Merayakan Bumi Bersama-Sama
Saya tak ingat kapan mulai ikut ramai-ramai pergi ke kuburan desa yang ada di puncak bukit kira-kira 3 km dari dusun tempat saya tinggal. Pagi-pagi orang se-kampung pergi ke sana, membawa peralatan untuk bersih-bersih seperti cangkul, sabit, cetok dan sapu. Sebagian yang lain membawa alat perlengkapan dapur. Semua beriringan berjalan menelusuri jalan tanah dengan bebatuan yang tidak rata. Kalau kebetulan musim hujan dibeberapa tempat terasa licin karena tanahnya lempung (tanah liat).
Sesampai di kuburan itu, saya langsung bersih-bersih kubur. Semua dibersihkan tanpa melihat itu kubur siapa. Semua bahu membahu sehingga kubur terlihat bersih tak ada semak atau rerumputan yang menutupi nisan. Disaat yang lain bersih-bersih, sebagian yang lain mulai menyembelih kambing dan ayam, ada pula yang mulai memasak nasi dan sayuran. Semua dilakukan di kuburan.
Menjelang tengah hari, kuburan telah bersih dan makanan telah masak.
Diatas hamparan tikar dan kemudian beralaskan daun pisang utuh yang dijajar, nasi, lauk dan sayur yang dimasak ditata. Kemudian Pak Kaum akan memimpin rangkaian doa, mendoakan arwah dan para leluhur dan memintakan keselamatan untuk warga satu desa agar terhindar dari penyakit dan sial lainnya. Setelah doa selesai, semua serempak maju menyerbu, menyantap makanan yang tersedia.
Apa yang saya ikuti dulu adalah kebiasaan masyarakat tradisional, bukan hanya ditempat saya tapi lazim juga dilakukan di berbagai tempat dan kebudayaan lain.
Masyarakat mempunyai kebiasaan untuk melakukan upacara bersih bumi. Ada yang dilakukan secara berkala (tahunan) dan ada pula yang didasarkan pada kejadian-kejadian yang menimpa masyarakat itu di waktu yang lalu. Kejadian-kejadian besar seperti bencana, adanya wabah penyakit (pagebluk), gagal panen,kecelakaan, serangan hama dan meningkatnya kejahatan di masyarakat yang datang silih berganti pertanda ada yang tidak beres dalam hubungan antara alam manusia dengan alam atas. Yang di atas sana tidak berkenan terhadap lagak dan laku dari mahkluk-mahkluk terutama manusia di atas bumi.
Segala macam penderitaan, kesialan dan kesengsaraan harus dihentikan. Oleh karenanya dilakukanlah upacara bersih bumi.
Upacara sakral yang dilakukan masyarakat untuk membersihkan lingkungannya dari anasir-anasir jahat yang menyebabkan berbagai macam penderitaan. Upacara itu juga merupakan bentuk atau ekpresi niat kolektif untuk membersihkan diri, sehingga tidak lagi mendapat penghukuman dari Yang Maha Kuasa. Masyarakat tradisional menganggap bahwa apa yang terjadi di bumi adalah cermin dari sikap dan perilaku mereka dalam hubungan dengan sesama ciptaan maupun Sang Hyang menguasai bumi dan segala isinya.
Pada bagian lain, ketika saya di Sulawesi Utara, pada masa-masa tertentu di berbagai desa yang ada di pelosok Minahasa dilaksanakan upacara Pengucapan. Upacara ini pada dasarnya adalah pengucapan syukur atas hasil panenan yang berlimpah. Karena dulu cengkeh mendatangkan kemakmuran bagi hampir sebagian besar masyarakat Minahasa, maka biasanya upacara pengucapan dilaksanakan setelah panen cengkeh. Pada saat hari pengucapan, semua warga memasak, membuat nasi jaha yang dimasak di bambu (semacam lemang). Setiap orang saling berkunjung dari rumah ke rumah dan pulangnya akan diberi oleh-oleh ‘meriam’, nasi jaha yang masih utuh dengan bambunya.
Di Long Anai, Kutai Kartanegara pada masa setelah panen padi juga dilakukan upacara syukuran yang serupa. Upacara makan beras baru, beras yang baru dipanen dari kebun. Saat itu juga dibuat semacam kue yang bahannya tepung beras dan dimasak dalam bambu.
Upacara syukur baik setelah panen cengkeh maupun padi pada dasarnya sama. Warga masyarakat bersama-sama mengucapkan syukur atas panenan yang berlimpah, panenan yang baik sembari berharap di hari ke depan akan menikmati panennya yang sama berlimpah, terhindar dari hama dan gangguan lain.
Upacara kolektif itu kini semakin pudar dan mengalami pergeseran. Perjumpaan peradaban dan kepercayaan tradisional dengan agama-agama Ibrahim melahirkan tafsir dan wujud baru dalam upacara-upacara tradisional. Upacara atau peringatan tetap dilaksanakan tapi kehilangan roh keramaian, kolektifitas dan spirit awal.
Kini upacara itu lebih banyak dilakukan di gedung atau rumah ibadah atau bahkan di gedung pertemuan. Lebih sial lagi dengan mengundang pemuka-pemuka pemerintahan yang kemudian akan memberi sambutan dan juga pidato yang membuat acara menjadi membosankan.
Saya yakin kini anak-anak di desa saya tak lagi pergi ke kuburan di atas bukit untuk ramai-ramai membersihkan kuburan dan makan bersama di sana.
Demikian juga di Minahasa sana, pasti pengucapan tak lagi membuat jalanan antara Pineleng sampai Tomohon macet saking ramainya karena semua tumpah ruah ‘pasiar’ ke kampung yang mengadakan pengucapan.
Semakin kesini, masyarakat kita semakin kehilangan event atau peristiwa untuk merayakan kebersamaan, merayakan syukur secara kolektif atas anugerah yang diberikan oleh Tuhan melalui alam.
Pondok Wiraguna, 5 Oktober 2012
@yustinus_esha
Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)
Pages
Label:
Kolom
Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (43)
Borneo Menulis
Kamis, 04 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Cari Blog Ini
Sekolah dan Bengkel Menulis Naladwipa
Merupakan hasil kerjasama Naladwipa Institute, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda dan Desantara Foundation. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda untuk mengasah wawasan, kepekaan dan ketajaman untuk melihat apa yang terjadi di kesekitarannya.
Menulis Adalah Panggilan Jiwa
Blog ini merupakan wahana bagi peserta sekolah menulis Naladwipa dan Komkep Kasri untuk mempublikasikan tulisannya. Namun tetap terbuka bagi siapapun yang hendak mengirimkan tulisan juga. Silahkan masukkan tulisan ke badan email dan kirim ke borneo.menulis@gmail.com
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Popular Posts
-
Antara Antri IPAD dan Bensin Ketika masih duduk di bangku sekolah, libur kenaikan kelas adalah sebuah kegembiraan yang tidak terkira. Sebu...
-
Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang pur...
-
Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai ...
-
Masihkan orang berpikir bahwa tato adalah penanda bagi mahkluk yang cenderung kriminal dan tindik (piercing) adalah peradaban massa silam?. ...
-
Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebu...
-
Empat bulan lalu Ardi bersama keluarganya pindah rumah, ke tempat tinggal yang kini adalah miliknya sendiri. Bertahun-tahun Ardi, Esta istr...
-
Media memegang peran penting dalam dinamika sosio kultural di masyarakat. Di tengah iklim yang menindas, media bisa menjadi corong dari peng...
-
Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu...
-
Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat...
-
Kemacetan tak lagi milik kota-kota metropolitan macam Jakarta, Bandung, Surabaya atau Medan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang kin...
Ayo Menulis
Jika anda percaya bahwa kata-kata mampu menggerakkan perubahan maka mulailah menulis. Semua pantas ditulis dan perlu untuk dibagikan.
Daftar Link
Partisipan
Arsip Blog
- 06/26 - 07/03 (3)
- 07/03 - 07/10 (3)
- 07/10 - 07/17 (6)
- 07/17 - 07/24 (6)
- 07/24 - 07/31 (12)
- 07/31 - 08/07 (3)
- 08/14 - 08/21 (2)
- 08/28 - 09/04 (2)
- 09/04 - 09/11 (3)
- 10/02 - 10/09 (11)
- 09/02 - 09/09 (10)
- 09/09 - 09/16 (4)
- 09/16 - 09/23 (12)
- 09/23 - 09/30 (8)
- 09/30 - 10/07 (12)
- 10/07 - 10/14 (8)
- 10/14 - 10/21 (10)
- 10/28 - 11/04 (9)
- 11/04 - 11/11 (9)
- 11/11 - 11/18 (10)
- 11/18 - 11/25 (8)
- 11/25 - 12/02 (6)
- 12/02 - 12/09 (3)
- 12/09 - 12/16 (3)
- 12/30 - 01/06 (1)
- 01/06 - 01/13 (5)
Kunjungan
BORNEO MENULIS
0 komentar:
Posting Komentar