Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (50)

Senin, 08 Oktober 2012

Integrity Fair

Beberapa hari lalu kala melewati salah satu ruas jalan, saya membaca spanduk berisi pengumuman tentang sebuah event berjudul “Integrity Fair” yang diselenggarakan oleh Sekkot Samarinda dan KPK. Untuk saya isi spanduk itu terasa mengejutkan, sebab selama ini yang getol bicara soal Integritas adalah Gubernur Kaltim, bukan Walikota Samarinda. Gubernur-lah yang dari dulu getol soal pakta integritas dan kemudian mencanangkan Kalimantan Timur sebagai land of integrity. Sejauh yang saya tangkap tekanan soal integritas oleh Gubernur terkait dengan kinerja aparat. Dan tiba-tiba saja Pemkot Samarinda yang adem ayem terkait soal-soal integritas tiba-tiba membuat “integrity Fair” dan diselenggarakan ketika Walikota tidak ada di tempat. Saya kemudian mengesampingkan segala syak wasangka yang berkecamuk di benak dan meniatkan untuk pergi melihatnya. Ada beberapa alasan yang salah satunya adalah kepentingan mendapatkan data-data tertentu. Saya berpikir SKPD yang ikut membuka booth dalam acara itu pasti akan menyajikan data-data terkait dengan Tupoksi masing-masing berserta capaiannya.

Maka meski hari terik dengan bersemangat dan harapan baik, saya pergi menuju tempat diselenggarakan acara “Integrity Fair” itu. Belum juga saya memasuki gedung sudah disambut stand dari salah satu SMK yang memamerkan workshop mereka. Disampingnya ada tenda yang memberi layanan servis gratis oleh anak-anak SMK bagi motor dengan merek tertentu. Kemudian disebelahnya kalau tidak salah Badan Nasional Penanggulangan Bencana memamerkan berbagai jenis peralatan untuk melakukan tanggap bencana. Saya berjalan melewatinya tanpa terlalu memberi perhatian, dalam hati saya berpikir mungkin yang diluar gedung adalah stand eksibisi. Masuklah saya ke dalam gedung yang penuh dengan stand berbagai SKPD, Badan dan perusahaan baik daerah maupun negara. Terlihat ada dua layar yang mempertunjukkan film pendek dan iklan-iklan dari KPK.

Satu demi satu stand saya lalui dan tak butuh waktu lama untuk kembali lagi ke pintu masuk. Satu kali putaran semua stand habis terkunjungi. Di depan stand dinas catatan sipil kemudian saya bertanya pada diri sendiri, integritas apa yang hendak ditunjukkan oleh semua ini. Saya tak tertarik untuk bertanya kepada para penjaga stand, toh pasti mereka tak akan memberi jawaban yang memuaskan. Salah-salah bahkan hanya akan menjawab singkat, “Saya hanya ditugaskan untuk menjaga stand dan tidak menjawab pertanyaan seperti itu, silahkan tanya pada yang berwenang”. Dan siapa yang berwenang itu? Tentu saja juga bukan mereka yang berada di stand panitia. Tapi akhirnya saya tak tahan, di stand Dinas Pendidikan yang diisi lagi-lagi oleh anak SMK saya bertanya kepada salah satu anak disitu. “Apa hubungannya ini dengan integritas?”. Dan benar mereka tidak menjawab melainkan hanya tersenyum kecut.

Padahal di berbagai pemberitaan, nasib guru sebagai pendidik tidak begitu baik, tunjangan mereka tidak lancar. Banyak sekolah gedungnya juga tidak layak, kerap terkena banjir, bukan hanya air tetapi juga lumpur. Jadi meski berjudul keren, pameran yang disebut sebagai “Integrity Fair” tidak lebih dari pameran-pameran lainnya yang rutin diselenggarakan pemerintah kala menghadapi hari besar. Tak ada banyak yang bisa diperoleh ketika datang mengunjunginya. Misalnya stand Kementrian Agama yang memajang tata cara naik haji. Tak kelihatan bagaimana mereka menangani atau membina kehidupan beragama di kota Samarinda. Bagaimana kehidupan, dinamika perkembangan agama-agama di Samarinda dan seterusnya.

Lain pula dengan Dinas Kesehatan yang malah membuka stand untuk pendaftaran Jaskesda. Namun tak memasang angka-angka dan indikator kesehatan di kota Samarinda. Apa penyakit yang terbanyak dan bagaimana mereka menanganinya. Apa-apa saja yang mereka lakukan untuk meningkatkan derajat kesehatan di Kota Samarinda yang terus menerus dihantam debu luarbiasa akibat aktivitas pertambangan.

Masih banyak contoh lain yang menurut saya janggal untuk ditempatkan dalam konteks pertunjukkan integritas. Integrity Fair saya kira bukan tempatnya untuk memamerkan prestasi semata melainkan juga konteks yang dihadapi oleh pemerintah kota dan SKPD-nya. Apa artinya prestasi atau aktivitas yang ditunjukkan jika tidak disertakan indikator-indikator yang bisa dipakai menilai keberhasilan mereka. Dan bukankah secara nasional sudah ditetapkan berbagai indikator terkait dengan tugas masing-masing SKPD.

Jadi, kenapa tidak mulai dengan menunjukkan hal itu?.

Pondok Wiraguna, 7 Oktober 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum