Pendidikan Budi Pekerti
Dulu di sekolah ada pelajaran
PMP, Pendidikan Moral Pancasila. Bagi teman-teman yang kurang ajar, PMP sering
dipanjangkan menjadi Parlan Maling Pithik dan tentu saja teman saya yang
kebetulan bernama Suparlan selalu bermuka tak enak saat ada mata pelajaran PMP.
PMP adalah jenis pendidikan yang
masuk dalam bidang budi pekerti. Pelajaran ini kemudian menghilang dari bangku
sekolah. Entah sekarang diganti apa, saya tidak tahu karena sudah lama saya
tidak sekolah. Pelajaran budi pekerti memang bukan pelajaran yang sulit, tapi
hasil pendidikan ini sulit untuk dinilai karena berhasil tidaknya pendidikan
ini kelihatan pada amalan bukan pada nilai ujian.
Saya tidak tahu, apakah ada
korelasi antara menghilangnya pendidikan budi pekerti dengan kenaikan perilaku
tidak berbudi anak-anak usia sekolah saat ini. Lihat saja tawuran yang kini
semakin marak dimana-mana, bukan cuma kejar-kejaran dengan tangan terkepal lagi
melainkan dengan mengenggam parang, samurai, rantai berujung jeruji dan
seterusnya.
Belum lagi ramai cerita anak
menggila gara-gara alkohol dan zat adiktif lainnya yang membuat mereka
kehilangan kontrol. Ada yang membunuh temannya hanya karena ingin mempunyai hp
atau motor kawannya itu. Ada juga yang kemudian rame-rame memperkosa teman
perempuannya. Masih banyak lagi cerita panjang yang menunjukkan betapa kita
kini masuk dalam kondisi gawat darurat secara budi pekerti.
Masalahnya memang tidak lagi
sederhana sekedar ada atau tidak ada pendidikan budi pekerti di sekolah.
Pertanyaan justru adakah pendidikan untuk anak-anak itu meski notabene setiap
hari mereka bersekolah. Apa yang mereka dapat disekolah, pendidikan jenis apa
yang didapat dari orang tua atau justru mereka menimba ilmu dan pembelajaran
dari media yang memuat berita dimana sebagaian besar berisi ketidaksenonohan
orang-orang dewasa?.
Orang tua baik yang kaya maupun
yang miskin, sama-sama bekerja keras dan lupa memperhatikan serta mendidik
anak-anak mereka. Merasa sudah cukup menyekolahkannya. Dan bagi yang berlebih
bisa menambah dengan les atau kursus disana-sini. Beban anak menjadi berat dan
tak ada tempat untuk mengeluh. Silahkan lihat gaya anak-anak sekolah dasar saat
ini, banyak yang pergi sekolah dengan menyeret koper layaknya pramugari mau terbang
ke luar negeri. Terlalu banyak yang harus dipelajari.
Saya kadang merasa beruntung
lahir di tahun 70-an, sehingga masih belum terlalu banyak gangguan. Andai di
rumah ada televisi, acaranya juga tak semua menarik hati, lagi pula waktu itu
televisi dirumah adalah tv hitam putih jadi lebih sering nampak sebagai barisan
semut yang banyak sekali. Tapi cobalah anak-anak saat ini gangguannya luar
biasa banyak. Puluhan channel televisi yang mengoda hati, HP, tablet dan
internet. Belum lagi iklan-iklan yang mewajibkan untuk membeli paket makanan di
toko-toko waralaba yang ada di mall-mall.
Fokus dan konsetrasi menjadi
persoalan bagi anak-anak sekarang, sementara harapan orang tuanya begitu tinggi
lantaran hidup semakin hari semakin sulit. Saya menyangka anak-anak sekarang
mengalami stress sosial yang tinggi tinimbang jaman saya kecil dulu. Stress
yang kemudian bisa meledak menjadi perilaku-perilaku yang tak terkendali dan
cenderung membahayakan dirinya sendiri. Cobalah diberi motor, hampir semua anak
akan memacu motornya seperti kesetanan meski di jalanan sempit sekalipun.
Lalu kalau ada kejadian siapa
lagi yang disalahkan?. Ya tentu saja anak-anak itu, tak ada orang tua yang mau
disalahkan karena anaknya brengsek. Tak ada masyarakat yang mau disalahkan
karena orang-orang mudanya jadi berandalan semua. Tak ada lembaga pendidikan
apapun yang mau disalahkan karena menghasilkan generasi yang tidak bermutu.
Pendidikan dan generasi bermutu
adalah impian kita, yang mungkin hanya ditemukan di iklan-iklan saat penerimaan
murid baru. Di luar itu dunia pendidikan berkutat dengan proyek-proyek yang
lebih bertujuan untuk menghasilkan uang. Maka tak heran siapapun yang tak punya
uang maka akan sulit sekali memperoleh pendidikan yang seolah-olah bermutu.
Bermutu karena berstandar internasional, bermutu karena kepala sekolahnya orang
barat, bermutu karena berada di kompleks elit dengan bangunan gagah dan megah.
Pondok Wiraguna, 24 September 2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar