Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (56)

Kamis, 18 Oktober 2012


Ciyuusss ....Miapah Cih?.

Untuk mampu berkata-kata dengan jelas setiap anak mesti belajar mengkoordinasikan antara telinga dan mulut agar mengeluarkan bunyi yang sinkron atas kata yang dimaksud. Ada anak-anak yang mampu langsung mengeluarkan kalimat-kalimat yang jelas, tapi kebanyakan tidak. Selalu saja ada kata-kata tertentu yang tidak genap ucapannya. Misalnya susu dikatakan dengan cucu, nyunyu dan seterusnya. Bahkan terkadang jauh sekali, saya ingat anak saya tidak pernah berhasil menyebut selimut. Dia selalu mengatakan ‘biyuk’ ketika meminta selimut.

Kata-kata seperti mamam untuk makan, pakpung untuk mandi, alan-alan untuk jalan, grung-grung untuk motor adalah kata yang muncul dari karya dan gaya bicara anak-anak kecil. Mereka yang usianya udah lebih dari 5 tahun biasanya akan dimarahi oleh orang tuanya apabila masih berkata dengan pilihan kata seperti itu.

Namun senyatanya perkembangan kata tidak selalu terkait dengan usia. Kini di media sosial mulai muncul jenis kata-kata yang seolah menunjukkan para penggunanya tengah mengalami regresi. Sekurang-kurangnya ini terlihat dalam pilihan kata ketika sedang ‘berkicau’.

Contohnya kata ciyus, awalnya saya bingung soal apa maksud kata ini. Terbayang di benak saya ini adalah gaya bahasa anak alay dan lebay untuk mengatakan see you soon. Tapi setelah saya perhatikan konteksnya nampak bukan itu yang dimaksud. Setelah mulai banyak yang memakai akhirnya saya tahu kalau ciyus itu adalah penganti kata serius. Lalu ada lagi kata miapah, yang konon meringkas kata demi apa.

Sebenarnya seru juga melihat perkembangan kata di twitter atau media sosial lainnya. Tapi khusus untuk twitter, ringkas meringkas kata memang penting mengingat ada batas jumlah kata untuk satu kali kicauan. Batasan ini yang kemudian membuat banyak orang yang kreatif mencipta kata baru agar timeline tak penuh dengan singkatan yang biasa-biasa saja.

Masalahnya jika kemudian bahasa kicauan ini dibawa ke bahasa percakapan vis a vis, percakapan tatap muka. Betapa orang yang tidak masuk warga twitland akan terkejut-kejut mendengar gaya bicara dengan bahasa twitter. Saya sendiri pernah merasakan pengalaman terganggu oleh sahutan-sahutan dengan memakai gaya di twitter. Bagi saya rasanya aneh bin ajaib kalau dalam percakapan tatap muka seseorang memakai gaya bicara layaknya di timeline.

Mungkin saya terlalu dunggu untuk ikut perkembangan dunia cakap bercakap, tapi saya masih belum dunggu untuk melihat betapa orang terganggu konsetrasi juga suasana hatinya kala berbicara serius kemudian ada yang menyahut “terus gue harus bilang wow gitu”. Pembicaraan terus berhenti, sepertinya gara-gara sahutan model begitu seseorang itu langsung hilang nafsunya untuk meneruskan pembicaraan.

Maka menurut saya setiap orang bukan hanya perlu kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan finansial belaka melainkan juga kecerdasan oral, kecerdasan dalam berbicara. Bukan asal main sruduk, seperti me-retweet kicauan orang lain. Atau layaknya memberi jempol pada status di facebook.

Perbincangan tatap muka selalu bukan hanya melibatkan ucapan yang terdengar lewat mulut tapi juga ekpresi dan bahasa tubuh serta konteks hubungan langsung tanpa sekat. Itu akan berbeda dengan perbincangan di dalam dunia maya yang mana selalu ada batas juga jeda.

Saya tentu saja tidak berhak melarang siapapun untuk mengatakan ciyus atau miapah pada saya, tapi kalau boleh saya mohon jangan sekali-kali ucapkan itu kala bertatap muka dengan saya. Sorry to say dan mohon maaf sebelumnya kalau ada ludah terlontar dari mulut saya.

Pondok Angkringan, 13 Oktober 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum