Bersama Kita Bisa Alias AYTBTDNI

Jumat, 01 Juli 2011

Semua bisa terjadi di negeri ini, “Tak ada hil yang mustahil”, begitu kalau kita memakai istilah yang biasa dipakai Almarhum Asmuni atau Tarzan, saat kelompok lawak Srimulat masih jaya dulu. Kalau kita mengumpulkan “hil-hil yang mustahil” itu barangkali hati terasa pahit dan getir, tetapi barangkali bisa juga tersenyum kecut. Contohnya, Gayus Tambunan, yang ditahan di tempat penahanan paling disiplin dan tegas di negeri ini ternyata berkali-kali bisa cuti pelesiran keluar sel untuk menikmati liburan.

Di masa ujian akhir sekolah baru-baru ini, ada keluarga yang tiba-tiba saja “diusir” oleh warga sekitarnya karena membongkar “kebobrokan” pelaksanaan ujian di sebuah sekolah. Aneh bin ajaib, bukankah kita semua benci kecurangan, tapi kenapa orang yang membongkar kecurangan malah yang balik dibenci?. Kejadian ini menunjukkan bahwa sebagian besar dari kita memaklumi atau menerima “perilaku buruk” kalau itu menguntungkan. Tak peduli bahwa keuntungan itu hanya sementara atau bahkan “palsu”.

Kita mengagungkan diri sebagai masyarakat timur, masyarakat yang mengagungkan seks sebagai sesuatu yang suci. Nafsu seks adalah keagungan untuk disalurkan dalam bentuk syukur dan cinta atas karunia keindahan dari Tuhan. Seks tidak boleh mengotori pikiran sehingga menganggu atau membutakan kerja otak dalam memutuskan sesuatu. Nah kalau kita ingat kasus Melinda Dee, tentu saja kita akan mempertanyakan hal itu. Melinda Dee secara sadar paham bahwa kebanyakan otak (laki-laki) di negeri ini rusak jika berhadapan dengan simbol-simbol seks yang “wah”. Maka dia mem’permak’ wajah dan dada-nya sebagai pamungkas untuk menahklukan ‘klien-kliennya” untuk mengunungkan pundi-pundi rupiahnya. Tak banyak orang yang berani melaporkan aksi curangnya karena ingin melindungi citra dirinya, takut mengakui bahwa keputusan investasinya karena silau melihat gunung emas di dada Melinda Dee.

Melinda Dee, adalah salah satu contoh dari sosok yang sebenarnya tidak luar biasa, jabatannya juga tidak setinggi langit, tapi kekayaan hampir tak habis dimakan tujuh turunan. Dan banyak contoh lain yang seperti itu, orang dengan kekayaan besar tapi tak jelas dari mana sumbernya. Sebut saja yang sedang jadi perbincanga saat ini yaitu Nazaruddin, perusahaannya tidak luar biasa,orangnya masih muda, tapi konon uangnya seperti mata air yang tidak pernah kering meskipun musim kemarau panjang. Di sekitar kita adalah gampang menemukan seseorang yang tidak jelas apa kesibukan dan pekerjaannya tapi kesana kemari dengan mobil mewah, memakai pakaian mahal, kerap bepergian naik pesawat terbang, menginap di hotel berbintang dan rutin “hang out” di tempat hiburan yang bikin kering dompet.

Saya jadi ingat pada seseorang yang dulu sejak TK hingga SMA selalu menjadi siswa teladan. Putri Bupati di daerah saya itu dikenal sebagai anak pintar, semua orang mengenalnya karena wajah dan namanya selalu ada di kalender sekolahan, fotonya dengan memegang piala tanda penghargaan sebagai siswa teladan memang rutin menghiasi kalender setiap tahunnya. Fot yang terakhir adalah saat menerima anugrah sebagai siswa teladan nasional untuk tingkat SMA. Karena prestasinya itu kemudian dia diterima di sebuah perguruan tinggi ternama lewat jalur PMDK. Dan apa yang terjadi, hanya beberapa semester saja dia bertahan di perguruan tinggi itu. Akhirnya sang siswa teladan yang rutin menerima penghargaan itu di DO karena tak mampu mengikuti pelajaran di perguruan tinggi, nilainya selalu di bawah standard.
Tentu kita masih ingat Ponari, sang dukun cilik yang sakti mandraguna karena batu meteor atau batu bulan. Ramai orang mengharap bisa mendapat air yang dicelupi batu yang dipegang olehnya. Daerah tempat tinggalnya menjadi ramai, orang berdesak-desakan bahkan sampai ada yang meninggal karena terinjak, terhimpit dalam kerumunan. Dan entah kemana kesaktiannya saat ini, mungkin hilang sesaat setelah polisi melarang aktivitasnya. Dan kini nama Ponari yang kala itu bersinar di mana-mana hilang karena secara perlahan digusur oleh POCARI sweat yang ternyata lebih menyegarkan dibanding air rendaman batu dari tangan Ponari.

Setelah beberapa contoh diatas, masihkah anda percaya ada hal yang mustahil terjadi di negeri ini. Saya akan memberi contoh satu lagi, berita yang mengelikan di negeri demokrasi ini. Saya menerima sebuah email berisi hal berikut ini : RIP. Telah meninggal dunia : Prof. H. TB Khasan Sochib, ayahanda  dari Gubernur Banten, Atut Chosiyah: ayahanda dari Walikota Serang,  H. Jaman, Ayahanda dari Wakil Bupati Serang, H Tatu Hasanah; mertua dari Walikota Tangerang Selatan, Airin Rahmi Diani; suami dari Wakil Bupati Pandeglang, Hj. Heryani; mertua dari ketua Golkisar Banten dan Anggota DPR RI, H Hikmat Tomet; mertua dari anggota DPD Banten , Andika Hazrumi; kakek mertua dari wakil ketua DPRD Serang, Ade Rossy Chaerunissa. Semoga amal ibadahnya diterima Allah yang Maha Kuasa. Amin.

Tentu sebagai sesama manusia kita patut ikut berbela sungkawa, itu yang pertama. Tapi berikutnya saya tak bisa menahan tawa kecut. Luar biasa, ini adalah contoh dari keluarga yang melebihi klan Kennedy dan George Bush dalam dunia politik sejagat. Ternyata reformasi yang melahirkan demokrasi lewat pemilihan wakil rakyat dan pemimpin daerah secara langsung justru melahirkan klan politik yang menguasai segala sudut pemerintahan dari atas sampai bawah. Politik AMPIBI : Anak Menantu Ipar dan Bini semuanya jadi penguasa. Nepotis sejati, begitu komentar teman yang mengirimkan surat elektronik ini. “Ha....ha..ha.... ini sungguhan lho :p “ begitu tulisnya.

Kemustahilan demi kemustahilan terjadi di negeri ini, silih berganti tak tak pernah mendapat jawaban yang pasti. Silih berganti tidak diselesaikan, kita digiring dari satu keanehan ke keanehan lainnya yang bikin puyeng kepala. Siapa yang tidak puyeng saat mendengar dada Melinda Dee yang oversize itu dioperasi dengan biaya Jamkesnas. Padahal dia adalah pemilik beberapa mobil Ferarri. Padahal di luar sana ada banyak keluarga yang menderita karena penyakit aneh yang diderita sanak saudaranya. Tak ada yang memperhatikan, kalaupun ada dinas kesehatan yang datang, maka akan mengatakan “Kami sudah mendiagnosa, dan tak bisa memastikan apa penyebab apalagi obatnya”. Begitu saja dan menyerah. Padahal bagi dunia medis seharus penyakit yang aneh adalah daya tarik untuk penelitian, sehingga para pengidapnya justru harus dibantu selain diobati juga sebagai subyek yang diamati agar pelajaran darinya bisa melahirkan temuan-temuan baru yang akan menolong banyak orang lain yang mungkin saja terserang gejala serupa.

Hampir sebulan lebih saya tidak bisa leluasa menyaksikan televisi karena pesawat yang biasa saya tonton rusak terkena sambaran petir. Dalam hati saya bersyukur, pertama karena musim kompetisi sepak bola Eropa (terutama Inggris dan Spanyol) belum dimulai dan kedua, karena saya tak harus menyaksikan wajah-wajah yang menjengkelkan karena selalu punya jawaban atas kemustahilan-kemustahilan yang terjadi di negeri ini. Dengan tidak menonton televisi, saya bisa bersikap lebih santai karena emosi saya tak perlu meledak-ledak menyaksikan tontonan yang memamerkan ketrampilan tinggi dalam bersilat lidah. Memamerkan alasan yang hampir tak masuk akal namun tetap percaya diri.

Akhirnya saya mesti bersyukur, sebab setiap bangun pagi selalu ada bayangan tentang sesuatu yang harus segera ditulis. Dan lebih bersyukur lagi ada yang selalu mengingatkan untuk tidak terus menerus mengeluhkan keadaan. “Anda tak ada jalan keluar, lihatlah ke anakmu,jangan biarkan dia mengalami hal yang kita alami sekarang. Didiklah dia secara benar agar kelak bisa memperbaiki hal-hal yang tidak benar dari generasi kita”.  Terakhir sekali, untuk yang kebingungan dengan judul diatas, singkatan yang tidak jelas itu adalah Apa Yang Tidak Bisa Terjadi Di Negeri Ini.

Salam Mustahil
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum