Amatan Acak : AKU dan NUSANTARA (27)

Minggu, 23 September 2012


Phobia : Benci Tanpa Alasan

Tak ada satupun ajaran di dunia ini yang membenarkan kebencian tanpa alasan. Meski demikian kebencian tanpa alasan tampaknya tetap subur bahkan beberapa berkembang menjadi sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.  Bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang berdasar pada kebencian tanpa alasan muncul dalam bentuk genocide etnic cleansing, anti semit dan aneka phobia terhadap China, Kristen dan Islam.

Sadar atau tidak sejauh pengalaman saya, rasa benci atau ketidaksukaan kepada yang lain kerap kali diajarkan sejak kecil. Secara kolektif kita semua lewat pelajaran sejarah misalnya diajar untuk benci kepada Belanda yang dianggap menjajah Indonesia selama 350 tahun. Kemudian kita juga diajak membenci dengan sangat mendalam Partai Komunis Indonesia, bukan hanya lewat narasi tetapi juga visual yang sangat menonjolkan kekejaman mereka.

Dalam keluarga, dalam lingkungan pergaulan dan masyarakat tempat kita tinggal juga selalu menyimpan bibit-bibit kebencian terhadap ‘the others’, kebencian, salah pandangan yang kemudian diteruskan dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Saya lahir di sebuah desa kecil dan kemudian bersekolah di desa itu bergaul dengan teman yang itu-itu saja, menyimpan kebencian terhadap Cina. Bagi saya dan teman-teman waktu kecil, Cina itu pelit, hanya mau bergaul dengan sesama Cina (tertutup) dan mengambil banyak untuk dalam setiap transaksi. Akibatnya begitu masuk SMP, di Ibukota Kabupaten dengan teman yang beragam, saya jadi gagap. Bukan sekali dua kali saya memukul anak Cina tanpa alasan, asal merasa ada yang tidak menyenangkan dari saya segera saya layangkan pukulan. Konyol mengingat pengalaman waktu itu. 

Bahkan pernah sekali waktu saat jam pelajaran, saya memukul teman saya yang Cina dari belakang.
Namun saya sebenarnya juga pernah mengalami posisi sebagai korban kebencian tanpa alasan. Ketika masih SD saya berada dalam posisi minoritas secara agama. Saya menjadi murid satu-satunya yang beragama Kristen di sekolah. Entah sadar atau tidak, beberapa teman kerap mengata-ngatai saya, kalau mati akan disalib, kalau mati akan jadi babi dan seterusnya. Olok-olok yang jelas membuat saya tidak nyaman dan beberapa kali pernah berpikir untuk minta pindah sekolah.

Di sebelah rumah saya, ada beberapa janda tua dengan rumah besar, kelak saya tahu bahwa mbah-mbah kakung yang tidak saya kenal itu ternyata diasingkan ke pulau Buru karena dianggap tersangkut dengan PKI. Tak jauh dari rumah saya, ada seorang pemuda yang pintar kimia dan seni patung, tapi menganggur. Ternyata dia tak bisa bekerja karena ‘tidak bersih lingkungan’, ayahnya tersangkut dengan PKI. Kakaknya berhasil menduduki jabatan cukup tinggi di pemerintahan ternyata mesti rela untuk ‘tidak mengakui’ orang tuanya dan mendaftar sebagai anak orang lain.

Segenap pengalaman itu membuat sejak kecil saya menemukan bahwa ada banyak kebencian tanpa alasan. Kebencian yang tak hanya membuat perasaan tidak nyaman semata, melainkan juga kebencian yang cenderung ‘membunuh’ mereka-mereka yang tidak bersangkut paut sama sekali.

Kesemuanya membuat sejak dini saya berusaha menghadapi kebencian yang tidak beralasan bukan dengan kebencian. Saya sejak kecil adalah Kristen tapi saya hidup dalam lingkungan Islam, mulai dari keluarga paling dekat. Kakek nenek saya dari bapak maupun ibu adalah Islam, saudara-saudara bapak dan ibu sebagian besar adalah Islam, dan tetangga saya, kanan-kiri, muka –belakang adalah Islam. Dalam hubungan dengan keluarga dan tetangga dekat saya tak menemukan masalah. Tetangga sebelah saya, Mbah Kaji (Haji), rajin mengingatkan saya apabila saya tidak pergi sekolah minggu dan ke gereja. Pada hari raya bahkan keluarga sayalah yang pertama diberi hantaran. Setiap bulan puasa, saya juga selalu mendapat kiriman kolak dan sebagainya. Dalam banyak hal justru Mbah Kaji – lah yang merupakan ‘saudara’ terdekat dari keluarga saya.

Ketika saya membenci Cina di saat sekolah SMP, ternyata saya justru menemukan kebanyakan teman yang baik kepada saya adalah orang Cina. Saya bukan hanya berteman dengan mereka melainkan juga dengan keluarganya. Pengalaman yang kemudian membuat saya tak mudah untuk kembali jatuh ke dalam pengambaran yang salah terhadap orang atau kelompok lainnya.

Saya menyadari ketika jaman saya kecil dulu, kebencian tanpa alasan masih bisa dimaklumi sebab sistem informasi dan komunikasi belumlah secanggih dan terbuka seperti sekarang ini. Maka kurang pergaulan dan kurang pengetahuan kerap kali menjadi penyebab dari timbulnya benci tanpa alasan. 

Apa yang menjadi pengetahuan adalah informasi-informasi yang tersebar dari mulut ke mulut dan cenderung bias. Ketidakseimbangan informasi membuat munculnya stigma dan stereotype-steretype pada kelompok tertentu. Padahal pelit, tertutup, jorok, gampangan, tukang sogok, sombong dan sebagainya ternyata bukanlah sikap kelompok melainkan orang per orang, sehingga bisa mengenai siapa dan kelompok mana saja. Generalisasi tidak mungkin dilakukan untuk semua kelompok menyangkut sikap dan perilaku.

Sayang perkembangan dunia informasi, komunikasi dan transportasi tidak dengan sendirinya menghapus modus ‘kebencian tanpa alasan’. Dalam masa ini ternyata masih saja banyak orang dan kelompok yang ‘pede’ mengumbar pengetahuan yang sesungguhnya tidak benar dan bias. Bahkan muncul gerakan-gerakan kebencian tanpa alasan secara terbuka dan beraksi dengan kekerasan di ruang publik. Dan lagi-lagi kelompok bangsa, suku maupun agama tertentu terus menjadi korbannya.

Benar bahwa pengetahuan ternyata tidak selalu merubah perilaku. Kita kerap tidak mau meninggalkan pengetahuan yang lama dan jelas salah untuk kemudian menganti dengan pemahaman baru yang lebih benar. Dan bagi saya sikap seperti ini, meski kita hidup di jaman yang penuh kemajuan tapi kita tetap berlaku tak lebih baik dari keledai. Sebab konon keledai tak akan jatuh dalam lubang yang sama, dan apakah sebutan yang layak untuk kita, yang justru terus menerus secara sengaja menjebloskan diri dalam lubang yang sama.

Pondok Wiraguna, 22 September 2012
@yustinus_esha

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

 
BORNEO MENULIS © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum