Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (39)

Rabu, 03 Oktober 2012


Puas Melakukan Kekerasan

Siapapun yang berkelahi, harus angkat kaki hari itu juga. Begitu peraturan di sebuah sekolah berasrama yang tak mau mentoleransi perkelahian antar siswanya. Jadi perkelahian apapun alasannya tak akan diterima. Pilihan berkelahi, mengambil jalan kekerasan lawan kekerasan adalah pilihan buruk. Jadi pada alasan yang buruk, pembelaan tentang niat yang baik atau apapun tak bisa diterima.

Sejauh pengalaman saya dulu, sekolah-sekolah yang kemudian dikenal menjadi sekolah favorit adalah sekolah-sekolah yang tegas dan konsisten menjalankan peraturan. Sekolah yang berani menyatakan banyak muridnya tidak naik dan tidak lulus. Tak heran jika seorang murid yang tidak naik di sekolah itu kemudian pindah ke sekolah lain maka akan dinaikkan kelasnya.

Tak heran jika kemudian sekolah-sekolah itu menghasilkan para murid ‘teladan’ walau tanpa melabeli diri sebagai Laboratory School yang hanya memilih-milih murid yang pintar-pintar. Atau tak memasang plang nama sebagai Rintisan Sekolah Berstandar Internasional yang kemudian mendewakan bahasa Inggris sebagai pengantarnya.

Sekolah-sekolah yang bermutu, sekali lagi adalah sekolah yang dikenal karena kedisiplinan dan ketegasannya. Bukan karena gedung yang megah atau uang bayaran sekolah yang tinggi. Dengan demikian siapapun yang masuk sekolah itu akan benar-benar sekolah dan rajin belajar. Sekolah-sekolah yang demikian ini tidak banyak, namun kemudian menjadi contoh dan rujukkan bagi sekolah lain untuk berusaha mendekati, menyamai atau bahkan melampauinya.

Saya mengalami dan merasakan saat itu “teladan’ adalah kata dan kedudukan yang dipandang penting. Sejak SD hingga SMP, saya mengenal nama Ida Safitri, anak perempuan yang selalu menjadi murid teladan mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA. Foto Ida Safitri selalu ada dalam kalender yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo dan dibagikan ke sekolah-sekolah. Ida Safitri yang kemudian menjadi murid teladan hingga tingkat nasional itu kemudian diterima di UGM tanpa tes.

Melihat dinamika pendidikan dasar (SD, SMU, SMA) pada hari ini, entah apakah kata teladan masih penting atau tidak. Atau jenis keteladanan apa yang sekarang tumbuh dan berkembang di tingkatan sekolah maupun murid-muridnya?.  Saya sendiri tidak tahu persis apa yang ada dalam benak anak-anak sekolah saat ini, sebab sudah lama saya meninggalkan bangku sekolah.

Namun kalau dilihat sekilas, apa yang disebut sebagai gaya hidup kelihatannya sudah merasuk sampai anak-anak sekolah di tingkat pendidikan dasar. Anak-anak sekarang lebih cerewet soal apa yang dipakai atau tidak, disukai atau tidak, ditonton atau tidak, dan lain-lain dibanding anak-anak di jaman saya kecil.

Saya sendiri memaklumi perkembangan ini karena referensi anak-anak sekarang jauh lebih banyak dari jaman saya dulu yang saluran televisinya cuma satu, majalah anak-anak baru ada bobo dan si kuncung, video belum ada apalagi PS dan internet. Dan tentu saja tidak usah jauh-jauh telepon saja tak ada. Saya ingat persis saat itu yang ada teleponnya hanya kantor Kawedanan (pembantu bupati), itupun baru telepon engkol.

Bandingkan dengan anak-anak sekarang, sejak sebelum sekolahpun sudah akrab dengan berbagai macam gadget yang berbasis IT. Native anak-anak saat ini adalah online alias web base. Sementara saya sebagai orang tuanya bernative sawah dan anak sungai. Tak heran ketika saya memakai BB, maka anak saya sudah meminta untuk dibelikan tab. Saat saya tawari tab China semacam IMO atau Mito, dia menolak karena setahu dia yang disebut tab itu ya Samsung Galaxy tab atau IPAD.

Saya tidak tahu apakah di sekolah, anak-anak sekarang ini diajari soal kebutuhan primer, sekunder dan tersier. Atau barangkali memang telah terjadi pergeseran dengan apa yang disebut kebutuhan, apa yang dulu dianggap tersier kini telah menjadi primer. Sehingga tak jarang ada yang lebih memilih lapar daripada tidak punya pulsa. Lebih baik makan seadanya daripada kesana-kemari dengan mobil angkutan umum.

Perubahan seperti ini memang merisaukan dan perlu penyesuaian. Tapi ada sebuah perubahan yang bagi saya sangat memprihatinkan. Disaat jaman semakin maju, pendidikan yang seharusnya makin canggih tapi justru melahirkan perilaku-perilaku barbar. Semakin hari kejadian tawuran semakin meningkat. Tawuran yang tidak sekedar menggunakan tangan kosong dan bebatuan tapi juga senjata tajam. Tas sekolah yang semakin keren, buku yang makin tebal dengan sampul yang makin berkilap serta gambar dengan pixel atau tingkat ketajaman yang makin tinggi ternyata diselipi dengan Arit yang seharusnya dipakai untuk memotong rumput.

Entah apa yang ada dalam benak anak-anak itu sehingga mengotori tasnya yang mahal dengan segala sesuatu yang dalam kesehariannya jarang atau bahkan tak pernah mereka gunakan. Coba saja, mana ada anak-anak sekolahan yang sekarang mau menyabit untuk mengumpulkan rumput bagi ternak ayah atau ibunya?. Pasti tak banyak dan kalaupun ada itu hanya dilakukan anak-anak di desa, bukan anak perkotaan macam Jakarta.

Persoalan tawuran yang semakin tinggi intensitasnya, makin rutin dan terjadi serta merta bukan semata persoalan dunia pendidikan saja. Benar bahwa tawuran dilakukan oleh anak-anak yang sedang dalam masa belajar, berseragam sekolah, terjadi dalam hari-hari sekolah. Perilaku seorang atau sekelompok pelajar bukan hanya produk dari lingkungan sosial melain bertali temali dengan persoalan dan dinamika yang terjadi di luarnya, di masyarakat, dalam lingkungan sosial.

Kejadian tawuran antara sekolah yang sama dari waktu ke waktu meski dengan peserta tawuran yang berbeda-beda, menunjukkan dendam antar sekolah diturunkan turun temurun, dari generasi ke generasi. Padahal entah apa yang dulunya memicu dendam itu, persoalan pribadi antar orang, harga diri atau apa?. Dendam yang dipelihara dari ke hari akan melahirkan kekerasan yang semakin brutal. Lingkaran tradisi dendam, membuat mereka yang tadinya tak punya urusan lalu masuk dalam sistem itu maka mau tak mau merasa punya urusan.

Semakin banyak anak yang dengan suka rela menyerahkan diri dalam ‘tekanan tradisi tawuran’ menunjukkan bahwa semakin banyak anak-anak yang lemah secara kepribadian, takut mandiri, kehilangan target untuk membangun masa depannya yang masih panjang. Anak-anak lebih menyerahkan dirinya untuk ikut arus, ramai dalam tindakan-tindakan yang tidak didasari oleh pemikiran akan masa depan. Ruang waktu ke depan yang dijangkau oleh anak-anak kian pendek. Anak-anak sekarang bukanlah anak yang tahan diam dalam sepi, cepat bosan, sedikit-sedikit bilang bete.

Pada sisi lain tekanan sosial untuk menjadi “good boy dan nice girls’ semakin lemah. Lingkungan tak lagi peduli, kebertetanggaan semakin lemah. Antara keluarga yang berdekatan tak lagi saling mengenal dan mau ikut campur urusan orang lain. Tak ada lagi yang berani menegur kala anak-anak di jam sekolah bergerombol duduk-duduk di ujung jembatan atau di tempat lainnya.

Dan jika kembali ke soal keteladanan, anak-anak sekarang sulit mencari teladan, tokoh panutan. Mereka lebih mengagumi sosok-sosok yang kerap keluar di layar televisi dan layar lebar, sosok selebritas yang nampaknya bahagia, penuh senyum dan riang gembira dalam lirik dan nada. Tokoh-tokoh publik tak lagi mereka kagumi, karena terlalu banyak contoh yang menunjukkan mereka tak bisa dipercaya. terlalu banyak contoh nasehat dan khotbah bagus tapi tak dilaksanakan sendiri oleh yang mengatakannya.

Saya sempat berpikir, jangan-jangan semakin rajinnya anak-anak tawuran merupakan pertanda bahwa bangsa ini sakitnya mulai kelihatan. Bangsa ini kehilangan arah ke masa depan yang lebih baik. Coba, apa yang ada dalam benak anak-anak yang tawuran itu, apa yang mereka perjuangkan, apa yang coba mereka perebutkan?. Kemenangan atau kebanggaan?. Kalau itu, kemenangan apa dan kebanggaan macam apa?.

Saya tak tahu, tapi ada satu hal yang saya berharap dengan sangat dalam yaitu semoga mereka tidak melakukan itu untuk mendapat kepuasan. Puas karena telah melakukan kekerasan, puas karena membuat lawannya yang adalah rekan segenerasinya menderita atau bahkan mati.

Pondok Wiraguna, 2 Oktober  2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum