Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (54)

Rabu, 10 Oktober 2012


Menegakkan Keadilan Dengan Segala Cara

Apa tanda-tanda sebuah bangsa atau negara tengah dipenuhi koruptor?. Mungkin ada yang menjawab adanya lembaga yang dibentuk untuk memberantas korupsi. Benar, tapi tidak selalu. Kalau begitu adanya jumlah koruptor yang banyak ditangkap diadili dan dihukum. Betul juga tapi masih bisa dibantah. Lalu apa coba?. Konon seorang penulis pernah mengatakan bahwa gejala sebuah bangsa atau negara tengah akut dilanda korupsi, adalah untuk menegakkan keadilanpun harus dilakukan dengan segala cara (maksudnya menghalalkan segala cara).

Saya semalam (8 Oktober 2012) tidak dengan perhatian penuh mendengar pidato SBY untuk menanggapi kisruh yang berkali-kali terjadi antara KPK dan Polri. Karena saya memang tidak berniat untuk mendengarkan bukan malas tapi sudah punya kesimpulan dulu yaitu paling-paling juga begitu-begitu. Meski mendengar sekilas saja namun terpaksa saya terkejut dengan pidato SBY yang ternyata tidak seperti biasanya. Meski masih agak melenggang kesana kemari namun pada akhirnya SBY berani memilih untuk mengatakan ini ketimbang itu.

Point yang ingin saya ambil adalah SBY mengatakan bahwa proses penanganan Polri atas Novel Baswedan tidak tepat baik soal waktu atau soal cara. Nah kata ini penting, bukan karena skak mat untuk Polri. Sebab masih banyak kata-kata yang jauh lebih tegas dan lugas diungkap oleh pihak lain terhadap Polri. Tapi karena ini yang mengatakan adalah presiden, dihadapan publik maka terkandung perintah jangan melakukan itu lagi. Stop sampai disitu saja. Dan Polri harus mengikuti karena Presiden adalah atasan langsung Polri.

Profesor Muladi mengatakan bahwa banyak prestasi Polri dalam bidang cyber crime, perdagangan obat bius, trafficking, terorisme dan lain sebagainya. Namun beliau tidak menutupi kenyataan bahwa Polri juga gudangnya maling, baik maling besar maupun maling kecil. Maka disini relevansi soal pernyataan bahwa sebuah bangsa (institusi atau lembaga) yang korup bahkan untuk menegakkan keadilan (hukum) pun akan dilakukan dengan menghalalkan segala cara.

Ini tercermin atas apa yang dipertunjukkan oleh Polri dalam kasus Novel Baswedan. Benar kalau Novel Baswedan salah dan terbukti menembak (tidak sesuai prosedur) maka wajib hukumnya untuk dihukum. Dan ini sesuai dengan azas bahwa siapapun sama kedudukannya di hadapan hukum. Kedudukan Novel sebagai penyidik KPK tidak menghalangi hal itu.

Tapi mari kita belajar dari berbagai kasus lain, kasus menembak sembarang yang dilakukan oleh polisi. Ada ratusan dan bahkan bukan hanya kepada orang yang disangka berlaku kriminal, orang yang demo menuntut haknyapun banyak yang dihujani tembakan. Saya bukan hendak mengatakan apa yang dilakukan oleh Novel adalah hal biasa sehingga perlu dimaklumi. Bukan itu, tapi menurut keterangan, Novel telah diproses oleh Polri, dan diberi peringatan keras. Dan mungkin berujung pada pindah. Nah, tiba-tiba kok proses dibuka kembali dan ditegaskan oleh saksi lain bahwa Novel yang menembak. Kasus ini dibuka konon atas aduan dari korban.

Nah seandainya memang benar demikian, maka yang dimaksud dengan segala cara adalah, kecepatan Polri Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka dan harus ditangkap. Entah khawatir kalau Novel akan lari maka harus segera dijemput pula dari KPK. Itu alasan yang paling masuk akal, sebab kalau menghilangkan barang bukti, bukti apa yang bakal dihilangkan oleh Novel?. Kalau benar dia menembak tentu pistolnya juga tidak dibawanya kala pindah ke Jakarta.

Saya mencoba mengesampingkan soal kisruh antara KPK dan Polri, untuk menilai apakah perilaku Polda Bengkulu yang ngeluruk itu pantas atau tidak. Menurut sayapun tetap tidak pantas. Seolah-olah Novel itu mahkluk berbahaya. Bakal mengulangi perbuatannya jika tidak segera ditangkap. Dan kepergian Novel dari Bengkulu juga bukan karena melarikan diri, melainkan karena rotasi tugas yang lintas teritorial. Dan pasti dulu juga pakai perpisahan, mungkin dengan peluk dan tangisan dari anak buahnya.

Perilaku yang ditunjukkan oleh Polda Bengkulu yang tentu saja diamini markas besar Polri, bagi saya yang buta hukum ini memang benar menunjukkan bahwa untuk menegakkan keadilan (kalau benar eks korban melapor) maka itu dilakukan dengan menghalalkan segala cara. Dan semoga itu hanya perilaku Polri, sehingga tak harus saya menuduh bangsa dan negara ini sudah dihinggapi virus korupsi hingga tulang sumsum.

Pondok Wiraguna, 10 Oktober 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum