“No Pic ... HOAX”
Begitu replay atau retweet
atas sebuah kicauan yang mengabarkan suatu peristiwa, kejadian atau benda
tertentu. Tanpa gambar, kabar atau kicauan itu dianggap sebagai kabar burung
belaka. Kenapa kabar harus disertai gambar agar dipercaya?.
Twitter sebagai salah satu
wahana social media memungkinkan penggunanya untuk melakukan ‘pengkabaran
warga’ atau bisa disebut dengan citizen journalistic. Kerja-kerja jurnalistik
yang dilakukan secara mandiri oleh seseorang tanpa penugasan dari siapapun atau
lembaga penerbitan. Alhasil di twitland berseliweran aneka berita tanpa kontrol
atau proses yang lazim dijalankan dalam industri media mainstreams. Dalam media
sosial berita seolah-olah terpublikasi tanpa jaminan siapa yang harus
bertanggungjawab untuk kebenarannya.
Maka bukti menjadi penting.
Dengan demikian saat ada twit yang mengabarkan adanya kebakaran di suatu
tempat, maka jika tak disertai gambar bakal di sahuti dengan kalimat “No Pic
Hoax”. Dalam dunia pengkabaran warga
memperbanyak bukti dalam bentuk foto atau rekamam video memang penting sebab
para pewarta warga akan sulit melakukan proses ‘cover both side’ atas pokok
tertentu yang dikabarkannya.
Lagi pula saat ini para
pemakai media sosial melakukan aktivitasnya dengan menggunakan perangkat
mobile. Perangkat yang umumnya berlabel smarthphone, dimana dalam satu alat itu
sudah dicangkokkan berbagai fungsi yang terintegrasi (convergen). Jadi gambar
atau rekaman video tak perlu diotak-atik agar bisa langsung di unggah atau
disertakan dalam kicauan.
Pertanyaanny, benarkah kicauan
yang disertai dengan gambar akan selalu benar?. Ya, sebenarnya tidak juga.
Dalam kasus kekerasan terhadap Suku Rohingnya misalnya, ternyata gambar yang
disertakan bukan gambar yang sebenarnya. Gambar atau foto-foto itu adalah
peristiwa-peristiwa di tempat lain. Jadi gambar bisa juga merupakan rekayasa
dan kalau pengetahuan kita terbatas maka kita justru kemudian mempercayai HOAX
sebagai realita.
Bukan sekali dua kali di dunia
maya beredar kabar dan gambar yang sejatinya palsu tapi kemudian dipercaya dan
mengemparkan. Namun begitu juga sebaliknya, banyak kabar dan gambar yang
sejatinya asli kemudian dibantah dan dinyatakan sebagai palsu. Lalu kabar apa
yang bisa dipercaya?. Rumusnya sama saja, dalam bidang apapun yang bisa
dipercaya adalah yang jujur. Persoalannya bagaimana kita bisa mengukur
kejujuran itu.
Mengukur kejujuran jelas sulit
untuk dilakukan, yang paling mudah adalah menilai apakah sumber atau rujukkan
yang dipakai bisa dipercaya atau tidak. Kabar yang biasanya dipercaya adalah
berasal dari orang dekat atau yang kita kenal. Namun sekali lagi tak selalu
begitu, sebab bisa jadi orang yang kita kenal justru tak sungkan-sungkan
‘ngerjain’ kita. Atau kabar yang diberikan oleh orang yang selama ini dikenal
mempunyai integritas yang baik, track records dalam ‘pengkabaran warga’. Baik
di blog maupun microblog ada nama-nama yang mempunyai jaminan mutu, atau hampir
semua informasi yang diberikan olehnya sahih, kecuali yang dimaksudkan sebagai
gosip atau opini.
Ada juga yang kerap
‘membroadcast’ warta yang mencantumkan lembaga penelitian ini atau itu, atau
universitas ini dan itu juga kantor berita ini serta itu. Untuk hal-hal yang
begini jangan mudah percaya jika tidak disertai link berita, artikel atau
apapun. Sebab biasanya lembaga-lembaga terpercaya mempunyai website untuk
mempublikasikan karya tulis, hasil kajian atau berita. Jadi lakukan verifikasi
atas kabar itu di website lembaga atau organisasi yang disebut.
Istilah ‘no pic hoax’ bukanlah
istilah yang muncul dari ruang kosong, istilah untuk lucu-lucuan karena yang
dimention tak punya jawaban. Kabar dan informasi saat ini berseliweran dan
jumlahnya kelewat banyak. Terkadang kita tak perlu dengan informasi itu tapi
mau tak mau harus membaca atau menenggok sejenak. Dalam dunia yang kelebihan
informasi ini perlulah bagi kita yang ingin melakukan ‘pengkabaran warga’ untuk
memperhatikan ‘net etiket’ atau etiket (sopan santun) dalam dunia maya.
Bukan sekali dua kali saya dan
pengguna BB lainnya jengkel karena mendapat pesan melalui BBM yang selain tak
mengenal waktu, isi dari pesan (informasi) tidak penting sama sekali. BBM
memang mempunyai fasilitas broadcast message, sehingga satu kali push semua
kontak akan menerima, jelas ini efektif untuk menyebar pesan. Tapi kalau jam
satu atau dua malam, tiba-tiba tuit-tuit pesan masuk dan isinya puisi, jelas
bisa bikin kita gagal tidur kembali lantaran murka.
Mengirim pesan kepada banyak
orang tentu saja juga perlu disaring. Etiketnya, pikirkan apakah pesan yang
kita akan sampaikan itu (dalam pandangan kita) relevan kepada yang akan kita
kirimi atau tidak. Dan fasilitas broadcast biasanya menyertakan juga sarana
bagi kita untuk memilih, mana yang akan dikirimi dan mana yang tidak.
Jenis sopan santun lain yang
perlu diperhatikan adalah bahasa, terutama saat melakukan broadcast. Gunakan
bahasa yang bisa diterima sebagian besar orang. Ingat tidak semua sama dekatnya
dengan kita sebagai pengirim pesan. Jangan sampai apa yang kita sampaikan
menyinggung atau bikin marah besar. Tapi tak berarti bahwa kita tak bisa
bermain-main dengan bahasa. Yang terpenting adalah cermat memilih kata-kata,
taruhlah hanya tersentil dan tersenyum kecut, tapi tak sampai membanting gelas
di dinding.
Di dunia maya seperti di alam
nyata, muncul juga kelas-kelas pengguna, senior dan junior. Kalau kita masuk
dalam kelas atas dan senior, tak perlu juga berlagak seperti kakak-kakak kelas
di STPDN (kalo gak salah jadi IPDN). Tak perlu berlagak merasa paling tahu,
berkuasa, lebih kenal banyak orang dan seterusnya. Ingat, jejaring maya adalah
jejaring demokratis dan egaliter, siapapun yang tidak kena block bisa melintas
dan masuk ke dalamnya. Jadi kalo merasa lebih pintar dan lebih tahu, tolong
hafalkan pepatah yang dipopulerkan oleh Sam Ratulangi, Si Tou Tumou Tou.
Manusia akan jadi semakin manusiawi kalau memanusiakan orang lain. Kita akan
jadi makin pintar dan makin tahu kalau bisa membuat orang lain jadi pintar dan
tahu.
Pondok Wiraguna, 17 September
2012
@yustinus_esha
0 komentar:
Posting Komentar