Multilinggual
Apa hebatnya orang Indonesia
dibanding bangsa-bangsa lainnya di dunia?. Menurut seorang teman yang tidak
perlu lagi diragukan pengetahuan dan kecintaannya pada Indonesia, kehebatan
orang Indonesia dibandingkan bangsa lain adalah kenyataan bahwa orang Indonesia
adalah multilanguage. Mau tidak mau saya harus mengakui amatannya yang tajam
ini, karena benar dibanding orang USA dan Inggris yang kemungkinan besar hanya
berbahasa Inggris, rata-rata orang Indonesia menguasai lebih dari dua bahasa.
Saya yang lahir di Jawa Tengah,
sejak kecil berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa,
kemudian mulai sedikit-sedikit berbahasa Indonesia ketika masuk TK. Ketika
masuk SD mulailah menggunakan bahasa Indonesia untuk pengantar pelajaran sehari-hari.
Kemudian masuk SMP dan mulai belajar
berbahasa Inggris meski kemudian hanya menguasai percakapan sederhana semacam
how are you today dan fasih mengatakan I love you. Saat SMA sempat juga saya mempelajari bahasa German
dengan buku paket Wir Sprechen Deucth. Setamat SMA, sebelum melanjutkan
pendidikan di Sekolah Tinggi, selama setahun saya mengikuti suatu pendidikan
khusus yang disebut dengan Kelas Persiapan Atas, disini saya belajar bahasa
Latin yang bikin sakit kepala.
Kekayaan ragam bahasa di negeri
Nusantara memang luar biasa banyaknya. Akan sulit bagi seseorang untuk
menguasai seluruh bahasa Nusantara, atau bahkan tak mungkin. Kita mengenal nama
suku-suku besar dengan sebutan generik. Misalnya Minahasa, yang sesungguhnya
mempunyai banyak sub etnis seperti Tonsea, Toundano, Toutemboan, Tombulu, Jawa
Toundano dan lainnya yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri dan tidak
dipakai oleh sub etnis lainnya. Demikian juga dengan suku Dayak yang mempunyai
lebih banyak sub etnis di dalamnya mulai dari Tunjung, Kenyah, Punan, Modang,
Bahau, Benuaq, Ngaju, Agabag, Busang dan lain-lain yang masing-masing mempunyai
bahasa sendiri yang tidak dimengerti oleh sub etnis lainnya. Dan keragaman yang
lebih besar juga akan ditemukan di Papua, dimana keragaman sukunya sangat
tinggi, kemungkinan setiap kecamatan (distrik) mempunyai bahasa daerah
sendiri-sendiri.
Keragaman bahasa Nusantara akan
lebih diperkaya lagi dengan aneka dialek atau logat dalam satu bahasa. Misalnya
bahasa Jawa, bahasa yang dipakai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski
sama-sama mengatakan berbahasa Jawa, ada banyak perbedaan gaya dan pengucapan
banyak kata pada masing-masing daerah. Maka tak heran gaya bahasa Jawa orang
Solo, Jogya, Surabaya, Semarang, Banyumas, Tegal, Malang dan seterusnya
berbeda-beda. Saya misalnya dibesarkan di daerah yang bahasa Jawanya terjepit
diantara pengaruh Yogya dan Banyumasan. Maka kala berbicara bahasa Jawa dengan
orang-orang Jawa Timur, terkadang menemukan beberapa kata yang tidak saya
mengerti benar-benar.
Sayang memang, kekayaan seperti
ini tidak dimaksimalkan. Padahal secara universal berlaku semacam pemahaman
bahwa seseorang yang menguasai banyak bahasa menunjukkan bahwa wawasan dan
pergaulannya luas. Bahasa juga mendekatkan seseorang dengan orang lainnya. Dan
dalam konteks Indonesia andai kita saling tahu bahasa ibu maka pergaulan antar
masyarakat kita yang plural akan semakin baik dan dekat. Bukankah kita akan
merasa aman dan akrab jika bertemu dan berbicara orang yang berbahasa sama
dengan kita?.
Hanya saja dalam urusan
berbahasa, semakin banyak orang yang menggunakannya maka semakin kuat pengaruh
bahasa itu pada orang lain. Ini menjadi masalah terutama bagi bahasa-bahasa
daerah yang dipakai oleh sekelompok kecil masyarakat. Perlahan tapi pasti bahasa
ini terancam punah karena tidak lagi digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Saya ambil contoh di Minahasa misalnya, kini tak lagi banyak anak-anak muda
yang tahu bahasa ibunya, bahasa Tombulu, Toutemboan dan lain-lainnya kebanyakan
hanya dipakai sebagai alat komunikasi orang tua di pedesaan. Sebagian besar
lainnya mungkin mengerti saat mendengar namun tak bisa mengatakan dalam bahasa
tutur (pasif). Dan sisanya tak mengerti sama sekali, atau paling hanya
menguasai beberapa kata yang populer.
Tantangan lain berkaitan dengan
keragaman budaya nusantara adalah perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi yang menyertakan bahasa universal dan populer. Bahasa yang
dimengerti oleh semua yang memanfaatkan penggunaan teknologi komunikasi dan
informasi tersebut. Kini semakin banyak orang bekomunikasi bukan dengan mulut
melainkan jari-jari. Berkomunikasi menggunakan bahasa tulis lewat berbagai
modus penyampaian pesan instan.
Pesan atau kata-kata yang
kemudian terbawa dalam percakapan sehari-hari sehingga muncul trend berbahasa
tertentu yang banyak menggunakan peristilahan atau pilihan kata-kata yang
tengah ‘in’ di dunia online. Sebenarnya menarik mengamati dan menyelami
perkembangan serta dinamika bahasa dalam masyarakat kita. Meski kadang-kadang
kita harus siap menghadapai kejutan-kejutan dalam prakteknya, sebab bahasa
bukan sekedar kata-kata tapi juga menyangkut perasaan dan emosi. Satu contoh
kecil yang kerap saya alami dalam berkomunikasi dengan anak saya tatkala ditanya sesuatu dia
menjawab dengan kalimat yang membuat pusing kepala. Misalnya ketika pulang
sekolah saya tanya, tadi di sekolah mempelajari apa, dan dijawab olehnya “Kasih ..tahu nggak ya?”. Astaga, tentu saja dengan agak marah saya
mengatakan padanya untuk tidak menjawab dengan kalimat seperti itu. Tapi apa
pula jawabnya “Masalah buat loe”.
Pondok Wiraguna, 19 November 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar