“Ketaatan kami disini bukan karena kesadaran, tetapi karena dipaksa” (Mohammad Khatami)
Praktek pemaksaan ketaatan terhadap Tuhan dibanyak tempat oleh negara memang masih lazim. Kecenderungan seperti ini bahkan semakin menguat di negeri kita pasca reformasi. Muncul banyak kelompok masyarakat yang turut memaksa negara untuk semakin mencampuri urusan privat, hubungan manusia dengan Tuhan. Hak untuk berhubungan dengan Tuhan adalah hak paling dasar yang tidak boleh dicampuri oleh siapapun. Negara hanya berfungsi untuk menjaminnya, memberi rasa aman dan nyaman untuk mengekpresikannya. Berbagai peristiwa kekerasan, diskriminasi dan pelecehan terhadap kelompok tertentu berkaitan dengan ekspresi serta praktek hubungan dengan Tuhan menunjukkan bahwa negara mau memperluas wilayah dan kekuatan kekuasaannya. Negara dan kelompok-kelompok tertentu mendorong campur tangan dalam suatu wilayah yang seharusnya bukan menjadi urusannya. Negara dan kelompok sesungguhnya adalah sistem yang tidak tunggal karena didalamnya ada beberapa unsure sehingga tidak mungkin mereka hadir menjadi ‘wakil Tuhan’ di bumi.
Praktek di banyak wilayah dimana negara atau kekuasaan setempat memegang kendali atau memaksakan ketaatan pada Tuhan hanya akan melahirkan ‘hipokrisi religius’. Simbol dan tanda-tanda religiusitas ada dimana-mana menyembunyikan buruk muka dan segenap penyelewengan di balik ketaatan massal. Apakah bisa dipastikan seseorang yang mengenakan symbol religious seharian penuh, melahap hafal isi kitab suci dan menjalankan ibadah secara teratur dengan sendirinya akan menjadi mahkluk yang taat dan beriman penuh kepada Tuhan?. Sudah banyak kita mendapat contoh atau bahkan melihat perilaku mereka yang gemar memakai symbol-simbol religious tetapi bertindak dan bertutur tanpa adab orang beriman. Padahal siapapun yang secara serampangan bertindak seolah-olah sebagai ‘wakil Tuhan’ sesungguhnya justru dia tengah menista Tuhan.
Kepemerintahan kita dibangun atas legitimasi politik, pemberian mandat melalui pilihan suara rakyat. Dalam pemilu atau pemilukada tidak pernah ada pemberian mandat spiritual atas orang yang kita pilih atau kita beri suara. Dengan demikian mandat para pengelola pemerintahan adalah mengurus warga dalam urusan hidup duniawi. Kita hanya menempatkan mereka menjadi pimpinan tinggi negara atau suatu daerah bukan pimpinan tertinggi spiritual keagamaan. Menyerahkan urusan duniawi dan surgawi kepada satu tangan penguasa hanya akan mengantar kita kepada kekuasaan totaliter yang akan sulit untuk dikoreksi. Dan apabila ini terjadi maka akan sulit untuk diperbaiki lagi, sulit untuk dirubah sebab tidak ada lagi kekuasaan yang lebih tinggi. Pengalaman di Eropa pada masa lalu ketika gereja dan negara bersekutu melahirkan banyak horror dalam kehidupan warganya.
Di beberapa negara, bentuk pemerintahan teokrasi juga masih dipraktekkan. Akibatnya praktek kehidupan kenegaraan tidak lagi didasarkan atas kontitusi. Pemimpin spiritual tertinggi kata dan keputusannya bisa mengatasi konstitusi. Maka praktek partisipasi, kritisisme terhadap kekuasaan dan aspirasi warga menjadi mustahil untuk diwujudkan. Indonesia pasca reformasi juga memunculkan gerakan baik dari kelompok maupun unsur pemerintahan untuk mengaspirasikan teokrasi baik secara terbatas maupun menyeluruh. Modus yang dipilih bermacam-macam atau dalam bentuk yang berbeda-beda. Dalam koridor demokrasi, UU tentang Pornografi misalnya bisa merupakan jalan kecil atau pintu masuk untuk negara mencampuri urusan moralitas warganya. UU ini sesungguhnya menempatkan warga negara sebagai kelompok tertuduh yang bobrok secara moral sehingga perlu ditakut-takuti dengan pasal dan ancaman hukuman. Dalam banyak sisi pembatasan atas gaya berbusana, bertindak dan berpenampilan bagi perempuan sesungguhnya hinaan pada laki-laki yang dianggap selalu ‘bernafsu dan berpikir ngeseks melulu’ apabila melihat perempuan.
Aspirasi teokrasi yang sangat luas, tidak dijabarkan dengan jelas (kabur), penuh dengan idealisasi dan tak disertai dengan argumentasi keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan dalam perdebatan public kemudian bersekutu dengan nafsu berkuasa kelompok atau orang tertentu yang disembunyikan di belakang topeng kesalehan akan menjadi bahaya besar kehidupan bangsa di masa depan. Pragmatisme politik yang memainkan sentiment teokrasi menunjukkan bahwa kehidupan para pemburu kekuasaan menghalalkan segala cara untuk merengkuh kedudukannya. Sebuah sikap dan perilaku yang sesungguhnya ditentang oleh sistem dan ajaran religious apapun.
Adakah sesungguhnya ide-ide teokrasi tak lebih dari wajah keputusasaan dan ketidakmampuan para pengelola pemerintahan untuk menyelesaikan persoalan. Kenapa harus mengurus cara berpakaian, cara berjalan, cara berbicara dan lain-lain kalau untuk mengurus kebutuhan air bersih, sumber energy dan angkutan umum saja tidak becus sampai sekarang. Apa gunanya jika seluruh bangsa ini tiap hari berdoa, mendaras ayat kitab suci, tempat ibadah penuh dimana-mana dan sebagainya tapi kita hidup sengsara. Adakah kalau rakyat kita miskin lalu pemerintah hanya mengatakan sabar, sebab orang miskin lebih berharga di hadapan Tuhan dari pada orang kaya. Lalu jika rakyatnya bodoh, berkilah bahwa orang bodoh akan lebih jauh dari dosa dibanding dengan orang yang pandai.
Sebagai bangsa kita adalah bangsa yang religious, semua orang beragama, sebagian besar taat beribadah tapi toh adab kita sebagian besar tidak mencerminkan hal itu. Dan kenapa kita masih berpikir bahwa pemerintahan teokrasi akan mampu memperbaiki kondisi bangsa ini. Ide seputar teokrasi adalah ide orang-orang gila urusan, orang yang putus asa mencari jalan dan asa untuk memperbaiki kondisi negeri ini. Menjadikan negeri ini sebagai negeri teokrasi tidak akan membuat mata Tuhan berpaling ke negeri ini, mengulurkan tangan-NYA membantu kita menyelesaikan persoalan bangsa ini.
Berhentilah mengkhayal campur tangan Tuhan dalam mengatasi segenap masalah yang membelit negeri ini. Kerja keras penyelenggara pemerintah dan segenap jajaran birokrasinyalah yang seharusnya diutamakan. Hentikan perselingkuhan politik, tegakkan hukum dan fungsi negara untuk melindungi serta mengutamakan kepentingan warganya. Jadikan agama sebagai inspirasi, untuk bekerja sungguh-sungguh, mengabdi kepada pemberi mandat, jujur dalam mengambil keputusan. Jangan bertopeng dibalik aspirasi agama yang justru menghantar warga kepada ketaatan semu, karena terpaksa. Tuhan membenci kemunafikan sekalipun kita bermaksud untuk menyenangkanNYA.
Salam Damai Dalam TUHAN
@yustinus_esha
Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)
Pages
Label:
Tajuk
AGAMA : Inspirasi Bukan Aspirasi
Borneo Menulis
Jumat, 22 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Cari Blog Ini
Sekolah dan Bengkel Menulis Naladwipa
Merupakan hasil kerjasama Naladwipa Institute, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda dan Desantara Foundation. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda untuk mengasah wawasan, kepekaan dan ketajaman untuk melihat apa yang terjadi di kesekitarannya.
Menulis Adalah Panggilan Jiwa
Blog ini merupakan wahana bagi peserta sekolah menulis Naladwipa dan Komkep Kasri untuk mempublikasikan tulisannya. Namun tetap terbuka bagi siapapun yang hendak mengirimkan tulisan juga. Silahkan masukkan tulisan ke badan email dan kirim ke borneo.menulis@gmail.com
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Popular Posts
-
Antara Antri IPAD dan Bensin Ketika masih duduk di bangku sekolah, libur kenaikan kelas adalah sebuah kegembiraan yang tidak terkira. Sebu...
-
Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang pur...
-
Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai ...
-
Masihkan orang berpikir bahwa tato adalah penanda bagi mahkluk yang cenderung kriminal dan tindik (piercing) adalah peradaban massa silam?. ...
-
Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebu...
-
Empat bulan lalu Ardi bersama keluarganya pindah rumah, ke tempat tinggal yang kini adalah miliknya sendiri. Bertahun-tahun Ardi, Esta istr...
-
Media memegang peran penting dalam dinamika sosio kultural di masyarakat. Di tengah iklim yang menindas, media bisa menjadi corong dari peng...
-
Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu...
-
Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat...
-
Kemacetan tak lagi milik kota-kota metropolitan macam Jakarta, Bandung, Surabaya atau Medan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang kin...
Ayo Menulis
Jika anda percaya bahwa kata-kata mampu menggerakkan perubahan maka mulailah menulis. Semua pantas ditulis dan perlu untuk dibagikan.
Daftar Link
Partisipan
Arsip Blog
- 06/26 - 07/03 (3)
- 07/03 - 07/10 (3)
- 07/10 - 07/17 (6)
- 07/17 - 07/24 (6)
- 07/24 - 07/31 (12)
- 07/31 - 08/07 (3)
- 08/14 - 08/21 (2)
- 08/28 - 09/04 (2)
- 09/04 - 09/11 (3)
- 10/02 - 10/09 (11)
- 09/02 - 09/09 (10)
- 09/09 - 09/16 (4)
- 09/16 - 09/23 (12)
- 09/23 - 09/30 (8)
- 09/30 - 10/07 (12)
- 10/07 - 10/14 (8)
- 10/14 - 10/21 (10)
- 10/28 - 11/04 (9)
- 11/04 - 11/11 (9)
- 11/11 - 11/18 (10)
- 11/18 - 11/25 (8)
- 11/25 - 12/02 (6)
- 12/02 - 12/09 (3)
- 12/09 - 12/16 (3)
- 12/30 - 01/06 (1)
- 01/06 - 01/13 (5)
Kunjungan
BORNEO MENULIS
0 komentar:
Posting Komentar