Jangan Kaget dan Heran
Pagi ketika nyawa belum genap
alias sudah terbangun tapi mata masih ‘kriyep-kriyep’, saya melangkah menuju
depan televisi. Beruntung sudah ada segelas kopi mix di meja, seteguk dua teguk
membuat tenggorokan terasa lega dan siap menghirup sebatang rokok kretek
berfilter.
Di layar televisi yang menyajikan
program berita selebriti tengah menayangkan kabar tentang seorang yang konon
berprofesi sebagai model, mengendarai mobil honda jazz dan menabrak 7 orang di
jalanan. Model itu ternyata hanya mengenakan pakaian dalam saat mengemudikan
mobil. Konon kabarnya dia mengalami halusinasi akibat mengkonsumsi zat adiktif.
Tak lama kemudian di sebuah grup
BBM yang saya ikuti ada kiriman gambar dari model itu yang lagi-lagi katanya
diambil sesaat sesudah dia sadar (siuman). Dan gambar yang diklaim sebagai asli
oleh pengirimnya memang menunjukkan model itu hanya mengenakan bra dan celana
dalam. Ramai anggota grup membahas masalah ini, namun saya tak berminat untuk
ikut meramaikannya.
Atas kejadian seperti ini, Mbah
saya biasanya mengatakan ini adalah goro-goro, pratanda kalau dunia mulai
‘bubrah’. Jadi jangan kaget dan juga tak perlu heran. Saya mencoba untuk tidak
mudah kaget dan tak mudah heran agar tidak mudah terserang penyakit jantung dan
terbawa-bawa dalam mimpi. Toh, sebenarnya peristiwa yang mengagetkan dan
mengherankan silih berganti terjadi sehingga menjadi biasa.
Siapa coba yang tidak kaget dan
heran melihat ada anggota DPR yang masih muda tapi korupsinya luar biasa. Siapa
yang tidak heran ada politisi yang menjadi bintang iklan anti korupsi tapi
kemudian jadi tersangka. Siapa yang tidak kaget dan heran ada seorang politisi
senior, terhormat di kalangan agamawan kemudian ternyata ketahuan menyuap.
Siapa yang tak keget dan heran melihat seseorang yang baik di depan publik
ternyata gemar menampar istrinya. Dan terakhir misalnya tentu saja semua orang
harus kaget dan heran ketika seorang pelajar yang ikut tawuran menyatakan puas
karena telah membunuh lawan tawurannya.
Jadi betul kata Mbah saya agar
tidak mudah kaget dan heran, persoalannya kalau kita kerap duduk di muka
televisi, hal-hal yang menyebabkan kekagetan dan keheranan akan muncul silih
berganti, menit demi menit. Jadi kalau kita ikuti terus tentu jantung akan
bekerja keras dan perasaan kita akan terus teraduk-aduk. Bukan hanya hal-hal
nyata saja yang membuat kita kaget dan heran, cerita-cerita sinetron di
televisi misalnya juga menyajikan hal yang berefek sama. Misalnya mana ada haji
yang berurai air mata memohon doa pada Allah agar membatalkan keberangkatan seorang
haji lainnya.
Namun tidak kaget dan tidak heran
bukan berarti tak memberi perhatian. Kepedulian dan perhatian tetap diperlukan,
mengingat kejadian-kejadian tadi mungkin saja mengenai orang-orang yang kita
kenal, orang-orang yang dekat atau bahkan bersaudara dengan kita. Di jaman yang
berjalan semakin cepat dan tidak linear lagi ini saya merasa tugas sosial kita
semakin berat. Banyak kali kita tersadar merasa ada yang salah disekitar kita
ketika sesuatu telah terjadi. Banyak orang sadar telah menjadi korban
lingkungan entah lingkungan pergaulan maupun lingkungan tempat tinggal, tapi
tak banyak yang punya niat untuk memupuk modal sosial dalam lingkungannya.
Novi demikian nama model yang
menabrak 7 orang itu konon adalah seorang perantau di Ibukota, tinggal sendiri
dalam apartemen dan tidak mempunyai banyak teman. Hidup sendiri, berjuang untuk
eksis dan tinggal di lingkungan yang tidak memperdulikan satu sama lain tentu
saja membuat dirinya tertekan kala mengalami masalah. Dan berat tidaknya
masalah tidak tergantung pada masalah itu sendiri melainkan pada kekuatan
seseorang untuk menghadapinya. Kekuatan yang tidak semata-mata berasal dari
dirinya melainkan juga dari lingkungan atau lingkaran paling dekat. Jika ini
tida dipunyai maka beban akan ditanggungnya sendiri. Adalah sebuah
kecenderungan manusiawi bagi seseorang untuk ingin lepas (melupakan sesaat)
dari beban secara cepat. Caranya tentu saja bermacam-macam, ada yang positif
dan ada pula yang negatif. Dan Novi misalnya lebih memilih untuk melepaskan beban
sembari menikmati hidup dengan mengkonsumsi zat adiktif.
Berhadapan dengan masalah, saya
ingat ajaran yang disampaikan oleh dosen psikospiritual yang mengatakan hidup
sesungguhnya adalah perjalanan dari satu masalah ke masalah lainnya. Tugas
kehidupan kita adalah mengatasi masalah itu sehingga lebih kuat, lebih terampil
dan kemudian mampu pula untuk mengatasi masalah di luar diri kita (lingkungan
dan masyarakat atau orang lain). Dengan demikian masalah harus dihadapi dengan
cara yang baik dan benar, bukan dengan mengkompensasi dengan masalah lainnya.
Refleksi saya atas berbagai
permasalahan yang muncul dari pelbagai pemberitaan mengafirmasi bahwa yang
dikatakan oleh dosen saya dulu itu memang benar. Kita kerap lari dari masalah
dengan cara yang kemudian menimbulkan masalah baru sehingga membuat banyak
orang terkaget-kaget dan terheran-heran.
Pondok Angkringan, 15 Oktober 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar