Penyapu Jalan Yang Terlupakan
Menonton bola dari tengah
malam sampai matahari memancarkan terangnya membuat saya menyentuh kasur
sekitar jam 7 pagi. Dan tahu-tahu terbangun sekitar jam 1 siang, bukan karena
kantuk sudah hilang melainkan karena rasa lapar mulai menyerang perut. Dalam
keadaan ‘ayam-ayam’ saya diberi tahu bahwa ada tetangga yang meninggal dini
hari tadi dan sudah dikebumikan. Saya kenal baik ibu itu karena dulu dia yang
membantu mengantar jemput kemenakan dan kemudian juga anak saya ketika mereka
sekolah di TK. Bantuan mengantar jemput itu kemudian terhenti karena ada
kesibukan lain yang dilakukan oleh ibu itu.
Kabarnya, ibu itu meninggal
karena mengalami kecelakaan ditabrak mobil saat hendak berangkat bekerja
sebagai petugas kebersihan. Ya, setiap pagi (dini hari) ibu itu bersama anak
sulungnya bekerja menyapu salah satu ruas jalanan di kota Samarinda. Pada hari
yang naas, minggu dini hari sebuah mobil double cabin yang melaju kenjang,
menghantam motor ibu itu sehingga terlempar cukup jauh. Sang ibu meninggal di
tempat, sementara putranya dalam kondisi kritis dan dirawat di rumah sakit
tanpa sadar serta tahu kalau ibunya telah tiada.
Saya tak mendapat gambaran
persis soal siapa yang berada di mobil double cabin itu, namun katanya sang
sopir mabuk setelah semalaman menghabiskan waktu di tempat hiburan. Ya, malam
itu malam minggu, malam dimana banyak orang yang kelebihan duit
menghamburkannya di table tempat hiburan malam. Bisa dipastikan bahwa jutaan
rupiah dihabiskan oleh pengendara mobil itu hingga kehilangan kesadaran dan
memacu mobil kesetanan di dini hari.
Sungguh ironis, seseorang yang
menghabiskan uang berjuta-juta dalam waktu beberapa jam dan hanya menghasilkan
penurunan kesadaran diri (mabuk) kemudian berkendara dan mencelakai orang lain
yang bekerja keras di kala orang lain terlelap dengan penghasilan yang mungkin
hanya senilai sebotol minuman luar negeri yang ditenggak penabraknya.
Bukan sekali dua kali, ibu-ibu
penyapu jalan ditabrak atau disambar oleh pengendara yang pulang dari tempat
hiburan malam. Saya pernah mendapat cerita, tentang ibu penyapu jalan yang
ditabrak hingga patah kakinya. Dan sang penabrak kabur, lari entah kemana.
Untuk biaya operasi kakinya yang patah, ibu penyapu jalan itu harus menanggung
biaya hingga puluhan juta rupiah, yang mungkin saja tak akan terkumpul meski
dia menabung semua penghasilannya selama bertahun-tahun.
Ada puluhan tetangga saya yang
kebanyakan adalah ibu-ibu bekerja sebagai petugas kebersihan kota. Ada yang
bekerja dari pagi hingga siang hari, ada yang siang hingga sore hari, namun
banyak pula yang mulai berangkat untuk membersihkan jalanan semenjak jam 2 – 3
dini hari. Yang bisa mengendarai motor akan berangkat sendiri atau berboncengan
dengan rekan sekerjanya, namun ada juga yang perdi diantar suami atau anaknya.
Berangkat dan bekerja pada
dini hari tentu saja mempunyai resiko yang tinggi. Suasana jalan yang lenggang
dan sepi adalah saat yang tepat bagi orang-orang yang punya niat tak baik untuk
melakukan aksinya. Belum lagi pengendara-pengendara lain yang menganggap
jalanan masih sepi sehingga memacu kendaraan tanpa sikap waspada. Pada jam itu
pula biasanya orang-orang penggila dunia hiburan malam pulang dalam keadaan
‘teler’ sehingga tidak awas dalam membawa kendaraan.
Di dalam kondisi seperti
itulah ibu-ibu penyapu jalan bekerja tanpa dilengkapi alat atau perangkat
keamaan seperti rompi dengan warna mencolok atau berpendar kala terkena sinar
lampu. Atau tanda lain yang membuat pengendara bisa melihat bahwa tengah ada
orang yang bekerja membersihkan jalanan. Bunyi sapuan sapu lidi di jalanan tidak cukup untuk membuat
pengendara yang akan lewat berhati-hati, mengurangi kecepatan kala melewati
ibu-ibu penyapu jalan.
Karena bangun kesiangan, saya
tak sempat melayat untuk memberi penghormatan kepada ibu penyapu jalan yang
meninggal kala melaksanakan tugas dan pengabdiannya pada kota ini. Hanya doa
yang bisa saya panjatkan dengan harapan agar arwahnya beristirahat dengan
tenang dalam rumah Allah. Tak lupa saya berdoa agar putra sulungnya diberikan
jalan terbaik pada masa kritisnya. Semoga pula pihak yang berwenang, pemerintah
kota dan dinas yang terkait memberi perhatian pada keluarga yang ditinggalkan
olehnya. Saya tahu persis, salah satu putranya yang bernama Ariel adalah teman
sekelas putri saya kala duduk di TK dahulu. Tentu saja Ariel butuh bantuan
untuk melanjutkan pendidikan dasar yang baru saja dijalaninya.
Dan untuk penabraknya yang
saya tahu tidak sengaja, namun sengaja memabukkan dirinya. Dari jenis mobil
yang dipakai, bukannya saya mau menuduh sembarangan tapi kemungkinan besar
terkait dengan dunia pertambangan. Saya berharap mereka cepat sadar, bahwa uang
besar yang mereka peroleh jangan lagi dihambur-hamburkan untuk mendapat
kesenangan sesaat yang menyengsarakan orang lain seumur hidupnya. Gunakanlah
uang yang diperoleh dengan mengaduk-aduk bumi dan tanah di Samarinda ini, andai
kemudian berlebih untuk kebaikan kota dan warga Samarinda.
Pondok Wiraguna, 18 November
2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar