Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (94)

Minggu, 18 November 2012


Multilinggual

Apa hebatnya orang Indonesia dibanding bangsa-bangsa lainnya di dunia?. Menurut seorang teman yang tidak perlu lagi diragukan pengetahuan dan kecintaannya pada Indonesia, kehebatan orang Indonesia dibandingkan bangsa lain adalah kenyataan bahwa orang Indonesia adalah multilanguage. Mau tidak mau saya harus mengakui amatannya yang tajam ini, karena benar dibanding orang USA dan Inggris yang kemungkinan besar hanya berbahasa Inggris, rata-rata orang Indonesia menguasai lebih dari dua bahasa.

Saya yang lahir di Jawa Tengah, sejak kecil berbicara dan berkomunikasi dengan bahasa ibu yaitu bahasa Jawa, kemudian mulai sedikit-sedikit berbahasa Indonesia ketika masuk TK. Ketika masuk SD mulailah menggunakan bahasa Indonesia untuk pengantar pelajaran sehari-hari. Kemudian masuk  SMP dan mulai belajar berbahasa Inggris meski kemudian hanya menguasai percakapan sederhana semacam how are you today dan fasih mengatakan I love you.  Saat  SMA sempat juga saya mempelajari bahasa German dengan buku paket Wir Sprechen Deucth. Setamat SMA, sebelum melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi, selama setahun saya mengikuti suatu pendidikan khusus yang disebut dengan Kelas Persiapan Atas, disini saya belajar bahasa Latin yang bikin sakit kepala.

Kekayaan ragam bahasa di negeri Nusantara memang luar biasa banyaknya. Akan sulit bagi seseorang untuk menguasai seluruh bahasa Nusantara, atau bahkan tak mungkin. Kita mengenal nama suku-suku besar dengan sebutan generik. Misalnya Minahasa, yang sesungguhnya mempunyai banyak sub etnis seperti Tonsea, Toundano, Toutemboan, Tombulu, Jawa Toundano dan lainnya yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri dan tidak dipakai oleh sub etnis lainnya. Demikian juga dengan suku Dayak yang mempunyai lebih banyak sub etnis di dalamnya mulai dari Tunjung, Kenyah, Punan, Modang, Bahau, Benuaq, Ngaju, Agabag, Busang dan lain-lain yang masing-masing mempunyai bahasa sendiri yang tidak dimengerti oleh sub etnis lainnya. Dan keragaman yang lebih besar juga akan ditemukan di Papua, dimana keragaman sukunya sangat tinggi, kemungkinan setiap kecamatan (distrik) mempunyai bahasa daerah sendiri-sendiri.

Keragaman bahasa Nusantara akan lebih diperkaya lagi dengan aneka dialek atau logat dalam satu bahasa. Misalnya bahasa Jawa, bahasa yang dipakai di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meski sama-sama mengatakan berbahasa Jawa, ada banyak perbedaan gaya dan pengucapan banyak kata pada masing-masing daerah. Maka tak heran gaya bahasa Jawa orang Solo, Jogya, Surabaya, Semarang, Banyumas, Tegal, Malang dan seterusnya berbeda-beda. Saya misalnya dibesarkan di daerah yang bahasa Jawanya terjepit diantara pengaruh Yogya dan Banyumasan. Maka kala berbicara bahasa Jawa dengan orang-orang Jawa Timur, terkadang menemukan beberapa kata yang tidak saya mengerti benar-benar.

Sayang memang, kekayaan seperti ini tidak dimaksimalkan. Padahal secara universal berlaku semacam pemahaman bahwa seseorang yang menguasai banyak bahasa menunjukkan bahwa wawasan dan pergaulannya luas. Bahasa juga mendekatkan seseorang dengan orang lainnya. Dan dalam konteks Indonesia andai kita saling tahu bahasa ibu maka pergaulan antar masyarakat kita yang plural akan semakin baik dan dekat. Bukankah kita akan merasa aman dan akrab jika bertemu dan berbicara orang yang berbahasa sama dengan kita?.

Hanya saja dalam urusan berbahasa, semakin banyak orang yang menggunakannya maka semakin kuat pengaruh bahasa itu pada orang lain. Ini menjadi masalah terutama bagi bahasa-bahasa daerah yang dipakai oleh sekelompok kecil masyarakat. Perlahan tapi pasti bahasa ini terancam punah karena tidak lagi digunakan dalam percakapan sehari-hari. Saya ambil contoh di Minahasa misalnya, kini tak lagi banyak anak-anak muda yang tahu bahasa ibunya, bahasa Tombulu, Toutemboan dan lain-lainnya kebanyakan hanya dipakai sebagai alat komunikasi orang tua di pedesaan. Sebagian besar lainnya mungkin mengerti saat mendengar namun tak bisa mengatakan dalam bahasa tutur (pasif). Dan sisanya tak mengerti sama sekali, atau paling hanya menguasai beberapa kata yang populer.

Tantangan lain berkaitan dengan keragaman budaya nusantara adalah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang menyertakan bahasa universal dan populer. Bahasa yang dimengerti oleh semua yang memanfaatkan penggunaan teknologi komunikasi dan informasi tersebut. Kini semakin banyak orang bekomunikasi bukan dengan mulut melainkan jari-jari. Berkomunikasi menggunakan bahasa tulis lewat berbagai modus penyampaian pesan instan.

Pesan atau kata-kata yang kemudian terbawa dalam percakapan sehari-hari sehingga muncul trend berbahasa tertentu yang banyak menggunakan peristilahan atau pilihan kata-kata yang tengah ‘in’ di dunia online. Sebenarnya menarik mengamati dan menyelami perkembangan serta dinamika bahasa dalam masyarakat kita. Meski kadang-kadang kita harus siap menghadapai kejutan-kejutan dalam prakteknya, sebab bahasa bukan sekedar kata-kata tapi juga menyangkut perasaan dan emosi. Satu contoh kecil yang kerap saya alami dalam berkomunikasi dengan  anak saya tatkala ditanya sesuatu dia menjawab dengan kalimat yang membuat pusing kepala. Misalnya ketika pulang sekolah saya tanya, tadi di sekolah mempelajari apa, dan dijawab olehnya “Kasih ..tahu nggak ya?”.  Astaga, tentu saja dengan agak marah saya mengatakan padanya untuk tidak menjawab dengan kalimat seperti itu. Tapi apa pula jawabnya “Masalah buat loe”.

Pondok Wiraguna, 19 November 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum