Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (79)

Kamis, 08 November 2012

Dongeng, Kisah Sebelum Tidur

Setiap komunitas pasti mempunyai cerita atau dongeng yang diturunkan turun temurun. Saya yang terlahir di jaman sebelum listrik menerangi kampung dan televisi masih langka mengalami masa dimana orang tua terbiasa mendongengkan cerita kepada anak-anaknya sebelum tidur. Kisah yang didongengkan bermacam-macam, mulai dari kisah tentang terjadinya sesuatu (sungai, gunung, danau, desa dan lain-lain), kisah tentang binatang, kisah pewayangan, dewa-dewi sampai cerita tentang kesaktian dari tokoh-tokoh tertentu.

Setiap dongeng selalu mengandung pesan moral tentang perilaku yang mesti dilakukan dan mesti dihindari. Saat itu rasanya setiap orang tua mempunyai stok hafalan cerita-cerita yang kemungkinan diturunkan dari orang tuanya. Setiap cerita mempunyai alur atau pakem tersendiri, kemampuan orang dalam menceritakan, memberi bunga-bunga itu yang membedakan sebuah cerita menjadi menarik atau tidak. Sekarang saya menjadi orang tua, dan saya mempunyai seorang anak yang tentu saja juga menyukai dongeng. Sering kali sebelum tidur dia meminta saya bukan mendongeng melainkan membacakan dongeng. Dongeng yang berasal dari buku terbitan toko ternama dan berisi berbagai cerita Barbie.

Ya, nampaknya kebiasaan mendongeng cerita-cerita tradisional Indonesia (dongeng lokal Jawa, Sulawesi, Kalimantan, Sumatra, Papua dll), perlahan mulai terkikis. Bukan karena anak-anak tak suka lagi dongeng, melainkan telah muncul pendongeng-pendongeng lain yang lebih menarik tinimbang orang tua, bapak ibu, om tante atau kakek dan nenek. Kemajuan teknologi, komunikasi dan informasi membuat pendongeng tradisional kalah. Pertama radio misalnya, dongeng-dongeng di radio misalnya lebih menarik karena ada pemerannya dan dihiasi dengan musik latar sehingga lebih hidup. Saya ingat di jaman keemasan radio dulu cerita serial drama radio Saur Sepuh menduduki rating yang tinggi dan selalu dinanti siarannya.

Masa keemasan radio berlanjut dengan televisi, hampir setiap rumah mempunyai televisi. Cerita di televisi jauh lebih karena menyajikan gambar dan tokoh atau pemerannya memakai kostum sesuai dengan watak tokohnya, demikian pula setting atau latar cerita juga disesuaikan dengan apa yang hendak digambarkan. Cerita dari orang tua semakin tenggelam. Jika bosan menyaksikan tayangan televisi, di setiap rumah kini tersedia juga dvd player, anak-anak bisa memilih cerita atau film-film yang disukainya. Penetrasi dongeng dan cerita melalui kemajuan teknologi ini menyebar bukan hanya dikota-kota melainkan juga merasuk hingga ke desa-desa.

Kini tidak hanya anak kota saja yang mengemari dan bergaya layaknya bintang-bintang Korea, sebab anak-anak desa pun fasih menyebut nama film drama dan bintangnya serta band-band bergaya K-pop. Selain dongeng menjadi tak menarik, para pendongengnyapun juga ikut-ikut kerajingan menonton televisi dan dvd. Kini bapak, ibu dan anak sama-sama menontong dongeng dan cerita meski mungkin berbeda kesukaannya. Jadi sulitlah menemukan malam di mana bapak atau ibu mendongeng di bilik kamar tidur anaknya, yang terjadi justru kini bapak, ibu dan anak ribut memperebutkan remote untuk memutar dongeng atau cerita yang mereka sukai.

Beruntunglah khasanah dongeng daerah yang mendapat perhatian dan telah ditulis dalam bentuk buku dan kemudian sebagian dikembangkan dalam bentuk film entah dalam format siaran layar lebar, televisi atau DVD. Namun teramat banyak khasanah dongeng nusantara yang belum sempat digali, didokumentasikan entah dalam bentuk tulisan atau bentuk lainnya. Dongeng-dongeng ini terancam akan hilang karena penghafalnya mulai berkurang dan proses untuk menurunkan dari satu generasi ke generasi lainnya semakin terkikis jaman.

Nah, pertanyaannya mungkinkan kebiasaan mendongeng itu dihidupkan kembali. Tentu saja masih mungkin dan memang perlu, namun tentu saja sulit untuk diwujudkan. Pasti orang tua setuju bahwa dongeng banyak mengandung nilai, menjadi sarana untuk melakukan pendidikan moral dan ahklak bagi anak-anak, tetapi apakah orang tua sekarang punya waktu?. Atau apakah anak-anak akan tertarik dengan cara mendongeng orang tuanya yang barangkali tak menarik.

Maka diperlukan cara lain, dalam urusan dongeng mendongeng ini. Dongeng mungkin tak perlu lagi dikisahkan di kamar anak-anak, tidak juga perlu setiap malam kala anak-anak hendak tidur. Dongeng akan lebih menarik jika dilakukan dalam kelompok dan dibawakan oleh pendongeng yang mempunyai kemampuan bertutur atau berkomunikasi secara baik dan dibantu dengan perangkat-perangkat tertentu. Dongeng dalam kelompok bisa dilakukan di lingkungan sekolah, baik formal maupun informal, seperti sekolah minggu, sanggar belajar, tempat pengajian Alqur’an dan lain sebagainya.

Kelompok pembelajaran (agama maupun ketrampilan lainnya) di luar sekolah biasanya mempunyai sumberdaya yang jauh lebih mumpuni ketimbang orang tua. Tantangannya adalah melahirkan para pembimbing kelompok-kelompok belajar informal di luar sekolah menjadi pendongeng-pendongeng yang handal. Pendongeng yang mampu memberi pendidikan pekerti dan ahlak melalui cerita dengan cara yang menarik. Dongeng yang membuat anak-anak kemudian mampu tidur nyenyak di malam hari, bukan seperti dongeng televisi atau DVD yang malah membuat anak-anak lupa waktu tidurnya.

Pondok Wiraguna, 8 November 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum