Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (20)

Kamis, 20 September 2012


Tunggang Langgang

Impian saya hari ini adalah menghentaknya jari di virtual keyboard yang muncul di layar dengan sentuhan. Sepertinya ketukkan akan terasa ringan dan tak ada ‘hard impact’ pada tulang jemari.  Mimpi ini mengingatkan saya pada masa 20 tahun yang lalu, saat pertama saya begitu takut-takut menyentuh perangkat PC yang berlayar biru. Semua masih serba memakai kontrol dan bantuan disket untuk booting. Pernah suatu kali saya setengah hari duduk di hadapan komputer, karena takut mematikannya sehingga saya tunggui sampai kakak kelas yang paham masuk kembali ke ruangan.

Lalu sekitar tahun 96 mulailah saya memakai komputer yang sudah cukup mudah pengoperasiannya. Tak perlu lagi booting dengan disket, programnya juga mulai banyak, termasuk huruf berhias sehingga bisa bergenit-genit dengan tampilan tulisan. Laptop saat itu masih jarang, sehingga jika ada kegiatan maka siap-siap mengotong CPU, Layar, Stavol dan UPS. Waktu itu mengotong-ngotong perangkat PC ke ruang pertemuan di hotel-hotel terasa gagah, tapi kalau sekarang harus melakukan itu maka saya tak bakalan sudi.

Tak lama kemudian saya mulai memakai laptop, yang sesekali dipinjamkan oleh teman. Meski sebenarnya berat karena tebalnya hampir sama dengan buku kitab suci, membawa laptop kesana-kemari adalah kebanggaan tersendiri. Saat itu laptop amatlah jarang dan harganya masih mahal. Maka siapa yang membawanya ibarat orang-orang pilihan.

Booming laptop tiba, bentuknya semakin tipis dan dilengkapi dengan modem internal. Maka ketika nongkrong-nongkrong di warung kopi, rasanya wajib membawa laptop untuk menunjukkan eksistensi agar tidak dikira gaptek. Tapi ada masa kemudian saya tak mau mengeluarkan laptop lantaran malu, sebab laptop saya bukan termasuk kategori laptop gaya hidup. Laptop yang percaya diri nangkring di meja-meja cafe adalah yang berlambang ‘apel digigit’, mac book.

Belum juga mampu membeli mac book, kini meja-meja cafe dihiasi oleh lembar tipis, sabak elektronik alias komputer tablet. Memang banyak tablet yang beredar di pasaran, bahkan harganya mulai dari sejutaan. Tapi lagi-lagi bukan soal tabletnya melainkan mereknya, untuk apa mengeluarkan tablet jika bukan Samsung Galaxy  atau IPAD.

Dunia memang berubah dengan cepat, semakin hari kecepatannya semakin tinggi, secepat prosessor yang kini terpasang di gadget-gadget canggih. Bahkan kini yang namanya core duo pun tak lagi dipamerkan sebagai iklan, karena sudah sampai quard core. Semua yang lambat-lambat bakal tertelan jaman. Mengikuti perkembangan membuat kita menjadi terengah-engah. Yang satu belum terbeli, model lainnya sudah keluar tanpa menunggu tahun.

Perubahan yang cepat sejatinya tak hanya dalam soal teknologi, trend atau kecenderungan yang lain menyangkut gaya hidup, sosial, ekonomi dan politik juga berubah dengan sangat cepat. Dunia seolah kini sudah berlari, lari dengan kecepatan para sprinter. Idola tak bertahan lama, terpeleset sedikit yang ngantri untuk mengantikan sepanjang kemacetan di pelabuhan merak-Bakahueni. Tak heran jika kemarin seorang bintang membikin fans-nya pingsan-pingsan, esoknya tak ada lagi yang minta meski hanya untuk berfoto bersama-sama. Kedudukan yang tinggipun bisa dengan cepat menjungkalkan orang ke lubang terdalam. Hari lalu adalah penguasa yang terhormat dan ditakuti, besok digiring polisi dengan tangan terborgol mirip pencuri ayam habis digebukin orang sekampung.

Perkembangan dalam dunia ITK adalah representasi dari kecepatan perubahan saat ini. Kemampanan adalah sesuatu yang langka. Perubahan terjadi dari detik ke detik seperti yang sering diucap oleh Amien Rais. Kecepatan yang membuat kita sering ragu, hanya mampu membuat kesimpulan sesaat. Karena umur orang baik bisa jadi sangat pendek, karena tak lama ternyata terbukti kebusukkannya. Kekuasaan bisa jadi juga sangat nisbi, seolah-olah, karena selalu terancam untuk diturunkan derajatnya. Popularitas bisa dengan sekejap diraih, tapi juga dalam sekerjap mata berkedip hilang kembali. Tak heran jika kemudian banyak orang-orang ternama, merana dan kemudian memilih ‘mematikan diri’ dengan perbuatan konyol lantaran tak tahan menghadapi perubahan.

Perubahan adalah sebuah rangkaian pencapaian yang terus menerus, dalam dunia produksi diperlihatkan lewat kelahiran seri-seri baru yang semakin baik dan lengkap. Namun kita tak selalu harus memakai yang terbaru, meski selalu ingin. Perubahan adalah sesuatu yang melingkupi diri kita bukan mengurung apalagi mengungkung. Kita tak bisa menolak tapi tak harus ikut larut ke dalamnya. Nikmati perubahan, siap selalu menghadapinya dan tak perlu tunggang langgang karenanya.

Pondok Wiraguna, 17 September 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum