#CaraCepatMenjadiKaya
Menjadi sukses(kaya) itu adalah
impian banyak orang. Bagaimana caranya?. Salah satu yang populer adalah dengan
menjadi pengusaha. Tapi bukankah pengusaha butuh modal?. Tenang, sekarang ini
ada kursus atau sessi motivasional untuk memberi jalan bagaimana menjadi
pengusaha dengan modal dengkul alias utangan. Namun toh tidak semua orang
berbakat jadi pengusaha, lagi pula kalau semua jadi pengusaha ya lama-lama
saling makan dan pasti sebagian akan tumbang.
Pilihan lain adalah dengan
menjadi pegawai pada perusahaan yang mampu memberi gaji dengan baik plus
bonus-bonus kinerja yang menggiurkan, lebih besar dari pada gaji. Sektor
kesehatan, komunikasi, keuangan dan pertambangan adalah beberapa jenis usaha
yang mampu memberikan imbalan yang setimpal untuk pekerjanya.
Ada ‘pekerjaan’ lain yang kini
juga menjadi pilihan untuk menjadi cepat kaya. Duduk di kursi legislatif pada
saat ini berpotensi untuk melipatgandakan kekayaan secara cepat. Kecepatannya
bahkan bisa melampaui seorang pengusaha tersukses sekalipun. Angelina Sondakh,
mantan Puteri Indonesia yang kemudian terjun ke politik dan berhasil duduk di
DPR RI pada tahun 2003 kekayaannya hanya sekitar 600 juta. Tidak sampai sepuluh
tahun kekayaannya telah berlipat menjadi 58 kali dari semula. Catat, kelipatan
itu adalah kelipatan kekayaan, harta yang terlihat. Kalau ditambah dengan
pengeluaran selama tahun itu maka bisa dipastikan pemasukan ke kantongnya
mengelontor terus bak air bah.
Bagaimana mungkin kekayaan
seorang politikus yang mengabdikan diri seratus persen untuk dunia politik bisa
berlipat-lipat seperti itu. Padahal gaji atau penghasilan yang dibawa pulang
dalam sebulan berkisar 60 jutaan. Di titik inilah ruang abu-abu politik yang
berbicara. Politik di Indonesia amat terkait dengan proyek-proyek pembangunan.
Banyak pengusaha atau badan usaha besar yang omzet-nya bergantung pada
proyek-proyek yang diluncurkan oleh pemerintah. Persaingan memperebutkan proyek
ini bukan hanya soal kompetensi melainkan juga akses terhadap kekuasaan
politik.
Akses bisa terbuka karena
kedekatan, tetapi akses juga bisa dibuka dengan ‘kesepakatan-kesepakatan’. Banyak
kesepakatan yang lahir sebelum sebuah proyek digarap. Ada kesepakatan baik,
namun kesepakatan jahat tak kurang banyaknya. Kesepakatan baiknya tentu saja
proyek ditujukan untuk pembangunan bangsa pada bidang tertentu, meningkatkan
ekonomi, sumberdaya manusia dan lain sebagainya. Kesepakatan buruk, misalnya
agar mutu proyek tetap baik, tapi fee juga bisa dibagi ke berbagai pihak,
pengusaha dan penguasa sama-sama untung maka sejak awal harga proyek sudah
dinaikkan alias di mark up.
Salah satu cara agar mark up
tidak terlalu kentara, bukan hanya harga yang direkayasa melainkan juga proses
atau tahapan pekerjaan yang dibuat berlarat-larat dalam dokumen proyeknya.
Padahal tahapan-tahapan itu bisa saja dikerjakan sekali jalan, namun
dipisah-pisah untuk membuat mata anggarannya tidak terlalu mencurigakan.
Praktek ‘pencurian’ uang seperti
ini sudah lazim dan tentu saja para pemeriksa sudah tahu. Tapi apa boleh buat ‘niat’
mencuri sulit untuk diadili apabila tidak ada bukti-bukti fisik yang
menyertainya. Jadi biarpun proyek dibuat berlarat-larat, kalau bukti
administrasi dan transaksinya sah, ya pemeriksa bisa bilang apa, paling hanya
rekomendasi agar kesempatan berikutnya proyek dijalankan lebih efisien.
Soal harta yang berlipat dengan
kecepatan ‘supersonic’ tentu saja bukan kepunyaan Angie semata. Rata-rata
legislator dengan amatan sekilas saja pasti akan memperlihatkan peningkatan
kwalitas dan kwantitas hartanya secara bermakna. Ini tak hanya berlaku di DPR
RI melainkan sampai ke DPR Propinsi, Kota dan Kabupaten. Seseorang yang sebelum
menjadi anggota DPRD misalnya, ‘ogah’ membeli sepatu berharga 500 ribu keatas,
kini kerap menyilangkan kaki saat duduk untuk menunjukkan sol sepatu yang
berharga 5 juta. Tadinya tak doyan memakai jaket, kini biarpun panas
menyenggat, jaket kulit berharga 3 juta tetap saja dipakainya.
Lantaran perbaikan ekonominya
begitu kentara, tak heran jika kemudian anggota DPR kerap menjadi sasaran
permintaan sumbangan entah dengan proposal maupun tidak. Ada banyak cara
dilakukan oleh orang atau sekelompok orang untuk meminta bantuan uang dari
anggota DPR. Mulai yang tanpa basa-basi, langsung todong dengan sapaan Pak Bos,
Ketua, dan seterusnya sampai cara paling halus yang perlu kepekaan nurani untuk
membaca tanda. Banyak yang memaksudkan undangan atau permintaan untuk menjadi
pembicara terhadap anggota DPR, namun tujuan sebenarnya adalah meminta dukungan
pendanaan.
Kerapnya anggota DPR ‘diminta-mintai’
membuat mereka menjadi tak bebas dalam bergerak. Setiap melihat atau bertemu
orang terbayang dihadapannya adalah para peminta-minta. Dan sebenarnya anggota
DPR sukai dimintai-mintai asalkan tidak membuat bolong kantongnya sendiri.
Mekanisme ‘meminta-minta’ akhirnya diinstitusionalisasi lewat mekanisme reses
dan aneka kunjungan terhadap masyarakat. Dalam pertemuan dengan konstituen itu
biasanya anggota dewan akan berlagak “Kami ini wakil anda, maka wajib hukumnya
membantu dan memfasilitasi apa yang menjadi kepentingan serta kebutuhan anda”.
Dan biasanya masyarakat akan
ramai-ramai menyampaikan ‘aspirasi’ yang tak lebih dari daftar panjang
kebutuhan belanja langsung yang nantinya akan dijelmakan menjadi proyek-proyek
di tahun anggaran mendatang, atau kalau memang mendesak maka akan dilakukan
perubahan pada anggaran pendapatan dan belanja yang sedang berlaku. Dan apabila
rangkaian aspirasi dari reses bisa menjelma menjadi proyek maka legislator akan
mendapat nama di mata konstituennya plus potensi pendapatan dari proyek-proyek
itu. Penerima proyek harus tahu diri bagaimana sejarah proyek itu, dan sejarah
itu tidak gratis.
Dengan memelihara konstituen
terus sebagai ‘peminta-minta’ dan kemudian legislator bisa meloloskan
permintaan itu maka pondasi untuk kembali dipilih entah dalam kedudukan yang
sama atau lebih tinggi lagi telah dibangun oleh legislator. Potensi untuk
terpilih kembali dalam pemilu mendatang lebih terbuka dan apabila terpilih
kembali maka pundi-pundinya akan semakin membengkak, bahkan kemudian meluap
hingga perlu ditampung dalam rekening pasangan dan anak-anaknya. Jadi jangan
sedih dan marah jika kelak berurusan dengan KPK, rekening pasangan dan anak
ikut serta diblokir.
Pondok Wiraguna, 11 Desember 2013
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar