Mendengar kata filsafat, rata-rata orang akan berpikir tentang situasi yang rumit, berbelit-belit dan melampaui atau menjauhi kenyataan. Benarkah demikian, mestinya tidak sebab filsafat sebenarnya sesuatu yang dekat dengan keseharian hidup kita. Setiap orang hidup pasti pernah mempertanyakan sesuatu tentang hakekat diri, siapa aku?, apa tujuan hidup?, Benarkah Tuhan ada?, Apa itu kebenaran?, dan lain sebagainya. Sadar atau tidak, pertanyaan essensial seperti itu kerap datang entah diundang atau tidak. Orang juga cenderung mencari jawab atas berbagai fenomena yang ditemui sepanjang hidupnya.
Pemikiran dan ajaran filsafat dari berbagai jaman berserak dimana-mana. Banyak nama dikenal dan dikenang sebagai filsuf besar, baik mewakili periode jaman maupun kategori/aliran filsafatnya. Namun dari antara semua itu, ada satu pemikiran yang paling kerap dikutip atau populer sampai sekarang. Cogito ergo sum demikian dinyatakan oleh Rene Decartes salah satu filsuf yang mengusung paham esksitensialisme. Kutipan ini amat sering didengar terutama saat orang bicara soal eksistensi. Pernyataan ini menegaskan bahwa segala sesuatu patut diragukan apabila tidak disertai proses berpikir. Kenyataan ada karena kita berpikir.
Meski populer, tesis filsuf Perancis ini layak diuji kembali saat ini. Benarkah orang ada (bertindak) karena berpikir, sebab banyak bukti yang menunjukkan orang bertindak karena trend, karena iklan dan apa kata orang. Maka wajar apabila ada yang memlesetkan ayat suci Decartes menjadi 'saya berbelanja maka saya ada'. Dan mereka yang merasa berarti atau hidup dikala belanja kemudian dijuluki sebagai 'shophaholic' alias keranjingan belanja.
Trend dan konsumerisme telah menjadi 'iman' baru bagi para jemaah pembelanja dengan menjadikan mall sebagai pusat peribadatannya. Di kalangan atas, aktifitas keranjingan belanja bisa menghabiskan uang diluar nalar. Singapore, Paris, New York, Hongkong dan Ghuangzo adalah surga. Dan dengan enteng puluhan bahkan ratusan juta dihabiskan per bulan untuk segala sesuatu yang kebanyakan tidak diperlukan atau hanya disimpan di dalam almari. Pada kelompok yang kurang mampu, ada berita seorang gadis menjual keperawanannya demi membeli handphone model terbaru. Rupanya semakin banyak orang 'gatal' kalau melihat iklan promosi barang baru.
Penanda yang paling fundamental dari pencitraan konsumerisme adalah mall. Mall, tumbuh dimana-mana dengan kecepatan yang luar biasa. Jarak antara satu dengan yang lainnya semakin dekat. Secara rinci, mall didesain agar pengalaman hidup sepenuhnya dinikmati dalam satu tempat. Udara yang sejuk, lorong memanjang dengan pemandangan indah di kanan kiri, bermacam outlet yang menyediakan barang maupun jasa dari yang paling penting sampai yang hanya berguna untuk orang tertentu. Cafe, food court, game zone dan lainnya yang bakal membuat waktu berlalu tak terasa. Pendek kata jika hidup kita hanya terpaku pada memuaskan nafsu dari kelima panca indera, maka mall adalah jawaban yang sempurna. Paul Mazursky pembuat film 'Scene from The Mall' mengatakan : Apapun yang bisa terjadi dalam hidup anda, bisa terjadi di mall.
Di Samarinda ini apa sih hiburan untuk kita selain pergi ke mall, itu sebuah ungkapan seseorang ketika ditanya kenapa doyan sekali pergi ke mall. Dan tepat, mall memang bukan sekedar tempat belanja. Tapi juga tempat lari dari kepenatan hidup, sejenak meredam stress, menghilangkan bete daripada diam di rumah membaca koran atau menonton televisi yang isinya berita korupsi tiada henti. Mall lebih cepat menyajikan realitas imajiner yang memuaskan hati, ketimbang berbagai rencana pemerintah membangun bandara, jalan tol, pelabuhan dan sebagainya. Mall diam-diam dibangun dan jadi. Sementara rencana pemerintah terus ribut kanan kiri dan tak pernah jelas kapan akan terwujud.
Pernyataan bahwa hanya mall yang bisa menjadi hiburan mungkin dengan gampang bisa dibantah. Bukankah di Samarinda juga ada KRUS (Kebun Raya Unmul Samarinda), ada taman membentang di sepanjang tepian Mahakam, ada Desa Budaya Pampang, ada Museum dan Taman Budaya serta Water Park. Benar begitu, namun kebanyakan tempat tadi semakin hari semakin tak terurus, fasilitas dan keindahannya memudar tanpa sentuhan baru, bukannya dapat kesenangan melainkan lebih banyak merepotkan. Itu berbading terbalik dengan mall yang semain hari tambah semakin lengkap fasilitasnya. Mall semakin merepresentasi diri sebagai one stop shopping, entertaining dan bahkan educating.
Jika kita jeli mengamati kehidupan di mall maka sesungguhnya kita tengah mengamati potongan kehidupan masyarakat kontemporer. Dan yang pasti buat sebagian laki-laki, mall adalah tempat memelihara kesehatan mata juga kesehatan hati. Berada di mall tak bakal membuat hati jadi beku, sebab dalam satu jam kita (kaum laki-laki) bisa jatuh cinta berkali-kali.
Salam Belanja Meski Tak Ada
@yustinus_esha
Orang boleh pandai setinggi langit, namun kalau tidak menulis maka akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah (Pram)
Pages
Label:
Parodi
Mall : Mereguk Bahagia Dunia
Borneo Menulis
Senin, 25 Juli 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Diberdayakan oleh Blogger.
Cari Blog Ini
Sekolah dan Bengkel Menulis Naladwipa
Merupakan hasil kerjasama Naladwipa Institute, Komisi Kepemudaan Keuskupan Agung Samarinda dan Desantara Foundation. Kegiatan ini diikuti oleh anak-anak muda untuk mengasah wawasan, kepekaan dan ketajaman untuk melihat apa yang terjadi di kesekitarannya.
Menulis Adalah Panggilan Jiwa
Blog ini merupakan wahana bagi peserta sekolah menulis Naladwipa dan Komkep Kasri untuk mempublikasikan tulisannya. Namun tetap terbuka bagi siapapun yang hendak mengirimkan tulisan juga. Silahkan masukkan tulisan ke badan email dan kirim ke borneo.menulis@gmail.com
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Tulisan akan ditata sedemikian rupa tanpa merubah isi dan subtansinya.
Popular Posts
-
Antara Antri IPAD dan Bensin Ketika masih duduk di bangku sekolah, libur kenaikan kelas adalah sebuah kegembiraan yang tidak terkira. Sebu...
-
Daun-daun masih basah, karena tadi sore hujan baru usai menyirami kampung yang berada di tepi sungai Kelian. Kini malam berganti terang pur...
-
Hujan rintik-rintik ditemani senja sedang merayap meraih malam di saat saya memasuki pintu gerbang desa Kutai Lama Kecamatan Anggana Kutai ...
-
Masihkan orang berpikir bahwa tato adalah penanda bagi mahkluk yang cenderung kriminal dan tindik (piercing) adalah peradaban massa silam?. ...
-
Berita merupakan produk aktivitas jurnalistik atas dasar informasi yang berdasar pada fakta. Jika sang jurnalis hadir atau berada dalam sebu...
-
Empat bulan lalu Ardi bersama keluarganya pindah rumah, ke tempat tinggal yang kini adalah miliknya sendiri. Bertahun-tahun Ardi, Esta istr...
-
Media memegang peran penting dalam dinamika sosio kultural di masyarakat. Di tengah iklim yang menindas, media bisa menjadi corong dari peng...
-
Resep apa yang digunakan oleh seseorang sehingga mampu melahirkan tulisan yang menawan. Sederhana saja, ramuan jitu dalam menulis hanya satu...
-
Istilah LSM sebenarnya contradictio in terminis atau korupsi makna. Sebagai sebuah institusi yang dinamai dengan Lembaga Swadaya Masyarakat...
-
Kemacetan tak lagi milik kota-kota metropolitan macam Jakarta, Bandung, Surabaya atau Medan. Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang kin...
Ayo Menulis
Jika anda percaya bahwa kata-kata mampu menggerakkan perubahan maka mulailah menulis. Semua pantas ditulis dan perlu untuk dibagikan.
Daftar Link
Partisipan
Arsip Blog
- 06/26 - 07/03 (3)
- 07/03 - 07/10 (3)
- 07/10 - 07/17 (6)
- 07/17 - 07/24 (6)
- 07/24 - 07/31 (12)
- 07/31 - 08/07 (3)
- 08/14 - 08/21 (2)
- 08/28 - 09/04 (2)
- 09/04 - 09/11 (3)
- 10/02 - 10/09 (11)
- 09/02 - 09/09 (10)
- 09/09 - 09/16 (4)
- 09/16 - 09/23 (12)
- 09/23 - 09/30 (8)
- 09/30 - 10/07 (12)
- 10/07 - 10/14 (8)
- 10/14 - 10/21 (10)
- 10/28 - 11/04 (9)
- 11/04 - 11/11 (9)
- 11/11 - 11/18 (10)
- 11/18 - 11/25 (8)
- 11/25 - 12/02 (6)
- 12/02 - 12/09 (3)
- 12/09 - 12/16 (3)
- 12/30 - 01/06 (1)
- 01/06 - 01/13 (5)
Kunjungan
BORNEO MENULIS
0 komentar:
Posting Komentar