#saveMunarman
Saat membuka twitter terlihat timeline
penuh dengan hastag save munarwan. Saya menduga munarwan yang sedang dijadikan
topik adalah mantan aktivis YLBHI yang kemudian menyebrang menjadi pimpinan
salah satu satgas yang ada di bawah FPI. Dan dugaan saya benar, ramai kicauan
dengan hastag save munarman ternyata dipicu oleh peristiwa pengeroyokkan
sekelompok orang terhadap Munarman di jalanan Pamulang.
Menurut cerita, saat jalanan
macet Munarwan memainkan klakson mobilnya. Merasa terganggu, rombongan orang
yang ada di depannya turun dan mendekati Munarwan. Mereka ribut dan berakhir
dengan pemukulan terhadap Munarman. Selain luka lebam di wajah, kaca depan
mobil Munarman juga pecah. Entah siapa yang pertama menyebarkan berita
pemukulan Munarman di twitter, namun yang pasti bukan polisi. Sebab pihak
kepolisian mengatakan tidak menerima laporan dari Munarman tentang pemukulan
yang terjadi atas dirinya.
Saya sendiri tak kenal Munarman
termasuk sepak terjangnya kala menjadi aktivis di YLBHI. Namun menurut
kawan-kawan yang pernah mendapat pelatihan pengorganisasian darinya, Munarman
yang dulu tidak seperti Munarman sekarang ini. Menurut mereka Munarman adalah
orang yang asyik-asyik saja, tak mudah marah dan tak juga garang. Maka banyak
orang yang mengenalnya heran ketika wajahnya muncul di layar televisi saat
pasukan FPI menghajar para peserta pawai AKBP di kawasan Monas. Nampak dengan
jelas wajah Munarman kala mencekik salah seorang peserta pawai seolah-olah
ingin membunuhnya.
Sejak saat itulah Munarman menjadi
sosok antagonis dalam dunia gerakan di tanah air. Watak yang juga diamini
olehnya sebagaimana terlihat dari mimik wajahnya kala disorot oleh kamera
televisi. Loncatan dari satu sisi ke sisi lain yang berlawanan sebagaimana
dilakukan oleh Munarman adalah hal yang biasa ditemui dalam dunia gerakan
sosial dan politik dalam arti luas. Seorang yang pluralis menjadi anti pluralis
dan sebaliknya, bisa terjadi pada siapa saja. Apa yang membedakan antara satu
orang dengan orang lainnya adalah motifnya.
Ada seorang aktivis yang dulunya
sangat anti pemerintah kemudian menyeberang ke pihak pemerintah dengan menjadi
staf ahli, penasehat dan lain sebagainya. Ada juga yang awalnya sangat anti
politik praktis, menyerang kinerja dan sistem kepartaian namun kemudian bergabung
menjadi anggota partai yang dulu diserang olehnya. Dunia memang berputar,
sikap, perilaku, tindak tanduk dan pilihan orang bisa berubah, selama hal itu
tidak melanggar hukum dan tidak diatur sebagai tidak boleh maka perubahan
pilihan adalah sah-sah saja.
Perubahan dari satu sisi ke sisi
lain bisa jadi merupakan pertanda kedewasaan dalam berpikir dan bertindak, bisa
pula merupakan perubahan strategi dan jejaring aksi, namun bisa juga dilandasi
oleh alasan pragmatis demi mendapat peran yang lebih besar termasuk penghasilan
yang lebih pasti dan mapan.
Saya menduga, bertebarannya
hastag #savemunarman di timeline twitter muncul sebagai reaksi negatif atas
loncatan yang dilakukan oleh Munarman dari YLBHI ke FPI. Meski ada garis merah
dalam soal advokasi, namun antara YLBHI dan FPI jelas saling bertolak belakang.
YLBHI dikenal sebagai lembaga pembelaan hukum yang getol membela
kelompok-kelompok minoritas, yang beberapa diantaranya menjadi sasaran serang
FPI. Dan sialnya, Munarman masuk ke FPI bukan pada bagian ‘think tank’
melainkan justru berdiri di garda depan sebagai pemimpin pasukan, operator di
lapangan yang berhadapan dan melakukan aksi fisik pada lawannya. Padahal YLBHI
jelas merupakan lembaga yang mendidik anggotanya untuk anti kekerasan.
Belum lagi entah benar atau
tidak, Munarman dalam baju FPI jelas-jelas menentang dan menyerang aktivitas
Amerika Serikat di Indonesia. Namun konon kabarnya Munarwan yang adalah seorang
pengacara itu ternyata tercatat sebagai penasehat hukum PT. Freeport Indonesia.
Bahwa seorang pengacara tidak boleh membeda-bedakan klien, semua orang juga
paham. Namun aneh bin ajaib kalau seseorang dengan ideologi tertentu tiba-tiba
menjadi pembela atau bekerja untuk kelompok lain yang ideologinya
berseberangan. Ibarat kata, seseorang dengan sah dan sadar menyerahkan diri
untuk mengabdi kepada musuh.
Saya bukannya mau gila urusan
orang, namun fenomena ketidakkonsistenan kini kerap terhampar telanjang di
depan kita. Sebuah contoh buruk dalam persoalan integritas, ketidaksesuaian
antara omongan dan tindakan. Mirip iklan sebuah partai yang berteriak keras
‘say no to corruption’ tapi ramai-ramai bintang iklannya tersangkut-sangkut
kasus korupsi.
Entah apa reaksi Munarman (andai
dia mempunyai account twitter) membaca twit-twit yang bertebaran dan hastag
#savemunarman terus diretwitt . Saya membayangkan betapa lucunya andai Munarman
dengan wajah yang dibikin-bikin sangar bak aktor watak mengatakan “Masalah buat
lo”.
Pondok Wiraguna, 29 November 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar