#Amor dan Portal
Anak-anak muda Samarinda memang
luar biasa. Setelah dari pagi hingga sore hari mengikuti kegiatan belajar dan
lainnya, malam harinya masih sempat mengikuti kegiatan ‘extra sekolah’ yaitu
kebut-kebutan di jalanan. Olah raga malam itu biasanya dimulai kurang lebih
pukul sepuluh ketika jalan raya sedang beranjang menuju sepi. Aktivitas
kebut-kebutan ini bisa berakhir sekitar jam 2 – 3 dini hari apabila tidak ada
reaksi dari satpol PP maupun polisi.
Melihat anak-anak muda beraksi
bagai Lozenso, Pedrosa, Stoner dan Rossi itu terkadang saya bertanya dalam
hati, bilang apa mereka pada orang tua saat hendak keluar rumah. Atau
jangan-jangan anak-anak yang doyan kebut-kebutan itu adalah anak-anak yang
tinggal di kos-kosan. Namun rasanya tidak karena beberapa waktu, anak tetangga
saya yang masih kelas 2 SMP, patah tangannya gara-gara ikut kebut-kebutan di
dini hari. Dan jika melihat motor-motor yang dipakai untuk menghabiskan bensin,
kebanyakan adalah motor standar, motor rumahan yang tidak dimodifikasi untuk
menambah kecepatan.
Saya menduga Satpol PP dan Polisi
sudah pusing kepala menghadapi para raja jalanan di malam hari ini.
Berkali-kali Satpol maupun Polisi melakukan operasi namun mereka tak juga
kapok. Jika satu ruas jalan dijaga, mereka segera bisa mencari tempat lain.
Bahkan terkadang mereka sengaja memanas-manasi Satpol PP maupun Polisi untuk
mengejar mereka.
Nampaknya polisi dengan
koordinasi dengan pemerintah daerah berniat menyelesaikan persoalan
kebut-kebutan di jalan dengan cepat. Dan entah apa pertimbangannya jika
kemudian beberapa sudetan jalan (tempat berputar) di ruas jalan tertentu
kemudian dipasangi portal. Portal terbuat dari palang besi yang diberi roda
untuk membuka dan menutupnya. Portal dilengkapi dengan gembok sehingga tak bisa
didorong oleh mereka yang tidak berhak atau tak memegang kunci.
Karena pemasangan portal tidak
disertai dengan peresmian dan pidato maka saya tak tahu sama sekali apa alasan
yang mendasari keputusan untuk membuat portal tersebut. Apakah benar portal itu
hanya untuk menghalangi agar anak-anak tidak kebut-kebutan lagi di jalanan yang
sekarang di portal atau ada juga kepentingan lain yang berkaitan dengan
manajemen lalu lintas di kota Samarinda.
Hanya saja menurut saya keputusan
memasang portal adalah jenis keputusan ‘tiba masa tiba akal’ keputusan yang
didorong oleh sebuah masalah yang dianggap berat dan dicarikan jalan keluar
namun tanpa dipikirkan masak-masak. Pemasangan portal ditujukan untuk mengatasi
satu persoalan jalanan yang dipakai kebut-kebutan tapi justru menimbulkan
persoalan dan pekerjaan baru. Pengendara
yang lain tak lagi bisa memutar melalui jalan itu karena portal di gembok.
Polisi bertambah pekerjaan menjadi tukang buka dan kunci gembok. Kalau polisi
malas atau tak sempat membuka gembok, maka seharian jalan akan tertutup portal.
Saya sekurangnya melihat ada tiga
portal sejenis yang dibuat di berbagai ruas jalan seputaran Samarinda. Meski
terbuat dari besi namun terlihat ringkih dan benar saja ada salah satu portal
yang kini tergeletak di divider jalan karena tak mampu menahan panjangnya besi
penghalang. Alih-alih mengatasi persoalan, pemasangan portal justru menjadi
sebuah pemborosan.
Memang di ruas jalan yang
terportal itu kini anak-anak muda tak lagi berkerumun menyaksikan
teman-temannya adu nyali, menikung sambil mengeber motornya saling berkejaran.
Namun bukan berarti balap liar anak-anak motor itu telah usai. Masih banyak
ruas jalan lain yang tidak diportal dan bisa dimanfaatkan sebagai sirkuit
dadakan.
Jadi portal jalan bukanlah sebuah
penyelesaian, ibarat obat hanya berfungsi untuk mengurangi rasa sakit sesaat.
Sebagai sebuah kebijakan maka kebijakan ini memang cepat namun tidak akurat.
Mungkin ada yang bertanya, lalu cara seperti apa yang tepat?. Saya juga tidak
tahu dan bukan urusan saya untuk menjawab pertanyaan itu.
Pondok Wiraguna, 25 November 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar