Tahun Politik
Ada yang mengatakan tahun 2013
sebagai tahun politik. Istilah yang dimaksudkan untuk memproyeksi bahwa
dinamika politik utamanya berkaitan dengan rezim pemilu akan mulai memanas.
Pemilu 2014 kian mendekat dan semua organ politik yang punya kepentingan dengan
pesta demokrasi itu mulai menginjak gas berpacu untuk melempangkan jalan
kemenangan.
Demikian pula di Kalimantan Timur
yang akan melakukan pemilu kada pada pertengahan akhir tahun 2013 nanti. Hanya
saja dinamika menuju pemilukada sepertinya biasa-biasa. Berbulan-bulan lalu
sempat memanas ketika Isran Noor mulai mejeng sana-sini termasuk sampai ‘blusukkan’
ke arena Indonesia Idol dan kemudian meluncurkan Isran Noor Centre. Sampai
disitu dan kemudian menghilang.
Ada juga mantan Pangdam, yang
sewaktu masih menjabat ‘dirayu-rayu’ atau coba ‘dicomblangi’ oleh salah satu
partai politik. Malu-malu awalnya, namun setelah meninggalkan bumi banua etam
ini, sepertinya tergoda dan ingin kembali meminum air sungai Mahakam. Mulailah
bergerilya namun belum nampak benar di permukaan.
Ada juga yang jauh-jauh hari
menjajakan mukanya di baliho. Seperti biasa menebar keinginan dengan halus
untuk menjaring pinangan dari pihak lainnya. Syukur-syukur kalau kemudian
digandeng oleh calon dari partai lain. Dan sampai gambarnya memudar, sosok yang
menebar senyum di baliho itu toh tak juga masuk dalam orbit calon pemimpin di
Kalimantan Timur.
“Slow maar slack” begitu kata
orang Manado, pelan tapi pasti. Incumbent baik gubernur maupun wakil gubernur
yang masih menjabat. Petahana begitu istilah yang kini hendak dipopulerkan.
Awalnya dikabarkan akan tetap bergandengan tangan menuju masa pemerintahan ke
dua. Pernah terpasang sebuah baliho dari salah satu organ politik yang memberi
dukungan kepada keduanya untuk terus maju bersama memimpin Kalimantan Timur. Baliho
yang nampak mencolok dan dipasang kepagian itu tak lama lenyap dari pinggir
jalan.
Sang wakil yang pondasi
politiknya lemah nampaknya memang berharap untuk terus digandeng oleh
pasangannya. Sebab untuk maju sendiri dan kemudian bersaing dengan bekas
pasangannya tentu akan berat. Berat di dukungan dan juga berat di ongkos. Bukan
rahasia lagi kalau naiknya ke kursi wakil gubernur yang sekarang didudukinya,
ibarat ‘kejatuhan durian runtuh’. Nyaris tanpa bekal dan kerja keras.
Dan ternyata gubernur incumbent
yang masih bernafsu untuk meneruskan ‘omong besarnya’ yang belum terbukti
hasilnya, harus meneruskan kedudukan pada periode ke dua. Siapa tahu hal-hal
besar yang direncanakannya akan bisa dicapai sehingga harum namanya. Namun bukan
dengan mengandeng kembali wakilnya melainkan memilih calon wakil gubernur dari
partai yang kini paling gencar memunculkan wajah ketua umumnya di televisi
sebagai sahabat orang-orang kecil se Indonesia.
Gubernur incubent dan pasangan
yang adalah pembesar partai politik besar sekarang menjadi satu-satunya calon
yang paling jelas dan siap bertarung di pemilukada Kaltim 2013. Pasangan ini
telah menjadi pasangan sah yang dicalonkan oleh partai pengusung yang tak perlu
dukungan partai lainnya.
“Kada da saingan” begitu
nampaknya keadaan menjelang pemilukada Kaltim 2013. Meski yang maju berpasangan
adalah dua orang yang terbilang sudah ‘renta’, tapi nyali dari banyak orang
yang kerap menganggap diri tokoh dan pemimpin di Kalimantan Timur belum juga
kelihatan wujudnya.
Kelesuan juga menghinggapi
partai-partai yang biasanya rajin bergerilya kanan-kiri. Menawarkan perahu atau
sekedar dukungan yang pastinya akan berbuah imbalan. Nampaknya kini semua itu ‘macet’,
tidak lagi mengalir lancar. Partai bahkan harus bekerja keras untuk memunculkan
calon-calon baru yang belum jelas juntrungannya untuk melawan incumbent yang
nampaknya berhasil menyakinkan warga Kalimantan Timur dengan rencana-rencana
besarnya. Mengharapkan cipratan gizi dari incumbent yang sudah ditetapkan
sebagai calon oleh partai besar tentu ibarat mengantang angin. Jangankan kepada
partai lain, kepada partai pendukungnya saja belum tentu dia royal.
Jika suasana politik di tingkat
nasional sudah mulai menunjukkan geliat panas, nampaknya di Kalimantan Timur
akan adem ayem saja. Sepertinya isu pergantian pemimpin tidak menjadi perhatian
publik. Entah, barangkali publik berkeyakinan dipimpin oleh siapapun Kalimantan
Timur akan tetap begini atau begitu. Kondisi atau kehidupan di Kalimantan Timur
tidak ditentukan oleh pemimpin.
Semoga saja tidak begitu. Sebab
dengan segala kemampuannya, sudah terlalu lama kelebihan Kalimantan Timur tidak
digunakan untuk membangun dasar-dasar kehidupan yang bisa bertahan dalam waktu
yang panjang. Sebut saja salah satunya, misalnya air bersih belum lagi kalau
bicara listrik dan energi lainnya. Mestinya masyarakat Kalimantan Timur tak
perlu menikmati gas dalam bentuk tabung, melainkan pipa-pipa yang langsung
terhubung ke rumah-rumah.
Namun memang tidak mudah
memunculkan sosok pemimpin dalam waktu yang sekejap. Dan problem seperti ini
selalu menjadi tantangan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia. Meski kita
mendasarkan diri pada sistem demokrasi, namun dalam urusan pemimpin tetap saja
muncul patron-patron tertentu. Kepemimpinan kita tidak terlalu banyak berubah
mulai dari jaman kerajaan, demokrasi terpimpin, demokrasi Pancasila hingga
Demokrasi multi partai dan pemilihan langsung.
Akibatnya hari demi hari harapan
masyarakat kepada pemimpinnya semakin tipis. Girah kepemimpinan baru memang
muncul dalam pemilukada Jakarta. Tapi “Jokowi Effect” kecil kemungkinan akan
terjadi di Kaltim atau tempat lainnya di Indonesia. Jokowi Effect adalah
peristiwa yang tak akan terulang dan sulit untuk ditiru dan dilestarikan. Sama
persis dengan Leonell Messi yang meraih Ballon D’or untuk ke empat kalinya
berturut-turut itu.
Padepokan Batu Lumpang, 8 Januari
2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar