Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (87)

Senin, 12 November 2012

E-KTP Eeeee....... Kok Nda Jadi-jadi

Setiap manusia sebagai ciptaan bernilai sama di hadapan Tuhan dan sesama, demikian ringkasnya ajaran mulia yang saya yakin diterima oleh sebagian besar dari kita tanpa protes. Hanya saja jumlah manusia yang amat banyak ini justru perlu pembeda, dan itulah yang disebut sebagai identitas. Identitas kemudian dimaterialisasi dalam bentuk untuk pertama adalah selembar surat atau akta lahir. Dan kemudian pada umur tertentu seseorang di Indonesia misalnya akan memperoleh selembar kartu yang disebut dengan KTP (Kartu Tanda Penduduk), namun tak berarti yang belum punya KTP dianggap bukan penduduk.

Proyek identitas ini di Indonesia adalah proyek jangka panjang yang belum tuntas-tuntas sampai sekarang. Bertahun-tahun lalu kita menyadari ada persoalan besar terkait dengan identitas dalam konteks kependudukan, hingga lahirlah sebuah keinginan untuk memberi identitas tunggal pada masing-masing orang atau istilah kerennya Single Identification Number. Proyek ini kemudian diejawantahkan dalam E-KTP.

Sebuah proyek yang sejak awal ramai diperbincangkan dan entah apa kabarnya saat ini. Saya sendiri pernah ikut-ikutan heboh terkena demam E-KTP, sampai gelisah menunggu undangan untuk pemotretan yang tidak sampai-sampai. Di kantor kecamatan saya melihat betapa ramai dan antusias orang untuk berfoto, merekam sidik jari dan retina mata untuk menjadi penanda yang sahih bagi kartu identitas yang baru. Seperti namanya yang mengandung istilah E, istilah yang merujuk pada teknologi komunikasi dan informasi, layanan pembuatan E KTP akan berhenti apabila jaringan internet lemot dan listrik mati.

Kini enam bulan lebih waktu telah saya lewati dan tak ada kabar kapan E KTP saya akan jadi. Pernah beberapa bulan lalu saya mendapat semacam pemberitahuan untuk mengambil E KTP saya di kecamatan. Dan penuh semangat saya pergi namun ternyata belum jadi juga. Konon E KTP ini diproses di Jakarta, sehingga wujud dalam bentuk selembar kartu identitas juga dicetak disana lalu dikirim dalam bentuk paket ke masing-masing daerah. Nah, akibat kelalaian pengirimnya konon E KTP yang sudah jadi banyak yang tersesat ke daerah lain.

E KTP sebagai sebuah proyek nasional, nasib dan kelakuannya tidak jauh berbeda dengan proyek-proyek nasional (massal) lainnya yang memang kerap kali tidak terkontrol dengan baik, tersendat-sendat dan sulit diprotes karena melibatkan banyak pihak yang kesemuanya jago ‘ngeles’. Secara sepintas proyek E KTP ini untuk saya sangat menguntungkan bagi produsen kamera Canon. Namun untuk saya patut disyukuri, dimana seri 1000D mengalami penurunan harga yang significan sehingga terjangkau oleh para ‘newbie’ dalam dunia fotografi. Bahkan kemudian Canon mengeluarkan seri 1100D dengan kemampuan yang mungkin lebih hebat dari 1000D namun harganya jauh lebih bersahabat.

Kembali ke soal E KTP, kolom-kolom informasi di dalamnya yang sebenarnya tidak terlalu penting untuk dicantumkan dalam lembarnya ternyata masih disertakan. Kolom seperti agama, status perkawinan dan pekerjaan misalnya ternyata masih muncul. Menurut saya seharusnya kolom seperti ini tak perlu ada. Apa kepentingannya coba?. Untuk apa informasi tentang agama, kawin atau belum kawin, kerjanya apa untuk menjadi syarat agar kita dianggap penduduk yang sah, bisa memberi suara dalam pemilukada, mendapat santunan dari pemerintah, dan berbeda dengan orang lainnya. Identitas sebagai pembeda antara satu orang dengan orang lainnya toh sudah cukup hanya dengan nama, tanggal lahir, alamat, tanda tangan, foto, juga bio identity seperti sidik jari dan rekaman retina mata.

Untuk apa orang ditandai dengan agama yang dianutnya, toh bisa saja agamanya berubah bahkan bisa jadi seseorang tidak beragama sebagaimana ditentukan oleh negara. Kolom agama bahkan bisa memancing diskriminasi, misalnya dalam urusan tertentu, pengurusnya sentimen pada agama tertentu sehingga ketika menemukan KTP dengan agama itu maka pemegangnya akan dipersulit. Yang terpenting dari KTP sebenarnya justru nomor identitas kependudukan yang sulit dipalsukan atau digandakan, itu saja. Sehingga mestinya KTP seringkas kartu kredit atau kartu ATM yang kerap hanya memuat nama dan seri nomor tertentu secara kasat mata di lembar kartunya. Informasi lain disimpan dalam microchip yang ada di kartu itu dan tidak perlu diketahui oleh orang lain kecuali oleh mereka yang ditugaskan mengoperasikan alat baca (validasi) untuk kartu itu.

KTP sebagai kartu identitas tak perlu diberi tugas lain atau diboncengi kepentingan lain seperti sebagai pendataan jumlah penduduk yang beragama tertentu. Pendataan yang konon penting untuk menghitung barangkali uang pembinaan pada masing-masing agama termasuk kepentingan pendirian rumah ibadah agama dimana ada ketentuan untuk mendirikan rumah ibadah perlu jumlah tertentu dari pengikutnya. Sebuah kebijakan yang aneh karena Tuhan dan Negara berharap kita taat beribadah namun untuk mendirikan rumah ibadah syaratnya justru tak terkait dengan keinginan untuk beribadah. Mestinya berdiri atau tidaknya rumah ibadah tergantung pada kemauan dan kemauan pengikut agama itu bukan pada hitung-hitungan jumlah pengikutnya.

Seorang teman saya pernah mengungkapkan gurauan (yang sebenarnya adalah keprihatinan) bahwa aturan seperti ini akan menyulitkan orang Kristen Protestan. Teman ini memelesetkan ayat dengan mengatakan di kalangan umat protestan ‘Barang 2 atau 3 orang berkumpul maka akan berdiri gereja”, seharusnya ayat itu ‘Barang 2 atau 3 orang berkumpul Tuhan akan hadir”. Dengan ragam gereja protestan bak bintang di langit maka banyak denominasi atau persekutuan gereja protestan sulit mendirikan gereja karena terganjal aturan negara tentang pendirian rumah ibadah.

Wah, sudah melantur saya ini, masak dari E KTP malah berkembang ke rumah ibadah. Sebaiknya saya hentikan saja tulisan ini sampai disini dengan doa “Ya Tuhan, semoga E KTP saya cepat jadi hingga bersemayam di dompet saya yang tipis ini”.

Pondok Wiraguna, 13 November 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum