Agama dan Transformasi
Jika kita menyusuri kembali sejarah perjalanan para Nabi, Agama dan para tokohnya di masa perdana, lepas dari berbagai catatan hitam konfliknya, ada sebuah benang merah bahwa agama hadir dan diterima karena membawa nilai-nilai transformatif. Agama dengan ajaran yang diturunkan dari para Nabinya membawa arus baru untuk merubah praktek kehidupan masyarakat masa itu menuju perilaku baru.
Ajaran-ajaran agama adalah refleksi atas keadaan sejaman yang tidak sesuai dengan tugas-tugas kemanusian. Hasil refleksi itu kemudian muncul dalam sebuah tuntunan dan tuntutan baru atas dasar ajaran tertentu yang apabila diikuti akan membawa ‘paktek’ yang melahirkan kondisi baru bagi manusia dan masyarakatnya. Praktek dan kondisi yang semakin mendekati ‘citra’ manusia sebagaimana dikehendaki oleh Sang Pencipta-nya.
Setiap jaman selalu menghadapi persoalannya sendiri, persoalan yang sejatinya berakar pada watak dasar manusia yang tidak pernah berubah dari jaman ke jaman. Salah satu watak yang menetap adalah keserakahan, keinginan untuk memuaskan dirinya sendiri jauh melampaui kebutuhannya. Salah satu manifestasi untuk mendapat lebih banyak dari yang dibutuhkan adalah dengan menggali dan menggali semakin dalam.
Industri keruk dan ektraktif yang kini semakin marak di Bumi Etam, negeri Borneo adalah salah satu cermin dari bentuk keserakahan itu. Industri keruk merupakan babak lanjut dari keserakahan lain yaitu babat habis. Citra Borneo yang hijau kini telah sirna, tegakkan pohon raksasa sebagai mana tersurat dalam film Ananconda telah sirna digantikan kehijauan gerombolan semak-semak belaka.
Kerap kali jika saya kembali melihat perjalanan agama versus jaman, muncul pertanyaan bagaimana peran agama dalam memberi inspirasi dan menyemangati umatnya untuk melawan laku keserakahan ini. Laku yang membuat keadilan kian menjadi mahal dan sulit ditemukan.
Saya yakin banyak orang mengalami kegalauan serupa. Bahkan beberapa orang dan kelompok bertindak lebih maju, mengekplisitkan bahwa agama adalah jawaban atas persoalan jaman yang semakin rumit. Meski apa yang mereka ungkapkan terlalu sederhana atau bahkan cermin dari keputusasaan mereka untuk mencari jalan pemecahan. Agama sejak semula selalu bicara soal kesadaran, niat yang tumbuh dari dalam, perubahan yang muncul dari diri dan kemudian menyinari sekitarnya sehingga mendorong semakin banyak orang mengikuti jalan dan lakunya. Agama bukanlah jalan pemaksaan, apalagi di dasari oleh ‘praktek’ yang dalam bayangan kita dilakukan oleh para jemaah dan tokoh-tokoh perdana yang tentu saja menghadapi persoalan yang jauh berbeda dengan masa ini.
Agama mempunyai dimensi tranformatif karena berlaku kritis pada situasi jamannya. Bukan membeku pada teks-teks.
Pada masa perdananya para pemula melakukan dekonstruksi dan kemudian merekonstruksi kembali sehingga lahirlah teks-teks yang sesuai dengan jamannya. Teks yang kemudian kini kita wakili sebagai final dan tak tergantikan. Kenyataan yang kemudian membuat kita cenderung membekukan teks itu sebagai bongkah es batu yang keras.
Teks jelas tak lagi bisa kita rubah, sesat dan celakalah kita apabila melakukannya. Namun perubahan, transformasi memang tidak mengisyaratkan perubahan teks. Yang utama dan pertama serta selalu harus dilakukan adalah refleksi, refleksi yang semakin dalam atas teks-teks itu. Refleksi yang kemudian melahirkan perspektif yang lebih luas dalam memandang situasi dan persoalan jaman serta melahirkan keberanian untuk bertindak, melawan demi menegakkan nilai-nilai kemanusiaan universal.
Jaman kita adalah jaman dengan pertalian yang semakin erat antar manusia. Persoalan yang jauh disana bisa mempengaruhi kita yang ada disini.
Jaman ini adalah jaman yang interkoneksi. Maka tranformasi hanya akan menjawab persoalan apabila kita mampu berpikir dan bertindak dalam konteks yang luas, tidak memandang secara sempit kelompok kita sendiri.
Semakin jelas bahwa kini agama-agama menghadapi persoalan yang sama dan mempunyai misi yang sama yaitu menghadapi dehumanisasi dan praktek perilaku kebijakan yang menimbulkan penderitaan dalam rupa ketidakadilan, ketimpangan, kesenjangan sosial serta praktek korupsi yang makin masif.
Inilah saatnya kita sebagai umat beragama menyatukan langkah menata masa depan dan meninggalkan glorifikasi atas pengalaman sejarah masa lalu yang sempit.
Pondok Wiraguna, 1 September 2012
@yustinus_esha
Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)
Pages
Label:
Kolom
Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (38)
Borneo Menulis
Minggu, 30 September 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Cari Blog Ini
Sekolah dan Bengkel Menulis Naladwipa
Merupakan hasil kerjasama Naladwipa Institute, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda dan Desantara Foundation. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda untuk mengasah wawasan, kepekaan dan ketajaman untuk melihat apa yang terjadi di kesekitarannya.
Menulis Adalah Panggilan Jiwa
Blog ini merupakan wahana bagi peserta sekolah menulis Naladwipa dan Komkep Kasri untuk mempublikasikan tulisannya. Namun tetap terbuka bagi siapapun yang hendak mengirimkan tulisan juga. Silahkan masukkan tulisan ke badan email dan kirim ke borneo.menulis@gmail.com
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Popular Posts
-
Antara Antri IPAD dan Bensin Ketika masih duduk di bangku sekolah, libur kenaikan kelas adalah sebuah kegembiraan yang tidak terkira. Sebu...
-
Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang pur...
-
Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai ...
-
Masihkan orang berpikir bahwa tato adalah penanda bagi mahkluk yang cenderung kriminal dan tindik (piercing) adalah peradaban massa silam?. ...
-
Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebu...
-
Empat bulan lalu Ardi bersama keluarganya pindah rumah, ke tempat tinggal yang kini adalah miliknya sendiri. Bertahun-tahun Ardi, Esta istr...
-
Media memegang peran penting dalam dinamika sosio kultural di masyarakat. Di tengah iklim yang menindas, media bisa menjadi corong dari peng...
-
Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu...
-
Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat...
-
Kemacetan tak lagi milik kota-kota metropolitan macam Jakarta, Bandung, Surabaya atau Medan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang kin...
Ayo Menulis
Jika anda percaya bahwa kata-kata mampu menggerakkan perubahan maka mulailah menulis. Semua pantas ditulis dan perlu untuk dibagikan.
Daftar Link
Partisipan
Arsip Blog
- 06/26 - 07/03 (3)
- 07/03 - 07/10 (3)
- 07/10 - 07/17 (6)
- 07/17 - 07/24 (6)
- 07/24 - 07/31 (12)
- 07/31 - 08/07 (3)
- 08/14 - 08/21 (2)
- 08/28 - 09/04 (2)
- 09/04 - 09/11 (3)
- 10/02 - 10/09 (11)
- 09/02 - 09/09 (10)
- 09/09 - 09/16 (4)
- 09/16 - 09/23 (12)
- 09/23 - 09/30 (8)
- 09/30 - 10/07 (12)
- 10/07 - 10/14 (8)
- 10/14 - 10/21 (10)
- 10/28 - 11/04 (9)
- 11/04 - 11/11 (9)
- 11/11 - 11/18 (10)
- 11/18 - 11/25 (8)
- 11/25 - 12/02 (6)
- 12/02 - 12/09 (3)
- 12/09 - 12/16 (3)
- 12/30 - 01/06 (1)
- 01/06 - 01/13 (5)
Kunjungan
BORNEO MENULIS
0 komentar:
Posting Komentar