Tanah Kubur
Ketika masih duduk di bangku SMP,
salah satu tempat nongkrong favorit saya bersama teman-teman adalah kuburan
katolik yang biasa disebut Kerkop. Kebetulan kubur itu terletak masih di dalam
kota, persis di belakang Lembaga Permasyarakat sehingga sepi. Kerkop ideal
untuk nongkrong karena kubur-kuburan memakai cungkup, batu nisan dibeton, enak
untuk tidur-tiduran sambil menikmati semilir angin yang meniup pepohonan pinus
dan cemara yang tinggi-tinggi. Di kuburan inilah saya dan teman-teman mulai
belajar merokok dengan aman. Sesekali juga berekperimen dengan dedaunan yang
konon memabukkan yaitu kecubung dan sebagainya.
Kini kerkop telah pindah jauh
keluar kota dan entah apakah anak-anak seumur saya dulu masih mengikuti
kelakuan konyol generasi saya dulu. Sepertinya tidak lagi karena kini kuburan
sudah dijaga atau dimanajemeni layaknya sebuah badan usaha. Bisnis kuburan saat
ini adalah salah satu bisnis yang profitable walau masuk dalam kategori bisnis
ceruk, atau celahnya tipis tapi konsumennya jelas dan loyal.
Salah satu yang populer adalah
San Diego Hill, nama yang biasanya disebut-sebut saat ada berita kematian
orang-orang populer dan kaya. Ya, San Diego Hill adalah kompleks pekuburan
elit, ya harganya makin mendekati bukit makin mahal. Di kompleks kuburan ini
tak hanya ada nisan melainkan juga restoran, ruang pertemuan bahkan hotel yang
dilengkapi dengan kolam renang. Kalau dibanding-bandingkan jangan-jangan
kompleks perumahan rakyat lebih menyeramkan dari kuburan ini.
Sebagai sebuah usaha yang
menawarkan jasa tentu saja pasti punya pemasar atau marketing. Bayangkan
bagaimana para sales memasarkan blok atau kavling kuburnya?. Apakah mereka
pergi ke rumah sakit-rumah sakit ternama, melihat pasien-pasien yang tengah sekarat
dan kemudian memberikan brosur pada keluarganya. Dijamin pasti digebuki.
Atau mereka pergi ke rumah yang
ada anggota keluarganya baru meninggal dan kemudian bertanya apakah sudah punya
tanah untuk mengubur atau belum. Rasanya juga sulit dan butuh keberanian
tersendiri. Pasti orang bakal kaget kalau ditanya sudah punya tanah untuk
pemakaman, karena kalau ditanya orang yang masih hidup bakal dianggap doa agar
cepat mati.
Tapi kemungkinan salesnya tak
akan seagresif itu mengingat sekarang ini, banyak orang mati tidak tenang,
karena kubur-kubur terancam digusur. Dipindah karena tanahnya dijadikan mall
atau bangunan hotel. Maka banyak orang mulai sedia payung sebelum hujan dalam
urusan kubur. Memesan lebih dulu di lokasi-lokasi yang bisa dipercaya, lokasi yang
kecil kemungkinanannya jenasah ditumpuk, hingga susah diziarahi.
Bangsa kita adalah bangsa yang
hormat pada keluarga meski sudah menjadi jasad sekalipun. Maka untuk yang
matipun tetap yang terbaik yang akan diberikan. Kematian tidak membuat orang
yang kita cintai hilang, mati hanya bentuk perpindahan dari alam dunia ke alam
baka. Tak heran jika kubur tetap dijaga dan dipelihara sebagaimana layaknya
orang yang berada di dalam masih hidup dan mengerti apa perlakuan kita.
Perilaku seperti ini membuka
peluang tumbuh dan lestarinya bisnis di seputar kematian dan pekuburan. Area
pekuburan adalah ladang penghidupan bagi banyak orang. Di kubur-kubur besar
banyak orang mengantungkan hidup, entah sebagai penggali makam, pembersih
kubur, penjaga kubur dan sebagainya. Sebagai lokasi yang basah, tak heran
muncul mafia-mafia kubur, yang tidak mengijinkan orang luar terlibat di dalam
lokasi kuburan itu selain datang mengantar jasad untuk dikubur atau diziarahi.
Urusan lain diluar itu harus diserahkan kepada ‘orang dalam’ yang berarti bayar
dan terima beres.
Jadi silahkan bangun sendiri
nisan tanpa memakai jasa ‘mafia kubur’. Janganlah menyesal kalau besok-besok
tiba-tiba nisannya terbongkar seolah-olah yang dikubur didalamnya bangkit.
Pondok Wiraguna, 6 September 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar