untuk keperluan sehari-hari. Soal ini saya ingat ketika dicekal, tidak diperkenankan masuk di salah satu gereja yang ada di kota Manado lantaran saya pergi misa memakai baju kaos, meski kaos itu berkrah.
Dan benar ketika misa atau ibadah perayaan Natal pada tanggal 25 pagi, gereja memang gemerlap. Umat yang datang serasa istimewa, memakai baju-baju baru. Para wanita memakai gaun panjang, berumbai dan banyak pernak-pernik, kaum lelaki banyak yang memakai jas dengan dasi warna-warni dan sepatu mengkilap. Natal kemudian memang terasa lebih gemerlap meski di terang hari.
Tapi itu cerita Natal di Manado dulu-dulu, saya tak tahu apakah masih seperti itu sampai sekarang ini. Sebab yang saya ceritakan tadi adaah fenomena sementara yang bisa saja berubah seiring dengan waktu. Cara dan gaya orang merayakan Natal bisa berkembang dari waktu ke waktu, meski ada yang tak berubah yaitu Natal selalu bercorak gemerlap dan meriah, penuh dengan warna-warni.
Sampai disini dulu cerita seputar Natal dari saya. Karena ini sudah memasuki bulan November, saya ingin berjalan keliling pasar swalayan, melihat-lihat model pohon natal dan hiasan yang sedang menjadi trend. Bukan karena ingin membeli, melainkan saya hanya ingin bilang “Wow” sambil mengurut dada kala melihat harganya. Natal oh Natal, alangkah mahalnya harga-harga pohon untuk merayakan kelahiranMU.
Pondok Wiraguna, 9 November 2012
@yustinus_esha
Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)
Pages
Label:
Kolom
Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (82)
Borneo Menulis
Kamis, 08 November 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Cari Blog Ini
Sekolah dan Bengkel Menulis Naladwipa
Merupakan hasil kerjasama Naladwipa Institute, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda dan Desantara Foundation. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda untuk mengasah wawasan, kepekaan dan ketajaman untuk melihat apa yang terjadi di kesekitarannya.
Menulis Adalah Panggilan Jiwa
Blog ini merupakan wahana bagi peserta sekolah menulis Naladwipa dan Komkep Kasri untuk mempublikasikan tulisannya. Namun tetap terbuka bagi siapapun yang hendak mengirimkan tulisan juga. Silahkan masukkan tulisan ke badan email dan kirim ke borneo.menulis@gmail.com
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Popular Posts
-
Antara Antri IPAD dan Bensin Ketika masih duduk di bangku sekolah, libur kenaikan kelas adalah sebuah kegembiraan yang tidak terkira. Sebu...
-
Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang pur...
-
Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai ...
-
Masihkan orang berpikir bahwa tato adalah penanda bagi mahkluk yang cenderung kriminal dan tindik (piercing) adalah peradaban massa silam?. ...
-
Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebu...
-
Empat bulan lalu Ardi bersama keluarganya pindah rumah, ke tempat tinggal yang kini adalah miliknya sendiri. Bertahun-tahun Ardi, Esta istr...
-
Media memegang peran penting dalam dinamika sosio kultural di masyarakat. Di tengah iklim yang menindas, media bisa menjadi corong dari peng...
-
Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu...
-
Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat...
-
Kemacetan tak lagi milik kota-kota metropolitan macam Jakarta, Bandung, Surabaya atau Medan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang kin...
Ayo Menulis
Jika anda percaya bahwa kata-kata mampu menggerakkan perubahan maka mulailah menulis. Semua pantas ditulis dan perlu untuk dibagikan.
Daftar Link
Partisipan
Arsip Blog
- 06/26 - 07/03 (3)
- 07/03 - 07/10 (3)
- 07/10 - 07/17 (6)
- 07/17 - 07/24 (6)
- 07/24 - 07/31 (12)
- 07/31 - 08/07 (3)
- 08/14 - 08/21 (2)
- 08/28 - 09/04 (2)
- 09/04 - 09/11 (3)
- 10/02 - 10/09 (11)
- 09/02 - 09/09 (10)
- 09/09 - 09/16 (4)
- 09/16 - 09/23 (12)
- 09/23 - 09/30 (8)
- 09/30 - 10/07 (12)
- 10/07 - 10/14 (8)
- 10/14 - 10/21 (10)
- 10/28 - 11/04 (9)
- 11/04 - 11/11 (9)
- 11/11 - 11/18 (10)
- 11/18 - 11/25 (8)
- 11/25 - 12/02 (6)
- 12/02 - 12/09 (3)
- 12/09 - 12/16 (3)
- 12/30 - 01/06 (1)
- 01/06 - 01/13 (5)
Kunjungan
BORNEO MENULIS
buat pohon natal dari pohon pisang, Ide yang bagus :))