Kontemplasi : HASTAG (2)

Rabu, 28 November 2012


#saveTKI

Suatu kali saya diminta bicara di depan ibu-ibu tentang perempuan dan korupsi. Tema itu sekelebat memunculkan bayangan wajah-wajah perempuan yang setahun terakhir ini banyak diperbincangkan pada ruang publik. Angelina Sondakh, Nunun Nurbaety, Wa Ode Nurhayati, Miranda Goeltom, Hartato Moerdaya Poe dan lain-lain, adalah sosok perempuan yang pintar, punya kedudukan tinggi, pergaulan luas dan kompeten pada bidang masing-masing.  Namun kemudian mereka jadi bulan-bulanan pemberitaan karena ditenggarai terperosok dalam Tindak Pidana Korupsi.

Saat memikirkan outline untuk membuat tulisan sebagai bahan presentasi, saya mengingatkan pada diri sendiri agar tidak ikut-ikutan membahas tema perempuan dan korupsi dengan kehebohan layaknya berita-berita di media massa. Saya tak bisa menutup mata soal bias gender dalam pemberitaan media tentang korupsi andai pelakuknya adalah perempuan. Berita menjadi lebih berwarna dengan pokok-pokok lain yang tak ada hubungannya dengan perilaku korupsinya. Angelina Sondakh misalnya diobrak-abrik sampai urusan belanja, baju, merk sepatu, tas hingga sampai urusan yang hampir mendekati kamar tidur.

Pembuat berita seolah ingin mengkonstruksi kalau perilaku koruptif perempuan didorong oleh ‘kebutuhan’ untuk memenuhi gaya hidupnya yang tinggi, standard gaya tertentu yang harus diikuti pada kelas sosialita. Standard yang mungkin tak akan bisa dipenuhi andai hanya mengandalkan isi dompet dari gaji dan tunjangan semata. Tentu saja imajinasi seperti ini amat naif terutama jika disangkutkan dengan jenis korupsi yang terkait dengan politik. Korupsi yang maha raksasa dan tak tentu uang yang dirampok masuk ke kantong sendiri.

Bukan karena ingin menyenangkan pengundang yang adalah kaum perempuan kalau kemudian saya menegaskan tidak relevan membahas korupsi dari sisi penyebab dengan status atau jenis kelamin pelakuknya. Korupsi tak punya urusan apakah seseorang laki-laki atau perempuan. Probabilitas untuk melakukan korupsi sama antara perempuan dan laki-laki. Sebab korupsi lebih terkait dengan kedudukan, kekuasaan, peluang dan tekanan pada seseorang yang berada di sebuah sistem.

Secara sosilogis dan psikologis ada pandangan bahwa perempuan lebih mampu menahan diri untuk tidak melakukan penyimpangan karena mempunyai standar moral lebih tinggi dari laki-laki. Namun pandangan seperti ini tidak mutlak benar adanya. Dalam sebuah sistem yang korup, standar moral seseorang menjadi tak berguna karena tekanan. Seseorang bisa bertahan tidak korupsi andai kemudian memilih keluar dari lingkungan itu. Namun siapa yang berani melakukan tindakan frontal seperti ini?. Saya yakin tidak banyak yang berani melakukannya dengan segala pertimbangan di belakangnya.

Oleh karenanya saya justru lebih memfokuskan pada perilaku koruptif dan dampaknya pada perempuan. Bagi saya perempuan justru lebih sering menjadi korban utama dari perilaku korupsi. Perempuan menanggung kerugian dan beban tambahan akibat perilaku korupsi yang dilakukan oleh orang lain.

Sekali lagi tak ada maksud bagi saya untuk menyenangkan kaum perempuan dengan seolah-olah mendudukkan diri sebagai orang yang peduli pada kelompok ini. Realita TKI utamanya Tenaga Kerja Wanita di luar negeri adalah salah satu pokok yang bisa menjadi contoh tentang perempuan sebagai korban perilaku koruptif. Para ahli dengan aneka penelitian berani menyatakan bahwa salah satu dampak dari korupsi adalah pada perekonomian negara yang melemah. Ekonomi yang tidak mampu memberi kesejahteraan pada masyarakatnya secara luas, perkembangan ekonomi yang tidak mampu mewadahi ‘partisipasi perempuan’ untuk bekerja, mencari pendapatan untuk menopang kehidupan dan kebutuhan hidup baik dirinya sendiri maupun keluarga.

Tingginya perilaku dan praktek korupsi dalam penyelenggaraan kepemerintahan di Indonesia membuat investasi yang tumbuh subur adalah ‘investasi hitam’, investasi yang merusak lingkungan karena bertumpu pada industri ektraktif yang ekploitatif. Industri ini adalah industri yang tidak ramah terhadap perempuan, dimana jumlah peluang kerja untuk perempuan sedikit. Selain itu industri ektraktif biasanya juga mendorong tumbuh suburnya industri hiburan malam dimana perempuan menjadi korban karena dijadikan ‘komoditas’ untuk menarik pelanggan yang utamanya adalah laki-laki. Dampak dari industri ektratif yaitu polutan, juga amat merugikan perempuan utamanya jika sampai menimbulkan gangguan pada reproduksi. Pencemaran udara dan air bisa mengakibatkan kasus keguguran pada ibu hamil atau kelahiran dengan bayi yang cacat secara genetis.

Banyaknya industri di Indonesia yang tidak menyediakan kesempatan kerja pada perempuan dalam jumlah yang besar mengakibatkan banyak perempuan terutama yang tidak mempunyai ketrampilan khusus memilih untuk bekerja menjadi TKW di luar negeri. Pilihan pekerjaan yang penuh resiko karena mereka bekerja di lingkungan yang jauh dari rumah dan berada di luar jangkauan serta pengawasan dari pemerintah. Apapun bisa terjadi terhadap mereka tanpa diketahui oleh kita yang ada disini.  Banyak cerita yang menunjukkan bahwa TKW terus menerus menjadi korban sejak masih berada di Indonesia hingga sampai ke luar negeri dan kembali lagi ke Indonesia.

Kisah lingkaran korupsi nampaknya dekat dengan para TKW, mulai dari menyuap untuk memperoleh dokumen-dokumen yang diperlukan untuk keberangkatan, gaji yang dipotong dengan hitungan yang tidak transparan oleh agen pengirim dan kemudian menjadi sasaran pemerasan ketika pulang oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab di pintu masuk wilayah NKRI.

Bahwa kemudian pemerintah bekerja keras untuk memperbaiki  kondisi lewat berbagai satgas atau pokja itu perlu diapresiasi. Namun kisah derita TKW mulai dari saat hendak berangkat, ketika bekerja di luar negeri dan saat kembali ke Indonesia masih saja menceritakan banyak lakon duka nestapa. Tak heran jika kemudian hastag #saveTKI menjadi salah satu pokok yang kerap muncul dalam twitterland.

Pondok Wiraguna, 27 November 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum