Jangan Biarkan Mereka Mati

Rabu, 05 Oktober 2011


Perbincangan tentang kecelakaan yang menimpa pedangdut Saiful Jamil belum juga usai. Dalam kecelakaan mobil yang disopiri sendiri, Saiful bukan hanya kehilangan istri tercintanya melainkan juga bayi dalam kandungan istrinya. Kecelakaan pada alat angkut memang menduduki peringkat tinggi penyebab kematian di negeri ini. Selain terjadi di darat, kkecelakaan juga kerap menimpa alat angkut di lautan (sungai).

“Benarkah nenek moyang kita pelaut, seperti kerap kita nyanyikan sejak jaman Taman Kanak Kanak dulu?”, tanya Dodi pada Mas Romo yang sedang membaca koran.

“Menurut catatan sejarah demikian adanya. Jejak nenek moyang kita tersebar di berbagai belahan dunia. Dan tentu saja mereka mencapai tempat-tempat itu dengan kapal laut, entah sengaja atau tidak. Mungkin karena tujuannya bukan untuk ekpedisi seperti Columbus , maka catatan atau kroniknya menjadi tidak lengkap. Tapi kenapa kau memprotes lagu nan agung itu?”, terang Mas Romo sambil bertanya.

“Lha, ini masak Mas Romo tidak baca”, kata Dodi sambil menunjuk berita tentang kecelakaan kapal angkutan di halaman koran yang dipegang Mas Romo. “Dan ini .... kabar dari kawan di Surabaya yang mengatakan bahwa barusan KM Kirana XI tujuan Balikpapan terbakar di dermaga Gapura Surya, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya”, sambung Dodi sambil menunjukkan pesan yang masuk lewat BBM.

“Waduh, kecelakaan kok sambung menyambung. Apa kita ini memang negeri kecelakaan?. Tapi apa hubungannya antara nenek moyang kita yang pelaut dan kecelakaan kapal?”, tanya Mas Romo.

“Kalau nenek moyang kita benar pelaut, berarti kita paham benar urusan kapal dan laut, apa resikonya dan bagaimana menguranginya. Lihat saja berkali-kali kapal yang celaka belum jauh dari dermaga. Yang ini bahkan masih menempel di pelabuhan, belum berangkat. Edan kan?”, kata Dodi.

“Justru itu masalahnya, kita bukan kekurangan pengetahuan lalu jadi abai pada keamanan. Kita justru merasa banyak tahu jadi tidak awas resiko lagi. Bukankah kita sering bilang, biasanya juga begini dan tidak apa-apa. Ini apes saja”, ujar Mas Romo.

“Iya sedikit-sedikit apes. Makanya kecelakaan tidak pernah jadi pelajaran, paling jadi nyanyian saja, itu juga kalau Iwan Fals masih bisa menulis syair”, sahut Dodi mengingatkan lagu ciptaan Iwan Fals tentang tragedi Bintaro dan Tampomas II.

“Untuk urusan nyawa, bangsa kita ini memang paling abai pada “pre caution universal”, kewaspadaan universal. Mestinya sebelum berangkat kan harus dipastikan tidak ada barang berbahaya yang meningkatkan resiko malapetaka dalam perjalanan. Bukan sekali dua kali, kapal terbakar karena kendaraan yang terparkir di geladak bawah”, kata Mas Romo.

“Sedih saya melihat perilaku para pemangku kebijakan soal angkutan. Nyawa kok disamakan dengan barang. Kalau terjadi sesuatu diatas kapal, kelihatan tidak siap. Semua panik dan berlompatan ke dalam air, padahal tidak semua penumpang kan bisa berenang”, keluh Dodi.

Sejarah kelautan adalah sejarah yang panjang. Tetapi yang terjadi justru kosok balik, paradoks. Sejarah panjang tidak menorehkan pengetahuan yang semakin meningkatkan kewaspadaan betapa besar resiko perjalanan angkutan di lautan. Dengan terang dalam pengembangan layanan dikatakan bahwa penumpang adalah raja. Konsumen adalah yang utama untuk dilayani kepentingannya, diangkut dan diantar dengan nyaman dan aman, selamat sampai ke tujuan.

“Bosan saya mendengarkan penjelasan bahwa semua prosedur sudah dilalui, sebelum berangkat sudah diperiksa kelaikannya. Tapi buktinya kecelakaan bahkan terjadi di depan mata mereka yang mengatakan hal itu. Tapi kok nda ada malunya ya. Kalau saja mereka ini Pinokio, pasti hidungnya sudah sepanjang jembatan Suramadu”, kata Dodi geram.

“Kita memang lebih bisa menghafal SOP, Tupoksi, Job Desk atau apapun itu, tapi soal menjalankannya hampir semuanya bisa dikompromikan. Bukan mau menuduh, lembaran rupiah seringkali membuat apa yang tidak layak diberangkatkan ternyata bisa diloloskan mengarungi samudera dalam bahaya. Bukankah biasa kita mendengar kapal tenggelam karena kelebihan muatan?”, sambung Mas Romo.

Dodi terdiam, tak mampu lagi berkata-kata. Dalam diamnya dia membayangkan Presiden SBY mengumumkan bahwa menteri perhubungan di ganti dalam reshuffle kabinetnya. Dan pos menteri perhubungan bukan lagi kursi yang ditujukan untuk membalas jasa baik seseorang pada yang mempunyai hak prerogatif untuk menunjuknya.

Yustinus Sapto Hardjanto
Sociocultural Networker’s

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum