Undur-Undur
Dalam situasi yang penuh
dengan ketidakpastian atas upaya-upaya yang telah dilakukan namun belum
memberikan hasil yang memuaskan apa yang kerap diimpikan oleh seseorang atau
sekelompok masyarakat?. Adalah biasa dalam kondisi tadi ada yang meyakini
sesuatu yang belum pasti terjadi sebagai nyata atas dasar cerita masa lalu yang
dimutlakkan benar sebagaimana diyakini.
Secara tradisional harapan
akan perbaikan instan muncul lewat mekanisme ratu adil, datangnya satu sosok
tertentu yang ‘terpilih’ dengan segala kedigdayaannya untuk menyelesaikan
segala persoalan. Konsep lain dikenal sebagai ‘cargoisme’ dimana sekelompok
masyarakat menyakini keberadaan sebuah gudang yang menyediakan segala sesuatu,
perbaikan terjadi dengan datangnya seseorang yang memegang kunci gudang itu. Harapan-harapan
seperti ini muncul dari latar cerita tradisional maupun ramalan-ramalan dari
pujangga besar di masa lalu.
Selain berdasar pada tradisi,
jalan untuk menyelesaikan persoalan terkini juga kerap ditawarkan dan dicita-citakan
oleh kelompok keagamaan. Mereka berkeyakinan berbagai carut marut dalam
kehidupan bermasyarakat maupun bernegara akan mencapai ideal jika didasarkan
atas sistem yang didasari ajaran agama. Masyarakat akan mencapai kondisi ideal
jika hidup dalam situasi sebagaimana yang dijalani oleh para ‘bapa-bapa
perdana’ di masa lalu. Cerita keberhasilan dan gambaran jaman keemasan agama
yang tidak selalu terkonfirmasi namun diimani sebagai bisa dengan serta merta
diterapkan dalam jaman ini.
Saya ingat ada binatang yang
disebut Undur-Undur. Disebut demikian karena binatang ini maju dengan cara
mundur. Barangkali apa yang dilakukan oleh berbagai kelompok ini tengah meniru
prinsip Undur-Undur dengan cara melihat praktek di masa lalu untuk kemudian
diterapkan pada saat ini demi masa depan yang gemilang. Persoalan apa yang
dipraktekkan di masa lalu selalu mempunyai keterbatasan yaitu ruang dan waktu.
Setiap praktek pengelolaan kehidupan bersama selalu terjadi sebagai pengalaman
semasa, apabila terjadi jeda atau diskontinuitas maka sistem atau praktek itu
akan beku. Menjadi sebuah catatan sejarah dan pengalaman jaman itu.
Praktek atau sistem yang telah
beku dan kemudian dicomot untuk dihadirkan pada masa kini bisa-bisa hanya akan
menjadi sebuah peragaan layaknya pentas di panggung sandiwara. Apa yang
dihadapi oleh jaman itu jauh berbeda dengan yang dihadapi oleh jaman ini,
banyak persoalan yang tidak dialami dan bahkan belum dipikirkan saat itu
menjadi sesuatu yang normal terjadi saat ini. Bagaimana sistem itu akan menghadapi
persoalan seperti ini andai tak ada dialog yang terus menerus antara sistem itu
dengan jaman yang melingkupi dari waktu ke waktu.
Saya tak punya pretensi untuk
menolak praktek adat, tradisi maupun iman keagamaan pada saat ini untuk menjadi
alat mencari jalan penyelesaian persoalan. Namun saya agak ngeri melihat
kecenderungan untuk memutlakkan, seolah hanya kebijakan adat dan ajaran agama
beserta hukum-hukumnya sebagai satu-satu cara yang memungkinkan untuk
menyelesaikan persoalan jaman. Buat saya ini merupakan sebuah keyakinan yang
buta sekaligus membabi buta, mengingkari kenyataan bahwa ada banyak sistem lain
yang menopang bumi dan dunia hingga mencapai kondisi perkembangan sampai dengan
saat ini.
Benar bahwa tidak banyak orang
atau kelompok yang mempunyai keyakinan seperti di atas. Namun meski kecil,
sepak terjang kelompok seperti ini memberi pengaruh psikologis yang besar untuk
masyarakat umum. Apalagi kelompok seperti ini gemar mengembangkan
apologi-apologi yang simplistis yang kerap membuat mereka yang berseberangan
segera mati kutu. Siapa juga yang mau dikatakan tak beriman, tak beragama,
kafir dan melawan kehendak Allah misalnya. Dan kelompok seperti ini tak
malu-malu dikatakan sebagai pengklaim kebenaran tunggal, sebab mereka merasa
menjalankan semua itu dalam terang tradisi, adat nenek moyang dan perintah
agama yang adalah juga perintah Allah.
Sebenarnya saya sendiri tidak
terlalu khawatir dengan kehadiran kelompok seperti ini, karena dalam jaman
manapun akan selalu ada kelompok seperti ini. Bisa jadi mereka sangat frustasi
kepada keadaan, mencoba berbagai cara namun tak menyelesaikan persoalan, maka
wajar jika kemudian semua dikembalikan kepada kebijakan nenek moyang dan
diserahkan dalam tangan Allah. Apa yang menjadi kekhawatiran sekaligus persoalan
bagi saya adalah kecenderungan dari pihak-pihak tertentu untuk memanfaatkan
kelompok seperti ini demi kepentingan jangka pendek, kepentingan kekuasaan
maupun ekonomi sesaat.
Banyak kali kelompok elit
entah penguasa politik, pemerintahan maupun ekonomi memanfaatkan
kelompok-kelompok seperti ini. Menjadikan kelompok ini untuk dijadikan tameng
atau dipinjam tangannya untuk menyelesaikan persoalan yang membuat kesulitan
bagi mereka. Persoalan-persoalan dilematis yang apabila ditangani oleh mereka sendiri
akan memerosotkan derajad pengaruh maupun popularitasnya di hadapan rakyat.
Dan atas salah satu cara modus
inilah yang membuat hukum, peraturan dan kebijakan pemerintah kerap diterabas
dengan perilaku-perilaku diluar hukum yang mengatasnamakan massa maupun umat.
Pondok Wiraguna, 17 November
2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar